Saat Harus Menggoreng | OTC Digest
Menggoreng

Saat Harus Menggoreng

Makanan yang digoreng aman dikonsumsi, asalkan digoreng dengan minyak  yang titik asapnya tinggi..  

 Seperti apa makanan yang sehat? Jawabannya sederhana: usahakan sesedikit mungkin menggoreng. Minyak goreng pada dasarnya adalah lemak dalam bentuk cair, mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Saat dipanaskan melebihi ambang batasnya (titik asap), suhu panas itu akan mengubah struktur molekul lemak di dalam minyak goreng. Asam lemak jenuh berubah menjadi lemak trans, yang bisa menyumbat pembuluh darah. Sementara asam lemak tak jenuh berubah menjadi jenuh, dan menghasilkan zat racun seperti akrolein yang bisa menyebabkan batuk.

Dr.dr. Samuel Oetoro, MS, SpGK(K), dari Departemen Ilmu Gizi FKUI menyatakan,  minyak goreng yang digunakan sampai berulang kali, pembentukan lemak trans akan lebih banyak. Proses penggorengan berulang juga akan menurunkan tingkat titik asap, karena terjadi hidrolisis molekul minyak.

Jika tetap harus harus menggoreng, disarankan untuk menggunakan minyak goreng yang titik asapnya tinggi, seperti minyak bekatul. “Minyak bekatul titik asapnya adalah yang tertinggi yakni 254°C, sementara saat kita menggoreng suhu dalam penggorengan tidak setinggi itu,” kata Dr. Samuel.

Riset menunjukkan, suhu dalam penggorengan dapat mencapai 177-221°C; lebih tinggi dari titik asap minyak kelapa (175°C) yang biasa digunakan untuk menggoreng. Sebagai informasi olive oil (minyak zaitun) tidak disarankan untuk menggoreng. Minyak ini hanya cocok untuk dressing makanan, karena titik asapnya rendah, 160°C.   

Menurut Prof.Made Astawan dalam buku “Kandungan Gizi Aneka Bahan Makanan”, mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng tersebut.

Minyak bekatul memiliki komposisi lemak jenuh 20%, lemak tak jenuh tunggal 47% dan lemak tak jenuh ganda 33%. Ini tergolong seimbang,  berdasar  rekomendasi American Heart Association (AHA), di mana asupan lemak mesti seimbang yakni lemak jenuh 37%, lemak tak jenuh tunggal 37% dan lemak tak jenuh ganda 33%.

Viskositas (kekentalan) minyak bekatul juga rendah. Makanan yang digoreng dengan minyak bekatul, menyerap minyak 20% lebih rendah dibanding minyak goreng lain. Hal ini menyebabkan makanan yang digoreng mengandung kalori yang lebih rendah.

“Penelitan saya dengan mahasiswa di UI menunjukkan, kalau Anda mengonsumsi makanan berlemak, siram sedikit dengan minyak bekatul. Karena minyak ini punya efek mengganggu penyerapan kolesterol,” kata dr. Samuel.  

Riset menunjukkan minyak bekatul mengandung Gamma Oryzanol, yang adalah antioksidan dari kelompok vitamin E. Zat inilah yang mengganggu penyerapan kolesterol. Dalam International Journal of Food and Nutritional Sciences dijelaskan bahwa kadar antioksidan ini tetap sama, saat dipanaskan dalam wajan bersuhu 180°C selama 8 jam. (jie)