Mengenal Teknologi TeleCTG Yang Ampuh Turunkan Kehamilan Berisiko | OTC Digest

Mengenal Teknologi TeleCTG Yang Ampuh Turunkan Kehamilan Berisiko

Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia tergolong tinggi. Penerapan teknologi TeleCTG efektif menurunkan AKI dan AKB.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2015 menyatakan jumlah AKI di Indonesia sebesar 305 jiwa per 100.000 ibu, sedangkan AKB adalah 24 jiwa per 1000 bayi. Jumlah ini masih terhitung tinggi.

Menurut dr. Ari Waluyo, SpOG, Co-Founder & Chief Executive Officer Sehati Group, penyebab utama kematian ibu hamil dan bayi adalah keterlambatan diagnosa, telat dirujuk, dan akhirnya terlambat mendapat pengobatan di rumah sakit.

Upaya memerangi AKI dan AKB adalah dengan pemeriksaan kondisi ibu hamil (bumil) dan janin yang memadai. Salah satu alat yang bisa dipakai untuk memantau kondisi janin dan bumil adalah cardiotocography (CTG).  

Cardiotocography adalah alat yang menunjukkan gerak/kontraksi rahim dan denyut jantung janin. Pada ibu dengan usia kehamilan 32 minggu sudah bisa dilakukan pemeriksaan CTG.

“Kalau denyut jantung janin lebih dari 160 kali/menit menandakan ada masalah. Atau bila kehamilan masih muda tetapi ada kontraksi, ini merupakan salah satu ancaman prematuritas,” terang dr. Ari, dalam acara Sehati Group Dukung Pemerintah Indonesia Bangun Manusia yang Unggul, Sehat dan Berkualitas Melalui Solusi Sehati TeleCTG, di Jakarta (16/12/2019).

Saat ini sebagai bentuk inovasi medis dan usaha mengatasi keterbatasan dokter kandungan di daerah-daerah pelosok, dikembangkan teknologi TeleCTG. Teknologi yang adalah pertama kali di dunia ini dikembangkan oleh Sehati Group.

TeleCTG ini merupakan layanan kesehatan maternal (kehamilan) jarak jauh terpadu. Terdiri dari aplikasi Ibu Sehati, Bidan Sehati, TeleCTG Sehati, Dashboard Sehati, dan pusat konsultasi yang bisa digunakan oleh ibu hamil, bidan, dokter kandungan, maupun dinas kesehatan di daerah.

“Ini merupakan satu platform untuk membantu bidan mengenali faktor risiko pada ibu hamil. Data ibu hamil dengan faktor risiko bisa dipantau oleh bidan, dokter kandungan atau dinas kesehatan terkait. Ibu dengan faktor risiko akan bisa dirujuk dalam kondisi yang masih baik (rujukan terencana) untuk menurunkan faktor risiko,” imbuh dr. Ari.

Menggunakan teknologi TeleCTG, dokter kandungan bisa membaca hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh bidan tanpa bertatap muka. Bila ditemukan masalah, melalui aplikasi konsultasi, dokter memberikan saran/rujukan.

Hingga saat ini teknologi TeleCTG telah digunakan oleh sekitar 10.500 bidan di 11 provinsi dan 27 kabupaten di Indonesia. Salah-satu kabupaten yang menerapkan teknologi ini adalah Indramayu (Jawa Barat) dan Kupang (NTT).

Dalam kesempatan yang sama, Mariana A. Sailana, STr, Keb., dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang menjelaskan, sejak Desember 2018 teknologi TeleCTG telah dipakai di 14 puskesmas di Kupang. Sebanyak 47 bidan berhasil memeriksa 1.471 ibu hamil dan mendeteksi 991 ibu hamil berisiko.

Faktor risiko kehamilan yang terdeteksi menggunakan TeleCTG antara lain anemia, kehamilan terlalu dekat, serotinus (kehamilan lewat waktu), kurang nutrisi dan kehamilan usia tua.

“Dulu hanya melakukan pemeriksaan antenatal care tanpa alat. Dengan alat ini kalau ada denyut jantung janin tidak normal akan memberi alarm masalah, dan hasil tersebut langsung tercatat di puskesmas secara real time. Bagi kami di pelosok, teknologi ini sangat membantu. Kami berhasil menurunkan angka kematian ibu dari sebelumnya 10 jiwa menjadi 5 jiwa,” tutup Mariana. (jie)