Virus Corona, Apa Yang Terjadi Pada Tubuh dan Apakah Pria Lebih Berisiko? | OTC Digest

Virus Corona, Apa Yang Terjadi Pada Tubuh dan Apakah Pria Lebih Berisiko?

Transmisi novel Virus Corona terjadi sangat. Sejak pertama kali dilaporkan pada Desember 2019 di China, tercatat sekarang sudah menyebar di 28 negara. Data resmi yang dikeluarkan oleh Komisi Kesehatan Nasional China menyatakan virus corona baru ini menginfeksi hingga 28.018 orang, menyebabkan 564 kematian, dengan 1.153 orang berhasil sembuh.

Pertanyaan-pertanyaan mengemuka tentang virus baru ini: bagaimana ia menyerang tubuh? Siapa yang lebih rentan terinfeksi dan meniggal? Dan bagaimana perawatannya?

Dalam tulisan yang dipublikasi di jurnal medis The Lancet terbaru dipaparkan bagaimana virus ini menginfeksi organ paru pada 99 pasien yang dirawat di Jinyintan Hospital, Wuhan, China.

Pada kasus infeksi novel virus corona, semua pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut menderita pneumonia (radang paru-paru yang menyebabkan kantung-kantung kecil tempat pertukaran oksigen terisi cairan).

Terdapat dua laporan kematian pertama terkait pneumonia ini, pasien usia 61 tahun dengan penyakit penyerta, yaitu penyakit lever kronis dan tumor abdomen (perut).

Kematian kedua terjadi pada pria berusia 69 tahun, juga akibat pneumonia berat, yang sudah mendapat perawatan alat bantu mesin ECMO (extra-corporeal membrane oxygenation). Ia meninggal akibat pneumonia parah dan shock sepsis ketika tekanan darahnya anjlok.

Menurut Dr. dr. Erlina Burhan, Msc, SpP(K), dari Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), ada yang disebut cytokine ‘storm’ (badai sitokin). Saat ada interaksi antara sistem imun dengan virus, sistem imun akan mengeluarkan perangkat-perangkat anti-inflamasi (sitokin).

“Saking padat/banyaknya sitokin membuat paru menjadi sesak. Peradangan di paru yang semakin berat akan menyebabkan sepsis, atau keracunan yang meluas. Menyebabkan disfungsi organ-organ lain, kemudian tejadi shock di sistem tubuh, dan akhirnya meninggal,” terang dr. Erlina.    

Pria lebih berisiko?

Dalam laporan tersebut, dari 99 pasien yang rata-rata berusia 56 tahun, 67 di antaranya adalah pria. The China Centers for Disease Control and Prevention menyebutkan perbandingan angka infeksi yang lebih tinggi antara pria dan wanita, yakni 1,2 : 1,0.

Lantas apakah pria lebih berisiko terinfeksi virus corona? Dalam analisanya the Lancet menjelaskan, setidaknya ada dua alasan mengenai perbedaan infeksi dan gender tersebut.

Pertama, dari aspek sosial dan kultural, pria lebih rentan untuk terpapar virus tersebut di awal outbreak terjadi. Kedua, pria secara alamiah lebih mudah menderita penyakit yang parah dan membutuhkan perawatan di rumah sakit.

Mengenai hal tersebut dr. Erlina berkomentar, virus corona untuk bisa melekat ke tubuh manusia membutuhkan peran reseptor yang ada di saluran napas dan saluran cerna. Reseptor tersebut lebih banyak pada laki-laki.

“Selain itu mobilitas pria lebih tinggi daripada wanita (sehingga lebih gampang terpapar virus). Dan sebagian besar perokok adalah pria, di mana asap rokok akan melemahkan sistem pertahanan di saluran napas,” terangnya.

Penjelasan lain kenapa kasus pada wanita lebih sedikit – walau hanya selisih 0,2- adalah akibat perlidungan dari kromosom X dan hormon seks wanita, yang berperan penting dalam imunitas tubuh.  

Penyakit penyerta

Sebagian dari 99 pasien dalam laporan tersebut diketahui memiliki penyakit penyerta lain yang membuat daya tahan tubuhnya berkurang.

40 pasien dilaporkan mengalami lemah jantung atau kerusakan pembuluh darah jantung, akibat penyakit jantung, gagal jantung atau stroke. 12 orang lainnya diketahui menderita diabetes.

“Mereka dengan sistem imun lemah seperti lansia dan balita lebih rentan menderita pneumonia, walaupun dalam kasus virus corona ini jarang sekali terjadi pada anak-anak. Mereka yang merokok, kurang istirahat, terlalu sering begadang juga menjadi lebih rentan,” tambah dr. Erlina.

Pneumonia umumnya menimbulkan gejala seperti demam, lemas, batuk kering dan sesak napas. Beberpa kondisi ditemukan lebih berat, terutama pada orang usia lanjut atau memiliki penyakit kronis (sudah berlangsung lama) yang menurunkan daya tahan tubuh.

CDC meyakini pada saat ini bahwa gejala novel virus corona dapat muncul dalam 2 – 14 hari setelah paparan (masa inkubasi). Ini didasarkan pada yang telah dilihat sebelumnya sebagai masa inkubasi virus MERS.

Walau penyebarannya sangat cepat, kemungkinan virus corona baru ini menyebabkan kematian terhitung kecil, yakni sekitar 2%. Angka tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan SARS yang mencapai 50% dan flu burung hingga 80%. (jie)

Baca juga : 5 Hoax Seputar Penyebaran Virus Corona Yang Perlu Anda Ketahui