Sel payudara normal memiliki gen HER2, menghasilkan protein yang disebut reseptor HER2. Reseptor HER2 ini tersebar di permukaan sel, bertugas menangkap sinyal dari tubuh untuk tumbuh dan berkembang. Beberapa sel memiliki reseptor HER2 terlalu banyak (overekspresi), sehingga sel tumbuh banyak dan terlalu cepat. Inilah kanker payudara positif HER2 (HER2+). “Makin banyak HER2, kanker tumbuh makin cepat, sulit mati, mudah membuat pembuluh darah, dan mudah pindah ke mana-mana,” terang Prof. Dr. dr. Arry Harryanto Reksodiputro, Sp.PD-KHOM, Ketua Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (Perhompedin). Kanker payudara dengan HER2+ tumbuh lebih cepat dan prognosis (perkiraan perjalanan penyakit) lebih jelek.
Bila ditemukan HER2+, pengobatan bisa ditambah dengan terapi target berupa anti HER2, misalnya trastuzumab, yang memblok reseptor tertentu di HER2 sehingga sel kanker tidak bisa menerima sinyal untuk tumbuh. Obat ini juga menandai sel kanker, sehingga sistem imun bisa mengenali lalu membasminya. Trastuzumab meningkatkan respon pengobatan hingga 20-30%; hasilnya lebih baik ketimbang hanya kemoterapi. “Rerata usia kelangsungan hidup 8,5 bulan lebih pendek bila pengobatan hanya kemoterapi tanpa anti HER2. Kemungkinan kambuh pun lebih kecil,” imbuh Prof. Arry. Namun setelah satu tahun, sering terjadi resistensi terhadap anti HER2; kanker tidak mempan lagi diobati dengan obat ini.
Baca juga: Tidak Selalu Benjolan itu Kanker
HER2 memiliki reseptor lain untuk berikatan dengan HER lainnya (HER 1, 3, 4). Perikatan HER2 dengan HER3 paling mengkhawatirkan, karena meningkatkan kemampuan sel bertahan hidup. Obat baru pertuzumab memblok reseptor ini, sehingga HER2 tidak bisa berikatan dengan HER lain. “Pertuzumab memperkuat efek trastuzumab,” simpul Prof. Arry. Kedua obat ini menggempur HER2 dari dua arah, sehingga tidak bisa berkutik. Sel tumor mati dengan sendirinya karena tidak mendapat sinyal untuk tumbuh dan diserang sistem imun.
Berdasar studi CLEOPATRA, penambahan pertuzumab pada terapi dengan kemo (docetaxel) dan trastuzumab memperpanjang rerata kelangsungan hidup pasien menjadi 56,5 bulan, dibanding 40,8 bulan dengan decotaxel+trastuzumab+plasebo (obat kosong). Progression-free survival atau saat di mana penyakit tidak bertambah buruk, 6 bulan lebih lama pada kelompok dengan tambahan pertuzumab ketimbang kelompok placebo ((18,5 bulan vs 12,4 bulan). Studi ini dikerjakan pada 808 pasien kanker payudara HER2+ yang sudah bermetastasis, di 25 negara.
Baca juga: Wulan Guritno: "Deteksi Dini Kanker itu Penting"
Terapi target berbeda dengan kemoterapi. Kemoterapi menyerang sel kanker maupun sel normal. “Terapi target spesifik hanya menyerang sel yang target. Ibaratnya kemoterapi itu bom, terapi target seperti sniper yang hanya membidik orang tertentu,” tutur dr. Bob Andinata, Sp.B(K)Onk dari RS Dharmais, Jakarta.
Tidak semua pasien kanker payudara perlu anti HER2. Kanker payudara yang memiliki positif hormon (estrogen dan/atau progesteron), terapi targetnya anti hormon tersebut. “Terapi kanker itu individual. Tiap orang memiliki karakteristik kanker berbeda,” ujar dr. Bob. (nid)