Osteoporosis merupakan kondisi pengeroposan tulang yang mulai mengintai wanita berusia di atas 40 tahun. Mereka yang menopause berisiko 4 kali lebih tinggi mengalami osteoporosis.
Pada osteoporosis, tulang menjadi rapuh, tidak padat, sehingga risiko patah meningkat. Patah tulang belakang, yang juga disebut fraktur kompresi, dapat menyebabkan nyeri pinggang. Membuat penderitanya kesulitan berdiri, jalan, duduk atau mengangkat suatu benda.
Gejala lain yang dapat ditimbulkan akibat patah (fraktur) tulang belakang adalah postur badan yang semakin membungkuk atau berkurangnya tinggi badan si penderita.
“Sebenarnya kepadatan tulang bisa dijaga dengan mengonsumsi makanan tinggi kalsium sejak dini, seperti ikan teri, sayuran hijau, kacang-kacangan, biji wijen, dan lainnya. Tidak harus dengan minum susu tinggi kalsium,” terang dr.Ibnu Benhadi, SpBS(K), dari Brain & Spine Bunda Neuro Center, Jakarta.
Selain itu perlu ditunjang dengan olahraga yang sifatnya memberi pembebanan pada tulang, misalnya lari, jogging, senam aerobik, badminton, dll.
“Pada mereka yang sudah tua, olahraga sebaiknya dilakukan semampunya, tidak perlu memaksakan diri,” tambah dr. Ibnu.
Terapi osteoporosis
Saat seseorang dinyatakan mengalami osteoporosis, dokter akan memberikan beberapa obat-obatan yang bertujuan memperkuat dan mencegah pengeroposan lebih lanjut; menghindari terjadinya patah tulang. Obat-obatan tersebut antara lain Bisfosfonat, Calcitonin atau Teriparatide.
Sementara pada mereka yang sudah terjadi patah/retak tulang belakang, terapinya termasuk memberikan obat penghilang rasa sakit, hingga penggunaan korset khusus dan pembedahan.
Salah satu teknik bedah minimal invasive (sayatan kecil) adalah Kyphoplasty dan Vesselplasty. “Keduanya dilakukan hanya dengan sayatan sebesar 0,7- 1 cm,” terang dr. Ibnu.
Pada khyphoplasty, jarum dengan balon khusus dimasukkan ke area tulang yang patah/remuk. Kemudian balon dikembangkan untuk mengangkat / meninggikan tulang yang remuk; kemudian balon ditarik ke luar. Rongga hasil pengangkatan tersebut diisi dengan cairan ‘semen’ yang disebut polymethylmethacrylate (PMMA).
Teknik kedua adalah vesselplasty, yang adalah penyempurnaan metode khyphoplasty. Pada vesselplasty, balon yang dikembangkan tadi diisi oleh cairan ‘semen’ PMMA. “Balon ini dijadikan wadah atau penghalang supaya cairan ‘semen’ tidak meluber,” imbuh dr. Ibnu.
Vesselplasty tidak membutuhkan bius total, atau rawat inap. Penderita dapat segera beraktivitas setelah tindakan. Namun, tindakan ini hanya efektif diterapkan jika patah tulang belum berlangsung lebih dari 3 bulan. Bila lebih dari waktu tersebut, tulang sudah membentuk jaringan baru sehingga sulit untuk diperbaiki.
“Kedua teknik tersebut memiliki dua kelebihan. Pertama, mengoreksi postur tubuh yang semula bungkuk menjadi lebih tegak. Kedua, ruas tulang yang awalnya patah membuat rongga (antarruas tulang) semakin menyempit, berisiko menjepit saraf. Setelah tulang ditegakkan, rongga menjadi lebar sehingga melepas jepitan di saraf,” ujar dr. Ibnu dalam seminar Proses Degeneratif Tulang Belakang dan Teknologi Terkini Mengatasinya, di RSU Bunda Menteng, Jakarta (2/11/2018).
Pascaterapi
Setelah terapi vasselplasty atau khyphoplsty, penderita tidak disarankan untuk beraktifitas berlebihan, atau mengangkat benda terlalu berat. Ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko patah di area tulang yang lainnya.
“Akan lebih optimal bila diikuti dengan latihan peregangan /olahraga untuk menguatkan kembali otot-otot di area tulang belakang,” kata dr.Ibnu.
Dalam kesempatan yang sama ditambahkan oleh Dr. dr. Wawan Mulyawan, SpBS(K), SpKP., olahraga yang direkomendasikan untuk mereka yang pernah mengalami masalah di tulang belakang adalah jalan cepat dan renang, 3-5 kali seminggu.
“Pada seminggu pertama penderita masih akan merasakan sakit saat jalan cepat, namun pada minggu berikutnya otot-ototnya akan makin kuat. Sementara renang direkomendasikan karena air akan mengurangi berat tubuh hingga 1/10-nya,” tutup dr. Wawan. (jie)