Efektifkah Terapi Kejut Listrik Untuk Stroke? | OTC Digest

Efektifkah Terapi Kejut Listrik Untuk Stroke?

Beberapa hari ini kita disuguhkan dengan berita tentang Mat Solar yang terkena stroke. Tentang terapi stroke, salah satu yang fenomenal di lini massa media sosial adalah menggunakan kejut listrik. Efektifkah kejut listrik sebagai terapi stroke?

Terapi kejut listrik bertujuan agar saraf yang tersumbat terangsang kembali sehingga aliran darah kembali lancar. Menanggapi terapi kejut listrik tersebut, dr. Mohammad Kurniawan SpS(K), staf medis Divisi Neurovaskular & Stroke, Departemen Neurologi, FMUI-RSCM, menjelaskan kejut listrik bisa bekerja untuk jantung (bisa dikejutkan dengan listrik). Tetapi cara kerja otak berbeda, lebih banyak distimulasi oleh impuls-impuls kimia. 

“Terapi kejut listrik adalah cara alternatif yang belum ada bukti ilmiahnya. Kalau bicara terapi harus ada bukti ilmiah, penelitian dan logis atau tidak. Mekanisme penyebab stroke tidak berhubungan dengan listrik sama sekali,” ujarnya di sela-sela pemaparan hasil Studi XANAP : Kabar Baik Bagi Pasien Fibrilasi Atrium - Rivaroxaban Turunkan Angka Kejadian Stroke Dengan Tingkat Perdarahan Mayor Rendah, di Jakarta (20/9/2018).

Ia menambahkan, jika terapi listrik bisa menyembuhkan stroke, sifatnya masih testimoni. “Mungkin ia terkena TIA (transient ischemic attack) atau stroke ringan, yang adalah gejala pendahuluan stroke, di mana bisa sembuh dengan sendirinya,” kata dokter yang meraih gelar Master di bidang pengobatan stroke dari Danube University Krems, Austria tahun 2014 ini.    

Tentang terapi stroke iskemik (karena sumbatan) – sebagaimana ditulis dalam panduan tatalaksana stroke baik di Indonesia atau luar negeri – mencakup empat hal. Pertama, membuka sumbatan di otak. Menggunakan obat-obatan penghancur / pelarut gumpalan darah yang diberikan dalam 4,5 jam setelah serangan untuk hasil terbaik.

Atau memakai teknik trombektomi; dengan kateterisasi mengangkat sumbatan di pembuluh darah. “Waktu terbaik melakukan trombektomi adalah dalam 24 jam pertama setelah serangan,” tutur dr. Kuriawan.

Kedua, pencegahan stroke berulang. Yakni dengan mengatasi/mengendalikan faktor risiko. Stroke antara lain disebabkan oleh hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia, fibrilasi atrium (gangguan irama jantung; jantung berdetak tidak teratur), sindroma darah kental, dll.  

Ketiga, lakukan rehabilitasi / fisioterapi pada penderita stroke yang mengalami gejala sisa, seperti lumpuh salah satu sisi bagian tubuh.  “Fisioterapi akan memberikan hasil paling baik jika dilakukan dalam 6 bulan pertama,” imbuh dr. Kurnia. “Akupuntur juga membantu proses rehabilitasi. Ia membantu melancarkan peredaran darah dan menguatkan otot.”

Keempat, modifikasi gaya hidup; perbanyak aktifitas fisik, konsumsi makanan tinggi serat dan berhenti merokok.

Tusuk jari dengan jarum

Salah satu bentuk pertolongan pertama yang banyak dilakukan saat serangan stroke terjadi adalah menusuk jari-jemari agar tekanan darah berkurang.  

“Itu juga pandangan yang salah. Saat ditusuk pasien merasa kesakitan, tensi makin tinggi, bisa pecah pembuluh darah di otak. Atau ditusuk memakai jarum yang tidak steril, infeksi. Masalahnya bertambah,   stroke dan infeksi,” urai dr. Kurniawan.

Pertolongan pertama yang dianjurkan saat terjadi serangan stroke adalah segera bawa ke rumah sakit terdekat. Semakin cepat pasien dibawa ke rumah sakit (< 4,5 jam), kemungkinan untuk sembuh total lebih besar. (jie)