Coba jilat pergelangan tangan. Angin-anginkan sebentar, lalu cium. “Kalau bau, berarti halitosis,” ungkap Sri Hartuti Kumaladewi, Head of Marketing Listerine dalam kampanye Pentingnya Menjaga Kesehatan Mulut dan Gigi di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Halitosis atau bau mulut merupakan salah satu dari tiga penyakit gigi dan mulut yang paling sering dikeluhkan. Dua gangguan lainnya yakni gingivitis (radang jaringan penyangga gigi), dan karies (gigi berlubang). “Bila ada satu saja dari tiga ini, adalah tanda bahwa ada yang tidak benar dengan kebersihan mulut kita,” ujar Kumaladewi.
Bila dibandingkan dengan penyakit gigi dan mulut lainnya, halitosis terbilang “unik”. Pada gingivitis dan karies gigi, gangguan bisa terlihat secara fisik, dan menimbulkan nyeri/rasa tidak nyaman pada penderitanya. Namun halitosis, tidak tampak ada yang aneh di rongga mulut; pemilik “nafas naga” pun tidak merasakan keluhan atau nyeri. Rasa tidak nyaman dirasakan oleh lawan bicaranya.
Biasanya kita mengetes nafas dengan mendekatkan telapak tangan ke mulut lalu mengucapkan “hah”. Ternyata, hal ini kurang efektif. “Orang dengan halitosis tidak sadar bahwa ia memiliki masalah tersebut karena sudah terbiasa dengan bau mulutnya,” ujar Kumaladewi.
Perhatikan pula gestur lawan bicara atau orang di sekitar Anda. Bila mereka sedikit menarik mundur wajahnya saat Anda berbicara atau membuka mulut, kemungkinan nafas Anda kurang sedap. Untuk lebih pasti, lakukan saja tes sederhana yang telah disebutkan di atas. Jarang sekali ada orang yang bicara blak-blakan karena takut menyinggung. Seperti halnya bau badan; bahkan teman dekat sekalipun merasa tidak enak untuk mengutarakannya.
Halitosis memang bisa disebabkan oleh penyakit sistemik seperti gangguan ginjal dan diabetes, tapi persentasenya sangat kecil. “Umumnya akibat kurangnya kebersihan rongga mulut; banyak timbunan plak di gigi,” tandas Kumaladewi. (nid)
Baca juga: Fungsi Alkohol dalam Mouthwash