Perjuangan Jupe dan Upaya Pencegahan Kanker Serviks | OTC Digest

Perjuangan Jupe dan Upaya Pencegahan Kanker Serviks

Julia Perez (Jupe) telah tiada, tapi perjuangannya melawan kanker serviks (leher rahim) akan selalu diingat. Hingga kini, masih banyak masyarakat yang nyekar ke makamnya. Tanda bahwa almarhumah begitu dicintai oleh keluarga, teman, wartawan hingga masyarakat umum.

Bulan Februari lalu, Jupe menghadiri peringatan World Cancer Day 2017 di Central Park Mall, Jakarta Barat. Saat itu ia baru saja keluar dari RS, dan memaksakan diri hadir bersama para penyintas dan pejuang kanker. Duduk di kursi roda dan tangan kanannya dipasangi infus, tubuhnya yang dibalut kaus lengan panjang tampak ringkih; berat badannya turun drastis. Namun semua itu tidak mengurangi semangat dan keceriaan Jupe.

Pemilik nama asli Yuli Rahmawati ini pernah berujar bahwa kanker adalah ‘jalan’ dari Tuhan. Meski kadang merasa takut, ia bertekad untuk menjalani dengan kuat dan ikhlas. “Aku tidak patah semangat. Tetap berjuang,“ ujarnya saat itu, disusul tepuk tangan hadirin. Tidak heran bila ketegarannya menuai simpati banyak orang. Ya, Jupe bukan sekadar model, aktris, pelawak dan penyanyi. Dia adalah pejuang sejati.

(Baca juga: Kanker Mematikan Julia Perez bisa Dicegah

Ceritanya mungkin akan berbeda bila Jupe lahir di era 1990-an. Vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks baru ada tahun 2006. Saat itu, Jupe yang lahir pada 15 juli 1980 berusia 26 tahun dan sudah menikah. Ia tidak punya kesempatan untuk melindungi dirinya sejak dini dengan vaksinasi. Jupe pernah mengungkapkan, lebih baik mencegah daripada meratapi, “Kanker serviks adalah kanker yang bisa dicegah dengan vaksinasi.”

Maka, beruntunglah zaman sekarang, khususnya remaja putri. “Secara statistik, kanker serviks banyak diidap oleh perempuan usia reproduksi. Kanker ini bisa dicegah sejak remaja dengan vaksinasi,” tutur dr. Venita, Kepala Bidang Pelayanan Sosial Yayasan Kanker Indonesia, Provinsi DKI Jakarta.

Ia menambahkan, efektivitas vaksin mencapai 97 – 100% bila diberikan di usia remaja dan belum terpapar risiko infeksi HPV (belum pernah berhubungan seksual). “Respon imun terbaik vaksin yakni pada usia 9 – 13 tahun. Karenanya, paling optimal vaksinasi dilakukan saat remaja,” imbuhnya.

(Baca juga: Alm. Jupe: "Jangan Takut Melakukan Deteksi Dini Kanker Serviks"

Kanker serviks utamanya disebabkan oleh infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus) tipe onkogenik seperti serotipe 16 dan 18. HPV tipe non onkogenik seperti tipe 6 dan 11 tidak menyebabkan kanker, tapi bisa menyebabkan kutil kelamin. Pada usia dewasa, vaksin HPV diberikan dalam 3x suntikan, sedangkan pada remaja cukup 2x karena respon imun sangat bagus, dan bisa memberikan perlindungan sampai 15 tahun.

“Vaksinasi adalah langkah paling efektif dan aman untuk mencegah kanker serviks,” tegas Prof. Dr. dr. Andrijono, Sp.OG(K), Ketua Umum HOGI (Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia). Diberikan di usia dini, vaksin HPV akan melindungi perempuan sebelum ia berhubungan seksual. Dengan demikian kematian perempuan akibat kanker serviks di usia produktif bisa dicegah.

Oktober 2016, DKI Jakarta memulai program vaksinasi HPV pada siswi kelas 5 SD dan sederajat. Setelah dosis pertama pada Oktober 2016, dosis kedua akan dilaksanakan bulan Agustus nanti, sesudah kenaikan kelas. Di waktu yang sama, siswi kelas 5 di tahun ini akan menerima suntikan HPV pertama.

Sempat ramai isu negatif tentang program ini, untungnya tidak sampai mengganggu respon positif dari orangtua murid maupun pihak sekolah. Cakupan vaksinasi mencapai 92% atau sekitar 66.000 siswi. “Ini menunjukkan respon masyarakat bagus. Ada sekolah yang tadinya menolak program vaksinasi HPV, kemudian justru meminta,” tutur Prof. Andrijono.

(Baca juga: Belajar dari Perjuangan Hidup Julia Perez

Posisi vaksinasi HPV dalam program imunisasi nasional masih dalam demonstrasi, belum masuk program nasional. Sebelum suatu vaksin bisa diimplementasikan menjadi program nasional, ada banyak pertimbangan dan tahapan yang harus dilakukan. Harus dilakukan ujicoba terlebih dahulu. “Bukan uji coba keamanan vaksin, melainkan etik; apakah bisa jalan dengan program,” ujar dr. Prima Yosephine, Kasubdit Imunisasi Kementrian Kesehatan. Vaksinasi HPV di Jakarta merupakan pilot project. Program serupa akan segera dilaksanakan di Yogyakarta, Surabaya, Makassar dan Manado.

Untuk program, digunakan vaksin HPV kuadrivalen, yang mengandung 4 tipe HPV (6, 11, 16, 18). Tidak perlu ragu akan kualitas dan keamanan vaksin. “Gratis bukan berarti vaksinnya jelek. Gratis untuk masyarakat, tapi vaksin dibeli menggunakan anggaran dari Kemenkes,” ujar dr. Prima.

Vaksinasi adalah hak anak. “Ini menjadi kewajiban bagi orangtua untuk memberikan imunisasi kepada anak,” tegas dr. Prima. (nid)