Mendeteksi Demensia, Periksakan Fungsi Otak
demensia_memeriksa_fungsi_otak

Mendeteksi Demensia, Periksakan Fungsi Otak

“Banyak orang rutin medical check-up setiap tahun. Tapi, semuanya lupa untuk check-up fungsi otak,” sesal dr. Gea Pandhita, M.Kes, Sp.S, dari RS Pondok Indah – Bintaro Jaya. Deteksi rutin otak bisa menemukan gangguan kognitif di awal, sebelum masuk ke kondisi demensia yang sudah mengganggu fungsi sosial/pekerjaan.

Deteksi rutin otak dirumuskan oleh dr. Gea dengan skrining ABCDE. A: activity daily living, B: balance, C: cognitive, D: disease and risk factor, dan E: emotions. “Ini bisa dilakukan rutin dan biayanya tidak besar,” imbuh dr. Gea. Ia tengah mengembangkan alat diagnostik sederhana, yang bisa digunakan di fasilitas kesehatan primer. Ini dikombinasi dengan pemeriksaan fisik neurologis dan pemeriksaan neuropsikiatri, dibuat dalam bentuk algoritma. Dengan pemeriksaan singkat (5-7 menit), bisa sangat membantu dokter di Puskesmas, dengan sensitivitas sekitar 80%.

Baca juga: Membedakan Lupa Biasa dan Lupa karena Demensia

Pemeriksaan fungsi otak seharusnya menjadi pemeriksaan rutin, yang dilakukan berbarengan dengan medical check-up. Baik dr. Gea maupun Dr. dr. Yuda setuju, MRI tiap tahun tidak efektif karena sangat mahal. Tidak semua orang bisa mengaksesnya.

Yang perlu dilakukan adalah tes fungsi otak. “Sama seperti kita melihat fungsi ginjal, melalui ureum dan kreatinin. Untuk melihat struktur ginjal dengan USG, struktur otak dengan MRI. Untuk menguji fungsi otak, dengan tes skrining,” papar Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S.

Baca juga: Demensia Vaskular yang Mengintai Usia Produktif

Ada banyak pemeriksaan yang dilakukan, untuk menilai fungsi otak. Untuk menilai fungsi memori, dilakukan tes memori. Misalnya, pasien diminta mengingat beberapa nama benda, lalu dilakukan tes lain. Lalu diminta menyebutkan nama-nama benda yang tadi diucapkan. Atau diminta mengingat tiga nama benda, kemudian ditingkatkan makin banyak.

Untuk menilai atensi, misalnya dengan meminta pasien mengetukkan tangan tiap kali mendengar suatu kata. Atau berhitung mundur. Menilai fungsi eksekutif misalnya dengan tes menggambar jam. “Misalnya, diminta menggambar jam 10 lewat 10. Orang yang fungsi eksekutifnya terganggu, bisa menggambar jarum panjang dan jamurm kecil sama-sama di angka 10, dan tidak sadar bahwa gambarnya salah,” tutur Dr. dr. Yuda.

Tes lain misalnya tes menelusuri jejak secara bergantian. Yakni meminta pasien menghubungkan titik-titik dari A ke angka 1, lanjut ke B lalu angka 2, lanjut ke C, dan seterusnya. Mereka dengan gangguan fungsi eksekutif, tidak bisa melanjutkan titik sebagaimana mestinya.

 

MoCA-INA (Montreal Cognitive Assessment versi Bahasa Indonesia)

Tes ini menjadi terkenal setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjalaninya. Ada yang mencurigainya mengalami demensia, karena kerap mengambil keputusan yang kontroversial. MoCa adalah pemeriksaan skrining 10 menit terdiri atas 30 pertanyaan, yang secara singkat menilai memori, atensi dan konsentrasi, kontrol dan regulasi diri, dan kemampuan mental lainnya. Termasuk di antaranya tes menelusuri jejak secara bergantian, menggambar jam dinding dan kubus untuk menilai kemampuan visuokonstruksional, menuliskan nama-nama binatang sesuai gambar, dan mengulangi kalimat. Nilai maksimal yakni 30. Nilai total >26 dianggap normal.

 AD8-INA

AD8 dikembangkan sebagai alat untuk membedakan tanda penuaan normal dengan demensia ringan. Tes ini mencakup delapan item untuk menguji memori, orientasi, penilaian dan fungsi. Tiap jawaban “Ya” bernilai 1, dan tidak/tidak tahu “0”. Total skor 0-1 berarti normal, dan >2 berarti ada gangguan kognisi. Tes ini berupa delapan pertanyaan, yang berlangsung hanya sekitar 3 menit, dan sensitif kultural. Antara lain apakah penderita merasa kesulitan dalam mengambil keputusan, tidak lagi menekuni hobinya, kerap mengulang-ulang pertanyaan, cerita atau pernyataan yang sama.

MMSE

MMSE (Mini-Mental State Examination) atau tes Folstein adalah kuesioner 30 poin, yang secara luas digunakan dalam klinis dan riset, untuk menilai gangguan kognitif. Tes ini juga digunakan untuk memperkirakan keparahan dan progresi gangguan kognitif, serta untuk mengikuti perubahan kognitif pasien seiring waktu. Gal ini menjadi cara efektif untuk mendokumentasikan progresi penyakit dan respon pasien terhadap pengobatan.

Ada delapan kategori yang meliputi: orientasi waktu, orientasi tempat, registrasi, atensi dan kalkulasi, mengingat, bahasa, repetisi, dan perintah yang rumit. (nid)

Baca juga: Inilah Langkah-Langkah untuk Mengurangi Risiko Demensia

____________________________________________

Ilustrasi: Pattern photo created by freepik - www.freepik.com