anak dari keluarga perokok berisiko tinggi stunting
merokok picu anak stunting

Anak Dari Keluarga Perokok Berisiko Tinggi Stunting

Anak-anak dari keluarga perokok berisiko tinggi stunting. Merokok dapat memperburuk kesehatan seseorang, termasuk perokok pasif, di mana pada anak-anak berpotensi menyebabkan stunting.  

Penelitian lama tahun 2018 yang dilakukan oleh Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia menemukan bila balita yang tinggal dengan orangtua perokok tumbuh 1,5 kg lebih kurang dari anak-anak yang tinggal di rumah tanpa asap rokok. 

Studi tersebut bahkan menegaskan jika 5,5% anak dari keluarga perokok berisiko tinggi stunting. Sebagai informasi, Indonesia menjadi negara dengan jumlah perokok pria terbanyak (70,5%) di dunia, menurut World of Static pada 20 Mei 2023. 

Dalam keterangan resmi Kementerian Kesehatan RI, tingginya konsumsi rokok di rumah tangga membuat orangtua mengurangi jatah belanja makanan tinggi protein dan memilih untuk membeli rokok. 

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021 mencatat pengeluaran keluarga untuk membeli rokok tiga kali lebih banyak daripada pengeluaran untuk kebutuhan protein keluarga. Setiap bulannya orang dewasa dalam keluarga dapat mengeluarkan biaya Rp 382.000 untuk membeli rokok (data Global Adult Tobacco Survey). 

Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, dr. Endang Sumiwi menyarankan, keluarga Indonesia mengalihkan belanjanya dan melakukan prioritas ulang pengeluaran bukan untuk rokok.

“Kalau mau berkontribusi untuk stunting, para orangtua tidak usah merokok dan lebih baik gunakan uangnya untuk membeli protein hewani seperti telur,” ungkap dr. Endang, di laman resmi Kementerian Kesehatan RI. 

Baca: Cegah Stunting Dengan Satu Butir Telur per Hari

Kenapa harus protein hewani?

Protein, terutama hewani, sangat diperlukan. Protein hewani mengandung asam lemak esensial yang lengkap, dibanding protein nabati. 

Para ahli menganjurkan pemberian protein 1,1 gram/kg berat badan, sejak usia 6 bulan. Sehingga sejak awal, makan pendamping ASI (MPASI) harus mengandung protein hewani yang cukup, tidak sekedar puree buah dan sayur. 

Jika asupan protein berkurang, berbagai masalah kesehatan bisa terjadi saat ini maupun di kemudian hari. Penelitian di Afrika menemukan, anak-anak dari desa yang mengonsumsi susu dan daging, lebih tinggi dan langsing. Sedangkan yang berasal dari desa yang pola makannya berbasis tanaman, anak-anaknya pendek dan lebih gemuk. 

Boleh saja memberikan puree buah/sayur, tapi bahan utamanya haruslah pangan hewani. Sayur dan buah justru hanya tambahan saja. Pangan hewani tidak harus mahal. Banyak pilihan seperti telur, hati ayam, susu, dan berbagai jenis ikan lokal yang harganya relatif terjangkau.

Nikotin dalam plasenta

Salah satu alasan kuat kenapa anak dari keluarga perokok berisiko tinggi stunting adalah ditemukanya residu nikotin pada plasenta bayi. 

Riset di RSUP Persahabatan, Jakarta (rumah sakit pusat respirasi nasional) melibatkan tiga kelompok bayi: dilahirkan dari ibu tidak perokok, ibu yang menjadi perokok pasif dan ibu perokok aktif. 

Hasilnya didapatkan nikotin terdeteksi pada plasenta bayi dari ibu perokok aktif dan pasif. Selain itu, panjang badan dan berat bayi saat lahir pun jauh lebih kecil dan pendek, dibanding bayi dari ibu non-perokok. 

Dr. Feni Fitriani Taufik, SpP(K), MPd.Ked, dari RSUP Persahabatan mengatakan, “Jadi, pajanan rokok berpengaruh bukan saja setelah lahir, tapi di dalam kehamilan pun itu sudah berpengaruh pada bayi.” 

Studi terbaru tahun 2020 oleh Dyah Dwi Astuti, dkk, di Surabaya melibatkan 123 anak usia 25-59 bulan. Paparan asap rokok dinilai menggunakan kuesioner The Secondhand Smoke Exposure Scale. Hasilnya lama paparan asap rokok lebih dari 3 jam sehari meningkatkan risiko stunting sebesar 10,316 kali. 

Satu orang perokok aktif dalam anggota menyebabkan orang lain menjadi secondhand smoke (perokok pasif). Juga masih ada risiko thirdhand smoke, yakni sisa zat kimia berbahaya dari asap rokok yang menempel di perabotan, seperti karpet, sofa, gorden, mainan anak, dll. 

Anak-anak yang bermain di lingkungan dengan residu kimia rokok, secara tidak langsung menghirup zat kimia tersebut. (jie)