Ini Dampak Cacingan Pada Anak dan Dewasa | OTC Digest

Ini Dampak Cacingan Pada Anak dan Dewasa

Sebagian besar orang beranggapan bahwa cacingan adalah penyakit orang ‘kampung’. Hidup di perkotaan otomatis terhindar dari cacingan. Ternyata pandangan ini salah.

Diperkirakan, seperempat penduduk dunia terinfeksi cacingan. WHO tahun 1996 memperkirakan, 1,4 milyar penduduk dunia terinfeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides), 1 milyar kemasukan cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan 1,3 milyar lainnya diterobos cacing tambang (hookworm). Belum lagi infeksi oleh jenis cacing lainnya.

Pada dasarnya, cacingan dapat menyerang siapa saja, termasuk orang dewasa, meski terbanyak usia 5-14 tahun. Sebagian besar cacingan ditemukan di daerah bersanitasi buruk, seperti pemukiman kumuh atau daerah penampungan.

Menurut dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD, KGEH, MMB dari RSCM, “Cacing dapat masuk ke tubuh melalui makanan yang tercemar larva cacing.” Atau, langsung masuk lewat pori-pori kaki, yang ditandai rasa gatal.

Bisa pula masuk setelah anak bermain tanah; larva cacing menyelip pada kuku jari tangan. Masuk lewat makanan, ketika kita tidak cuci tangan dengan bersih, kemudian memasukkan makanan  ke mulut.

Di dalam tubuh manusia cacing akan berkembang menjadi dewasa dalam waktu 15 - 28 hari. Kemudian, cacing betina bertelur di sekitar anus. Inilah yang  menyebabkan anus trasa gatal, terutama di malam hari.

“Jika anak menggaruk-garuk, telur tertempel pada jari dan bagian bawah kuku. Saat anak memasukkan tangan ke mulut, diulai lagi seluruh siklus cacingan,” katanya. 

Invasi juga bisa dengan cara menembus kulit, lalu masuk ke pembuluh darah balik (vena) menuju paru-paru. Ketika di paru-paru, muncul sindrom Loffler, membuat anak batuk-batuk seperti kena TB dan berdahak seperti asma.

Dampak cacingan bagi si kecil

Anak yang masih dalam masa tumbuh kembang, membutuhkan cukup gizi. Gizi yang “dibajak” oleh cacing, membuat proses tumbuh kembang anak terganggu.

Anak cacingan berisiko 3,7 kali bertubuh pendek (stunting) dan 1,5 kali menjadi kurang gizi. Jika anak juga menderita kurang darah (anemia), infeksi cacing akan membuat pertumbuhan anak terhambat.

Baca juga : Bahaya, Cacingan Sebabkan Anak Stunting

Cacingan biasanya ditandai dengan sakit perut, diare berulang dan kembung. Kerap pula muncul kolik / mulas yang tidak jelas dan berulang. Pada beberapa kasus ekstrim cacing yang sudah beranak-pinak, saking banyaknya bisa menggumpal berbentuk seperti bola. Bisa terjadi “erratic”, yakni cacing keluar lewat hidung atau mulut.

Orang dewasa bisa cacingan

Orang dewasa tidak kebal dari kemungkinan terinfeksi cacing. Orang dewasa yang cacingan biasanya terlihat lemah, letih dan loyo, sehingga produktivitas kerjanya menurun.

Menurut dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD, KGEH, MMB, cacingan pada orang dewasa biasanya disebabkan dari telur cacing yang tidak sengaja tertelan. Misalnya bersama sayuran, lalapan atau buah-buahan yang tidak dicuci bersih.

“Bisa juga dari ibu yang tidak tuntas membersihkan feses anaknya yang cacingan. Telur cacing diam-diam bersembunyi di kuku ibu dan masuk bersama makanan yang dikonsumsi,” katanya.

Pencegahan dilakukan dengan mencuci bersih sayuran dan buah-buahan mentah. Juga, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan. Pencegahan lain dengan cara - dewasa maupun anak-anak - minum obat cacing tiap 6 bulan sekali.

Bahaya cacingan

Baik pada anak-anak mau pun orang dewasa, cacingan bisa tidak sebatas menyerap nutrisi. Penderita yang terserang cacing cambuk, biasanya mengeluhkan nyeri di perut sebelah kiri dan diare kronis hingga dua minggu lamanya.

Sedangkan infeksi cacing gelang,penderita biasanya mengeluhkan gejala seperti yang terjadi pada penyakit maag yakni kembung, perih, mual dan muntah. Keluhan akan memburuk jika cacing naik ke empedu, dan menyumbat saluran empedu, menyebabkan jaundice atau menguningnya bagian mata yang berwarna putih.

“Kalau cacing kremi, paling membuat gatal-gatal di anus. Tapi, infeksi cacing tambang di usus 12 jari, bisa menyebabkan anemia. Lama-kelamaan Hb turun, membuat muka pucat dan badan lemas,” ujar dr. Ari. (jie)