Anak Sering Sakit Berisiko Alami Gangguan Perkembangan, Yuk Optimalkan Imunitas si Kecil
anak_sering_sakit

Anak Sering Sakit Berisiko Alami Gangguan Perkembangan, Yuk Optimalkan Imunitas si Kecil

Batuk, pilek dan diare rasanya dekat sekali dengan si Kecil. Apalagi polusi udara yang demikian parah akhir-akhir ini, membuat anak lebih rentan terkena terkena ISPA (infeksi saluran napas atas). Batuk dan pilek yang merupakan gejala ISPA mungkin terdengar sepele. Namun jangan diabaikan karena bisa menimbulkan efek panjang. Bila anak sering sakit, perkembangan kogntifnya ternyata bisa ikut terdampak.

Anak sering sakit menunjukkan bahwa sistem imunnya tidak optimal. Sementara itu penelitian menemukan bahwa sistem imun yang kurang baik, khususnya pada usia 2 tahun pertama, bisa memengaruhi perkembangan si Kecil.

Penelitian di India misalnya, menemukan bahwa diare merupakan salah satu faktor risiko seorang anak mengalami gangguan perkembangan anak di kemudian hari. “Begitu pula penelitian lain yang menunjukkan bahwa ISPA dan demam pada anak usia di bawah 1 tauhn berhubungan dengan skor kognitif yang lebih rendah pada anak tersebut di usia 2 tahun, dibandingkan anak-anak yang tidak mengalami demam ataupun ISPA,” papar Dokter Spesialis Anak Konsultan Alergi Imunologi, dr. Molly Dumakuri Oktarina, Sp.A(K), dalam webinar Bicara Gizi yang diselenggarakan oleh Danone Specialized Nutrition beberapa waktu lalu.

Hubungan antara Anak Sering Sakit dan Gangguan Perkembangan

Ada beberapa alasan mengapa anak sering sakit lebih berisiko mengalami gangguan perkembangan dibandingkan anak yang imunitasnya prima. Berikut ini penjelasannya.

1. Status kesehatan

“Bila perkembangan sistem imun anak baik, maka status kesehatannya pun akan baik. anak tidak mudah terkena penyakit infeksi maupun alergi. Hasil akhirnya, anak akan mudah menerima stimulasi yang diperlukan untuk perkembangan otaknya,” jelas dr. Molly.

2. Penyerapan nutrisi terganggu

Sistem imun dan perkembangan otak telah dimulai sejak si Kecil dalam kandungan. “Ketika bayi lahir, kedua hal tersebut belum sempurna sehingga perlu dukungan dari nutrisi,” terang dr. Molly. Diare akan mengganggu penyerapan nutrisi di usus si Kecil. Alhasil, berbagai nutrisi penting yang dibutuhkan oleh otak pun bisa terganggu. Terlebih bila si Kecil bolak-balik diare.

3. Kebutuhan energi meningkat

Saat sakit, tubuh membutuhkan energi untuk proses penyembuhan dan pemulihan. Maka, kebutuhan nutrisi si Kecil pun meningkat. Bila asupannya tidak bertambah, maka energi, kalori, dan nutrisi yang masuk akan dipakai untuk penyembuhan; tidak cukup untuk tumbuh kembangnya.

4. Peranan mikrobiota usus

Ada segitiga interaksi antara sistem imun, otak dan usus. “Mayoritas sel imun yaitu 70-80%, ada di usus. Dan di usus, terdapat bakteri komensal yang turut berperan dalam pematangan sistem imun,” ungkap dr. Molly. Ini disebut juga mikrobiota usus. “Jenis dan jumlah mikrobiota yang baik akan mendukung sistem imun, dan akhirnya mendukung perkembangan otak anak,” imbuhnya.

Di sisi lain, di dalam otak juga ada sel yang berperan sebagai sistem imun, yaitu sel mikroglia. “Sel-sel ini berperan ganda: untuk perkembangan otak dan sebagai sistem imun,” ujar dr. Molly. Dengan kata lain bila mikrobiota usus seimbang, imunitas si Kecil akan menjadi baik, dan perkembangan sel otak anak pun optimal. “Hasil akhirnya anak akan berperilaku baik dan daya kognitifnya pun baik,” tambah dr. Molly.

Mengoptimalkan Imunitas si Kecil

 Sebagaimana telah disebutkan, sistem imun dan perkembangan otak si Kecil sudah dimulai sejak dalam kandungan. Apapun yang terjadi pada ibu selama masa kehamilan, bisa turut berdampak pada kedua hal tadi. Maka, penting bagi ibu untuk memenuhi asupan nutrisi yang seimbang selama hamil. Jangan membatasi atau memantang makanan, kecuali bila memang disarankan oleh dokter karena kondisi tertentu.

“Ibu juga harus berusaha menjaga kebersihan diri untuk mencegah infeksi saat hamil. Jangan lupa lakukan control kehamilan rutin,” ucap dr. Molly. Hindari pula minuman beralkohol dan paparan asap rokok. “Tak kalah penting, ibu jangan sering stres. Di sinilah peranan suami dan kelaurga, untuk menjadi support sistem ibu,” tegasnya.

Lanjut ke proses melahirkan, metode persalinan ternyata cukup besar pengaruhnya. “Bila tidak ada kontraindikasi, lebih baik persalinan normal per vagina. Metode Caesar sebaiknya hanya bila ada indikasi medis,” ujar dr. Molly. Saat keluar melewati jalan lahir ibu, bayi akan terpapar dengan bakteri komensal di sana. Bakteri-bakteri baik ini akan segera berkolonisasi di usus bayi dan memicu pertumbuhan bakteri baik lainnya, sehingga tercipta mikrobiota usus yang sehat pada bayi.

“Setelah bayi lahir, berikan nutrisi terbaik yaitu ASI eksklusif selama 0 – 6 bulan, bila kondisi ibu dan bayi memungkinkan,” tegas dr. Molly. ASI tak hanya mengandung nutrisi lengkap dan seimbang sesuai kebutuhan bayi, tapi juga mengandung berbagai komponen bioaktif. Misalnya antibodi IgA yang penting untuk melawan mikroba patogen. ASI juga mengandung oligosakarida yang memiliki efek prebiotik, serta probiotik seperti bakteri Bifidobcteria.

Selewat usia 6 bulan, berikan si Kecil MPASI (makanan pendamping ASI) dengan komposisi lengkap dan seimbang. ASI tetap dilanjutkan hingga usia 2 tahun. MPASI haruslah mengandung makronutrisi (karbohidrat, protein, lemak) dan mikronutrisi (vitamin, mineral). Yang terpenting yaitu protein hewani, yang secara langsung dibutuhkan untuk tumbuh kembang si Kecil dan mencegah stunting.

“Juga, jangan lupa vaksinasi sesuai jadwal, untuk mendukung imunitas,” dr. Molly mengingatkan. Vaksin akan merangsang pembentukan antibodi spesifik, sehingga bila si Kecil terkena kuman tersebut di kemudian hari, sistem imunnya sudah bisa melawan. Semua usaha tadi penting untuk mencegah anak sering sakit, yang pada akhirnya akan mendukung perkembangan otak si Kecil. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Image by user18526052 on Freepik