Salah satu penyakit atau gangguan kesehatan yang sering dialami wanita adalah inkontinentia urin (ngompol). Apa penyebabnya, dapatkah gangguan ini diatasi dan bagaimana terapinya? OTC Digest melakukan wawancara dengan dr. Harrina Erlianti Rahardjo, SpU, PhD. Ia mengambil doktoral di Departement of Urology, Hannover Medical School, Jerman, dan saat ini bertugas di Divisi Urologi FKUI.
Apa kriterianya inkontinensia urin?
Disebut ngompol jika urin keluar tanpa dapat dikendalikan. Bisa bersifat sementara atau menetap. Kondisi ini bisa jadi adalah gejala dari penyakit lain seperti diabetes mellitus, stroke, parkinson atau cedera tulang belakang.
Agar tidak ngompol, kandung kemih harus bisa relaksasi, saluran kencing dan sphincter (otot untuk menahan urin keluar) bisa menutup dengan baik. Bila semua dalam keadaan baik, kita bisa kontrol kandung kencing memompa dan sphincter merelaksasi (melepaskan), sehingga air kencing akan keluar. Bila normal, kita kencing sampai tuntas. Tapi, ada yang setelah berkemih sisanya banyak.
Ngompo tidak membahayakan jiwa, namun mengganggu kualitas hidup. Bayangkan kalau tidur sering terbangun dan harus ke kamar mandi. Akibatnya tidur tidak nyenyak dan esok harinya berangkat ke kantor dengan badan yang tidak fit.
Berapa prevalensinya?
Inkontinensia urin pada wanita 2 kali lebih banyak dibanding pria. International Inkontinensia Society tahun 2008 menyebutkan, di dunia kejadian inkontinensia pada pria 98 juta orang dan pada wanita 250 juta jiwa. Jumlahnya semakin bertambah pada 2013; pria menjadi 109 juta dan wanita 275 juta jiwa.
Sedihnya, 79% penderita inkontinensia urin di 11 negara di Asia tidak mencari pengobatan. Mereka menganggapnya normal karena usia, atau malu ke dokter karena masalah ngompol.
Apa penyebabnya?
Bisa karena lemahnya otot-otot dasar panggul akibat proses menua. Atau karena kekurangan hormon estrogen, misalnya pada pasien menopause. Estrogen berfungsi untuk menjamin integritas anatomi saluran kemih dan saluran kelamin wanita.
Begitu kadar hormon estrogen turun, suport untuk jaringan organ panggul berkurang, istilahnya atrofi. Ini bisa menyebabkan overactive bladder (OAB - kontraksi berlebihan pada otot kandung kemih, menyebabkan rasa ingin berkemih yang berlebihan), bahkan sampai ngompol.
Dapat terjadi pada ibu yang melahirkan anak normal lebih dari 1, dengan berat bayi lahir pertama besar. Atau, pernah melakukan operasi pengangkatan rahim. Itu semua bisa menyebabkan kerusakan di dinding panggul, sehingga nantinya lebih mudah terjadi inkontinensia, terutama inkontinensia tipe stres.
Penyebab lain, karena masalah anatomi seperti penyempitan saluran kemih bagian bawah, karena infeksi berulang. Atau, memang dari awalnya sempit. Kelemahan pompa, sehingga tidak kuat memompa urin dan lama-kelamaan kencing luber. Bisa juga disebabkan oleh prolaps organ panggul. Yakni, dinding vagina turun bahkan rahim bisa turun kalau parah sekali. Ketika propaps, kantung kemih ikut turun disertai inkontinensia. (jie)
Baca juga: Bagian 2