Jenis -jenis Diabetes dan gejalanya
Mewaspadai Diabetes Mellitus

Mewaspadai Diabetes Mellitus

 

Sering buang air kecil malam hari, sering merasa haus/lapar, berat badan menurun drastic tanpa sebab yang jelas, cepat lelah, gatal-gatal, sering ngantuk dan kesemutan. Ini gejala diabetes mellitus tipe 2 (DM 2). Di awal penyakit, sering gejalanya tidak muncul,  membuat penyandang diabetes sering terlambat ke dokter, sampai kemudian terjadi komplikasi.

Cara mendeteksi yakni dengan memeriksa kadar gula darah. Disebut diabetes bila gula darah puasa >126 mg/dL, tes toleransi glukosa oral >200 mg/dL, dan HbA1c >6,5%. DM terjadi akibat gangguan fungsi insulin. Bisa karena kurangnya produksi insulin oleh pankreas, atau karena sel tubuh kurang responsive terhadap insulin. Insulin adalah hormon yang bertugas memasukkan gula dalam darah ke sel, untuk bisa digunakan sebagai energy. Bila gula sudah masuk ke sel, kadarnya dalam darah akan turun.

Jenis diabetes

Diabetes ada 3 tipe Tipe 1 (DM 1) terjadi karena fungsi sel-sel beta pulau Langerhans di pankreas terganggu, sehingga tidak mampu memproduksi cukup insulin. Ini berkaitan dengan autoimun; biasanya terjadi di usia anak-anak. Penyandang DM 1 harus suntik insulin, karena insulin sudah tidak bisa dihasilkan oleh tubuh.

DM 2 diawali dengan resistensi insulin. Produksi insulin normal, tapi sensitivitas sel tubuh terhadap insulin berkurang sehingga gula susah masuk ke sel. Umumnya terjadi pada orang yang gemuk. Penyandang DM 2 tidak harus menggunakan insulin. Umumnya diobati dengan obat oral (minum), ditunjang perbaikan pola makan dan aktivitas fisik secara rutin dan teratur.

Tipe ketiga DM gestasional, yang terjadi pada ibu hamil. Secara alamiah, plasenta memproduksi berbagai hormon yang mengganggu kerja insulin terhadap sel, sehingga kadar gula darah naik saat hamil. Pada sebagian perempuan, kenaikannya tinggi hingga terjadi diabetes. DM gestasional bisa membuat bayi terlalu besar, sehingga sulit lahir secara normal. Setelah melahirkan, umumnya kadar gula darah ibu kembali normal tapi dalam jangka panjang, risiko diabetes mengintai.

Komplikasi

Diabetes yang tidak ditangani dengan baik menjadi tidak terkontrol, dan terjadi komplikasi. Pada DM 1, gula darah bisa melonjak tinggi hingga pasien pingsan akibat ketoasidosis (darah terlalu asam). Atau sebaliknya, gula darah sangat rendah (hipoglikemi), yang bisa menyebabkan kejang, kerusakan sistem saraf, hingga kematian.

Pada DM 2, komplikasi cenderung kronis; berjalan perlahan dan makin memburuk. Retinopati (kerusakan retina mata), aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah), penyakit jantung dan gagal ginjal termasuk komplikasi yang sering muncul. Pada laki-laki, bisa terjadi impotensi.

Deteksi dini

Diabetes yang terdeteksi dini, lebih mudah ditangani dan dikontrol. Orang usia >40 tahun atau <40 dengan gejala dan/atau faktor risiko seperti kegemukan, merokok, jarang olahraga, riwayat diabetes dalam keluarga, disarankan melakukan pemeriksaan gula darah di laboratorium.

Bisa melakukan pemeriksaan gula darah sewaktu dengan alat tes gula darah mandiri. Menurut dr. Heru Tandyono, dokter dan herbalis di Bekasi yang biasa menggunakan alat ukur gula darah mandiri, akurasi alat ini cukup baik, tidak berbeda jauh dengan hasil lab. Namun untuk menegakkan diagnose, perlu pemeriksaan lab yang lebih teliti dan waktunya jelas, saat puasa dan 2 jam setelah makan.

Bila hasil lab bagus, pemeriksaan kembali dilakukan setahun sekali. Bila hasilnya ‘lampu kuning’ atau memiliki factor risiko, lakukan pemeriksaan tiap 6 bulan. Untuk mengurangi risiko diabetes, perlu olahraga rutin dan teratur. Cukup jalan kaki selama 30 menit/haria. Asupan makanan harus seimbang, jangan makan berlebihan. Perbaiki pola tidur karena kurang tidur, kelelahan dan stres bisa memicu peningkatan kadar gula darah.

Pengobatan konvensional

Pengobatan konvensional meliputi obat oral, insulin, perbaikan pola makan dan aktivitas fisik. Obat-obatan dan dosisnya ditentukan oleh dokter, tidak bisa sembarangan karena perlu disesuaikan dengan kondisi tiap orang.

Beberapa herbal dapat membantu menurunkan kadar gula darah, sebagai complementary medicine. Yang menarik, obat herbal memiliki sifat khusus yang tidak dimiliki obat kimia, yaitu memperbaiki sel-sel yang rusak (rekontruksi).  Kandungan zat kimia yang beragam dalam obat herbal, sering membentuk resultant sehingga bersifat multiefek atau memiliki berbagai fungsi.

Obat herbal selain menurunkan gula darah, juga mencegah komplikasi. Menurut dr. Prapti Utami, praktisi herbal di Jakarta, fungsi utama herbal dalam pengobatan DM yakni mengembalikan fungsi pankreas, hati dan otot. Membaiknya fungsi sel di tempat tersebut, akan meningkatkan jumlah reseptor agar respon terhadap  insulin lebih baik.

Untuk meningkatna kualitas pengobatan, tidak jarang pengobatan herbal dikombinasi dengan pengobatan kimia.  “Bisa dilakukan, tapi disesuaikan dengan cara minum dan jenis herbalnya,” ujar dr. Prapti. Cara minum, beri jarak waktu keduanya minimal satu jam.  Umumnya herbal diminum sebelum makan atau saat perut kosong, sedangkan obat konvensional ada yang diminum sebelum makan atau sesudah makan.  Sebaiknya, konsultasi dengan dokter bila ingin menggunakan herbal sebagai terapi pendukung. (her-nid)