Poco-Poco Perbaiki Fungsi Kognitif Pasien Diabetes | OTC Digest

Poco-Poco Perbaiki Fungsi Kognitif Pasien Diabetes

Tari poco-poco sudah sangat kita kenal. Oleh FOKBI (Federasi Olahraga Kreasi Budaya Indonesia), tarian khas Manado ini dimodifikasi menjadi Senam Poco-Poco Nusantara. Gerakan dasarnya sama, yakni ke kanan-kiri, maju-mundur, serong dan berputar. Gerakan tangannya yang dimodifikasi, dengan  gerakan-gerakan masyarakat yang ada di Indonesia. Misalnya mendayung, mencangkul, memanah, memetik.

“Bukan sekedar gerakan, tapi harus benar-benar seperti mendayung; melihat (menoleh) dan pakai tenaga. Kalau tidak, perahu tidak akan bergerak,” terang Dr. dr. Ria Maria Theresa, Sp.KJ, Wakil Dekan 1 Universitas Pembangunan Nasional (UPN), Jakarta. Saat gerakan memetik harus melihat apa yang dipetik, lalu letakkan di keranjang sambil melihat ke arah keranjang. Gerakan harus disesuaikan dengan (tempo) lagu, tidak asal bergerak. “Tujuannya untuk memperbaiki fungsi kognitif otak, terutama fungsi eksekutif, yakni otak bagian depan,” imbuhnya.

Dr. dr. Ria, begitu ia biasa disapa, meneliti manfaat Poco-Poco Nusantara terhadap pasien diabetes tipe 2 (DM 2). Penelitian dilakukan pada 40 orang pasien DM 2 usia 45 – 59 tahun, dengan gangguan fungsi kognitif ringan. Semua responden penelitian melakukan senam yang sama dengan gerakan seperti senam kesegaran jasmani biasa, tanpa gerakan memutar. Namun 20 orang mendapat tambahan gerakan poco-poco (kelompok intervensi); 20 lainnya hanya senam biasa, sebagai kelompok kontrol.

Senam dilakukan selama 30 menit, dua kali seminggu selama tiga bulan. Agar tidak bosan, gerakan poco-poco diselang-seling dengan gerakan senam lain. Senam dilakukan secara bertahap, dimulai dari gerakan paling mudah. “Bagi orang normal mungkin mudah, tapi bagi mereka yang sudah ada gangguan fungsi kognitif, sulit,” ucap Dr. dr. Ria. Gerakan dibuat sederhana, “Jangan sampai membuat orang malas melakukannya karena terlampau sulit.”

Awalnya, Dr. dr. Ria khawatir, akan banyak yang tidak menyelesaikan penelitian alias drop out (DO). Ternyata, “Mereka merasakan manfaatnya, sehingga tidak ada yang DO.” Memang, ada sebagian yang tidak lagi diikutkan dalam penelitian, karena pergi umroh atau jatuh sakit. Namun setelah itu, mereka kembali ikut senam, walaupun tidak masuk penelitian.

Hasil penelitian malah lebih bagus ketimbang tujuannya, yang “sekadar” mempertahankan fungsi kognitif agar gangguan tidak bertambah berat. “Hasilnya, gangguan kognitif malah hilang,” ungkap Dr. dr. Ria. Melalui pemeriksaan MRI (magnetic resonance imaging), neuron (sel-sel saraf)  otak yang aktif di kelompok poco-poco meningkat, sedangkan di kelompok kontrol turun. Gerakan menyerong, berputar dan menyilang dalam poco-poco, merangsang neuron otak, serta merangsang motorik, sensorik dan emosi.

“Rangsangan ini membuat neuron bertambah banyak. Penelitian ini juga membuktikan, dengan poco-poco bagian otak yang tidak aktif dan jarang digunakan, menjadi aktif. Itu mutiara penelitian ini,” paparnya. Agar tujuannya tercapai, senam Poco-Poco Nusantara perlu dilakukan secara teratur, 2 x 30 menit seminggu, selama 12 minggu. Setelah itu harus dipertahankan; tetap berlatih secara teratur, “Kalau tidak, neuron yang sudah terbentuk akan habis lagi.” Para responden penelitian kemudian berlatih dengan membuat kelompok poco-poco sendiri. (nid)

 

Sumber gambar: Situs resmi Kementrian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora)