Pil Anti-Androgen | OTC Digest

Pil Anti-Androgen

Hiperandrogen tidak hanya mengganggu penampilan karena wajah berjerawat. Kesuburan dan kesehatan jantung-pembuluh darah ikut terganggu. Pengobatan disesuaikan dengan penyebabnya. Bila ada masalah atau kelainan pada tiroid, adrenal atau ada tumor, perlu ditangani. Misalnya pengangkatan tumor pada ovarium dan/atau adrenal, yang melepaskan androgen. Bila tidak ada kelainan pada organ tertentu, yang paling penting adalah mengurangi kadar androgen bebas yang berlebihan, sehingga keluhan yang ditimbulkannya reda.

“Salah satu pilihannya yakni obat anti androgen,” ujar Dr. dr. Budi Wiweko, Sp.OG-KFer yang praktik di Klinik Yasmin RSCM Kencana. Anti androgen yang sering digunakan yakni pil kontrasepsi kombinasi (estrogen dan progestin). “Estrogen akan meningkatkan produksi protein pengikat androgen di hati,” katanya. Bila SHBG meningkat, makin banyak androgen yang akan diikat sehingga kadar androgen bebas turun.

Adapun progestin (progesterone sintetis) bekerja langsung sebagai anti androgen. Progestin yang terbukti memiliki efek anti androgenik kuat yakni cyproterone acetate (CPA). CPA mampu menekan aktivitas androgenik di tubuh, dengan cara mencegah androgen berikatan dengan reseptornya, serta menekan biosintesis androgen.

Pengobatan dengan pil kontrasepsi juga menjadi terapi utama, pada sindrom ovarium polikistik (PCOS). Selain memiliki efek anti androgen, pil kontrasepsi kombinasi dapat menstabilkan dan menyeimbangkan kadar hormon sehingga siklus haid menjadi teratur. Bagi yang ingin mempersiapkan kehamilan, pengobatannya berbeda. “Akan diberi obat untuk membesarkan sel telur, dan ibu bisa hamil normal,” ujar Dr. dr. Iko.

Pengobatan untuk PCOS perlu terus dilakukan. Memang, siklus haid bisa teratur setelah mengonsumsi pil kontrasepsi selama beberapa bulan. Namun, hormon bisa kembali tidak seimbang dan keluhan haid tidak teratur kembali muncul. “Pada pasien PCOS, obat perlu diminum seumur hidup,” ucapnya.

 

Terapi pendukung

PCOS kerap disertai resistensi insulin. Kondisi ini perlu ditangani dengan baik, agar tidak berkembang menjadi diabetes mellitus tipe 2. Dokter akan menyarankan untuk memperbaiki pola makan dan melakukan olahraga rutin. Dokter mungkin juga akan meresepkan obat anti diabetes oral seperti metformin. Selain mengontrol kadar gula darah dan insulin, metformin dapat menjaga kadar androgen.

Terapi pendukung diperlukan untuk mengatasi keluhan lain akibat hiperandrogen. Misalnya, untuk mengatasi pertumbuhan bulu berlebihan dengan cara waxing, mencabut atau mencukur.

Untuk mengatasi jerawat, anti androgen biasanya baru diberikan bila jerawat tak kunjung membaik dengan pengobatan biasa. Kebersihan wajah perlu dijaga ditambah memakai obat lain yang diberikan dokter, baik obat oles maupun oral (yang diminum). (nid)