Selewat masa ASI (air susu ibu) eksklusif setelah usia 6 bulan, bayi perlu mendapat makanan tambahan selain ASI. Susu juga bisa ditambahkan. Bukan sembarang susu, melainkan suus yang memang diformulasikan khusus untuk bayi dan anak. ini susu formula secara umum. Namun, ada kondisi tertentu di mana bayi/anak memerlukan susu dengan formulasi khusus.
Misalnya bayi yang lahir prematur. “Ada susu khusus yang komponennya lebih sederhana sehingga bisa diserap oleh bayi prematur, tapi kalorinya lebih tinggi,” terang Dr. dr. Ariani Dewi Widodo SpA(K) dari RSAB Harapan Kita dalam diskusi “Mengenal Varian Susu untuk Tumbuh Kembang Anak” yang diselenggarakan Forum Ngobras di Jakarta, 14 Agustus 2017. Susu biasa mengandung 67 kalori/100 cc. Susu untuk bayi prematur mengandung 81 kalori/100 cc, untuk membantu agar bobotnya lebih cepat naik.
Ada pula susu bebas laktosa untuk anak yang mengalami intoleransi laktosa. “Begitu masuk ke tubuh, gula pada susu (laktosa) hdipecah dengan enzim lactase di usus, menjadi glukosa dan galaktosa. Inilah yang diserap tubuh,” terang dr. Ariana. Mereka yang kekurangan atau tidak punya enzim lactase, maka tidak bisa mencerna susu. Susu tidak bisa diserap tubuh dan akhirnya muncullah gejala seperti perut kembung, sakit perut dan diare.
Untuk bayi yang saluran cernanya belum matang, ada susu yang diformulasikan khusus agar mudah diserap, dan tidak terlalu membutuhkan enzim dalam penyerapannya. Sedangkan untuk anak alergi, ada susu hidrolisat, yang penjelasan lengkapnya bisa dibaca di sini.
Secara teori, begitu anak diketahui alergi susu sapi maka susu biasa harus distop, diganti dengan susu hidrolisat. Tapi praktiknya sulit dilaksanakan. “Susu hidrolisat sangat tidak enak. Jarang ada anak yang langsung mau,” ungkap dr. Ariana. Untuk mengakalinya, dr. Ariana awalnya mencampur susu anak yang biasa dengan susu hidrolisat. Secara perlahan, komposisi susu hidrolisat ditingkatkan dan susu yang lama dikurangi, hingga akhirnya full susu hidrolisat. Cara ini bukanlah standar medis, melainkan trik untuk mempermudah pemberian susu hidrolisat. Tindakan seperti ini perlu dikonsultasikan dulu ke dokter.
Ada pula susu tinggi kalori, yang diperuntukkan bagi anak yang berat badannya kurang. Per 100 cc susu mengandung 100 kalori bahkan ada yang 150 kalori. Namun orangtua kerap salah kaprah. “Susu seperti ini sering kali diberikan pada anak yang dianggap “kurus” atau susah makan,” ungkap dr. Ariana. Padahal, “kurus” bukan berarti gizinya kurang. Dan, susu tinggi kalori harus diperhatikan betul pemberiannya.
“Bila penggunaannya tidak tepat atau tidak diawasi, anak malah jadi tidak makan. Padahal kan tujuannya agar anak makan,” tegasnya. Makan bukan soal memasukkan kalori dan nutrisi ke tubuh, melainkan juga melatih kemampuan anak untuk mengunyah dan menelan. Bila susu tinggi kalori diberikan tidak dengan cara yang tepat, maka anak merasa kenyang sehingga makin tidak mau makan.
Kadang, orangtua “keenakan” karena a nak menjadi gemuk tanpa repot-repot disuruh makan. “Makin lama, kemampuan anak untuk makan tambah menurun,” sesal dr. Ariana. Mengunyah bukan perkara gampang. Anak yang kesulitan mengunyah, perlu dilatih untuk mengunyah dan makan. Jangan sampai ia hanya bisa minum susu dan sama sekali tidak bisa makan, meski hanya bubur kasar, saat makin besar.
Tentu, susu-susu seperti ini hanya untuk anak dengan kondisi khusus, bukan anak biasa yang tidak punya masalah. Susu khusus perlu didapatkan melalui resep dokter. Ini agar pemberian susu bisa lebih diawasi dan sesuai anjuran. (nid)
Baca juga:
- Susu Kental Manis Bukan untuk Diminum
- Mengenal Beragam Varian Susu