Menghindari Gagal Ginjal | OTC Digest

Menghindari Gagal Ginjal

Saat ini, diperkirakan prevalensi penderita penyakit ginjal kronik (PGK) di Indonesia mencapai 2 per 1.000 penduduk. Namun, hanya sekitar 60% yang bisa mengakses layanan dialisis (cuci darah), dan hanya 10% yang menjalani terapi sampai tuntas. Ini diungkapkan dalam diskusi yang diselenggarakan CHEPS-UI (Center for Health and Policy Studies School of Public Health Universitas Indonesia) di Jakarta, Sabtu (08/04/2017).

Kriteria PGK yakni ditemukannya kebocoran albumin dan protein di urin, serta fungsi ginjal kurang dari 60% selama 3 bulan berturut-turut. Ada lima stadium PGK. Disebut gagal ginjal atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) bila fungsi ginjal kurang dari 15%; inilah PGK stadium 5. “Bila sudah ada kerusakan di ginjal, tidak akan bisa kembali normal; penyakit akan terus berjalan,” ujar dr. Dharmeizar, Sp.PD-KGH, Ketua PERNEFRI (Perhimpunan Nerfrologi Indonesia).

Hipertensi dan diabetes mellitus (DM) merupakan faktor risiko utama PGTA. Sekitar 36% penderita hipertensi dan 25% penyandang DM akan menderita gagal ginjal. Meningkatnya jumlah penyandang hipertensi dan DM sejak 2000-2015, menyebabkan jumlah pasien gagal ginjal di Indonesia makin tinggi.

Opsi untuk terapi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) tersedia dalam tiga modalitas: hemodialisis (HD), cuci darah melalui perut (CAPD/Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis), dan transplantasi (cangkok) ginjal. Idealnya, HD mulai dilakukan pada PGK stadium 4. Sayangnya mayoritas pasien di Indonesia datang pada stasium 5. “Hampir semua pasien PGK yang datang, 95% harus langsung jatuh ke mesin hemodialisis. Sebagian besar harus cuci darah 2 kali bahkan tiga kali seminggu,” papar dr. Atma Gunawan, Sp.PD-KGH dari Malang CAPD Center, dalam diskusi tersebut. Karena terlambat memulai HD, angka harapan hidup satu tahun hanya mencapai 50%.

HD, CAPD maupun transplantasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya yang diperlukan satu orang untuk HD mencapai >115 juta/tahun, dan >130 juta/tahun untuk CAPD. Adapun biaya tranplantasi >300 juta, belum lagi sulitnya mencari donor ginjal. “Langkah yang paling bijaksana adalah pengendalian factor risiko, terutama hipertensi dan diabetes,” tegas dr. Pranawa, Sp.PD-KGH dari RSUD dr. Soetomo/FK Universitas Airlangga, Surabaya.

Biaya untuk pengobatan hipertensi dan diabetes dengan obat terbaik sering dibilang mahal. Namun bila dihitung, masih jauh lebih murah ketimbang biaya untuk dialisis. “Jika penderita hipertensi dan diabetes dapat dikendalikan, artinya tekanan darah dan kadar gula darah terkontrol sesuai target sehingga tidak sampai menjadi komplikasi ginjal, maka setidaknya 70% penyakit ginjal kronis dapat dicegah,” pungkasnya. (nid)

 

Baca juga: Pilihan Dialisis via Perut