Teh (Camelia sinensis). Minuman ini sudah dikenal sejak berabad silam. Teh mulai dikenal di China pada masa Konfusius (551-479 SM), dan menjadi minuman nasional pada masa Dinasti Tang (618-906).
Dari China, teh dibawa menyeberang ke Jepang sampai ke Inggris, Belanda, Rusia dan akhirnya mendunia. Di Indonesia, khususnya masyarakat Jawa, mengenal teh tubruk – teh yang diseduh dan diminum tanpa disaring dengan rasa nasgitel (panas legi kentel atau panas, manis, kental).
Apa sebenarnya manfaat di balik secangkir teh? Ahli nutrisi dr. Carrie Ruxton, BSc, PhD, menyatakan bahwa teh memiliki efek antimikrobiologi (kuman penyebab flu dan infeksi) berkat kandungan polifenol di dalamnya.
“Polifenol dapat bertahan di mulut sekitar satu jam setelah diminum, sehingga memberi efek antibakteri di mulut. Polifenol bekerja dengan mempertebal dinding sel bakteri, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri. Ketika ditambahkan ke dalam antibiotik, zat ini membantu kerja antibiotik lebih baik,” terang dr. Carrie.
Baca juga : Teh Tingkatkan Fungsi Kognitif
Teh segar yang baru diseduh juga mengandung antioksidan. Kita bisa mendapat antioksidan dalam jumlah cukup dari secangkir teh hijau atau teh hitam yang diracik sendiri di rumah. Cukup waktu 3-5 menit untuk menyeduh teh, dan kandungan katekin es teh lebih rendah dibanding teh panas.
Katherine Tallmadge, MA, RD, LD dari American Dietetic Association mengatakan, “ Teh bisa menjadi pengganti kopi, karena memiliki kafein yang lebih sedikit. Dan polifenol bagus untuk kesehatan hati dan mencegah kanker.”
Teh hijau, Teh hitam, Teh putih
Jenis-jenis teh digolongkan berdasarkan warna: hijau, hitam dan putih. Ada juga yang disebut teh oolong.
Teh hijau. Dalam bahasa Jepang disebut ocha. Untuk membuat teh hijau, daun teh langsung diproses (dipanaskan /diuapkan) setelah dipetik, sehingga kandungan Epigallocatechin gallate (EGCG) – nya masih tinggi.
Berapa cangkir teh mesti diminum agar bermanfaat untuk kesehatan? Sebuah studi di Jepang melibatkan 500 wanita dengan kanker payudara stadium I dan II. Konsumsi teh hijau sebelum dan sesudah operasi, disimpulkan berhubungan dengan rendahnya kekambuhan kanker.
Penelitian di China menunjukkan, semakin banyak minum teh hijau, berhubungan dengan rendahnya risiko kanker usus besar, prostat dan pankreas. Dari sekitar 22 penelitian mengenai hubungan tingginya konsumsi teh hijau dan risiko kanker paru-paru menyimpulkan, 2 cangkir teh hijau/hari dapat menurunkan risiko 18%.
Teh hitam. Disebut juga teh merah karena cairannya berwarna kemerahan. Daun teh dibiarkan teroksidasi selama 2 – 4 minggu. Teh ini paling banyak dikonsumsi di Asia Selatan.
Polifenol dalam teh hitam mampu melindungi otak. Penelitian di Jerman mengungkapkan, teh hitam mampu melindungi proses pembentukan plak di otak yang memicu penyakit Alzheimer.
Sebuah penelitian melibatkan 3.400 orang dewasa di Arab Saudi, yang masyarakatnya dikenal suka minum teh. Ditemukan bahwa mengonsumsi teh hitam >6 cangkir/hari bisa menurunkan risiko penyakit jantung koroner di atas 50%.
Polifenol teh hitam bisa menurunkan tekanan darah dan mengurangi risiko stroke hingga 12%. Ini berlaku bagi yang mengonsumsi 3 cangkir/hari.
Teh putih. Dibuat dari pucuk daun yang tidak mengalami proses oksidasi dan sewaktu belum dipetik, dilindungi dari sinar matahari untuk menghalangi pembentukan klorofil. Menurut sebuah studi, teh jenis ini menunjukkan efek antikanker lebih tinggi dari pada teh yang sudah diproses.
Teh oolong. Ini teh semi fermentasi. Penelitan menunjukkan, antioksidan teh oolong dapat menurunkan level kolesterol “jahat” pada hewan uji. Salah satu jenis teh oolong, yakni Wuyi, diproduksi sebagai suplemen penurun berat badan. (jie)