Penyakit difteri merebak lagi. Sejak Januari hingga Desember 2017, sebanyak 19 wilayah di Indonesia seperti Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Barat terjangkit difteri. Pemerintah pun menyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB) difteri.
Sebenarnya difteri adalah penyakit kuno yang muncul lagi. Tercatat pada tahun 1613, Spanyol adalah yang pertama mengalami epidemik difteri, dikenal sebagai El Año de los Garrotillos (tahun pencekikan). Seabad berikutnya, tahun 1735 difteri muncul di New England. Kejadian epidemik terus menyebar ke banyak bagian dunia, dengan korban ribuan jiwa. Baru pada 1883 Edwin Klebs, seorang ahli patologi berdarah German-Swiss berhasil mengidentifikasi bakteri penyebab difteri. Infeksi difteri menurun drastis di tahun 1924 setelah ditemukannya vaksin difteri. (Baca juga: Lindungi Anak dari Bahaya Difteri)
Difteri disebabkan oleh infeksi kuman Corynebacterium diptheriae yang menyerang saluran napas. Masyarakat perlu mewaspadai gejala yang muncul, karena tanda-tandanya tidak spesifik (mirip infeksi flu biasa). Awalanya pederita mengalami demam sekitar 38°C, nafsu makan menurun, lesu, nyeri menelan dan radang tenggorokan. Ingus (secret) hidung berwarna kuning kehijauan, dan bisa disertai darah.
Bisa disertai adanya pembengkakan kelenjar getah bening di leher, sehingga disebut mirip leher sapi (bull neck). Selain itu terjadi pula sesak napas disertai suara mendengkur. Dalam 3 hari bakteri C. diptheriace ini dapat merusak jaringan sehat dalam saluran napas. Membentuk selaput tebal (pseudomembran) berwarna putih keabu-abuan di tenggorokan. Ia tak mudah lepas serta mudah berdarah. Pseudomembran berisiko menghalangi jalan napas, sehingga penderita kesulitan bernapas dan berisiko meninggal.
Mengutip laman Ikatan Dokter Idonesia (idai.co.id), orangtua perlu segera membawa anak ke rumah sakit jika mendapati tanda-tanda di atas, khususnya anak berumur < 15 tahun. Untuk memutuskan rantai penularan, seluruh anggota keluarga serumah pun perlu melakukan pemeriksaan, mendapat obat yang harus dihabiskan untuk mencegah penyakit.
Pencegahan difteri dilakukan dengan imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus). Anggota keluarga yang telah dinyatakan sehat, perlu segera diimunisasi DPT. Apabila belum pernah mendapat DPT, diberikan imunisasi primer DPT 3 x, dengan interval masing-masing 4 minggu. (Baca Juga: Vaksin DTP Jangan Terlewatkan)
Bila imunisasi belum lengkap, dianjurkan melanjutkan imunisasi yang belum diberikan; tidak perlu diulang. Apabila telah lengkap imunisasi primer (<1 tahun) perlu ditambah imunisasi DPT ulangan 1x. IDAI menegaskan, imunisasi adalah perlindungan terbaik terhadap kemungkinan tertular penyakit difteri.
Difteri sangat gampang menular melalui percikan droplet (ludah) di udara, tidak hanya dari penderita saja, namun juga dari karier. Baik anak maupun dewasa yang tampak sehat kepada orang-orang di sekitarnya. (Baca juga: Menikah, Persiapkan Kehamilan dengan Vaksinasi). Anak-anak adalah yang paling rentan terserang difteri, demikian juga orang dewasa yang sistem imunnya turun. (jie)