Pasien penyakit langka dan dokter harus berkutat menghadapi keterbatasan akses terhadap orphan drug/food. Obat yang tidak tersedia di Indonesia ini bisa didapat dengan akses khusus. Sangat sulit karena distributor obat ini tidak ada di Indonesia. “Saya cari tahu sendiri dan mengontak langsung perusahaan itu,” ujar Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K) dari FKUI/RSCM, Jakarta.
Untuk memperoleh orphan food lebih sulit lagi. Di Indonesia, susu dianggap makanan biasa. Sedangkan orphan food makanan khusus, dibuat untuk penyakit tertentu dan hanya boleh diresepkan oleh dokter ahli. Makanan khusus ini diproduksi sangat sedikit, sehingga seluruh dunia berebut. Nyawa pasien anak terancam bila terlambat mendapatkannya.
Produsen orphan drug/food ingin membantu pasien di Indonesia, malahn ada yang memberikan gratis. Namun, di Bea Cukai susu ini tak bisa keluar, karena belum ada surat izin. Butuh waktu berminggu-minggu hingga surat yang dibutuhkan selesai diproses. Meski dijelaskan bahwa ini darurat, Bea Cukai tidak berani meloloskan. “Mau marah kayak apa, tetap tidak bisa karena mereka terikat sistem. Meloloskan, mereka bisa kena sanksi. Peraturan yang harus diubah,” tegas Dr. dr. Damayanti. Telah dicapai kesepakatan bahwa proses perizinan orphan drug/food harus dipersingkat.
Ada lagi masalah pajak, membuat harga orphan drug/food sampai ratusan juta rupiah, karena dinilai sebagai barang mewah yang pajaknya 10%. Bila harga obat Rp. 3 miliar, pajaknya saja sudah Rp. 300 juta. Tahun 2015, dengan berdirinya Yayasan MPS & Penyakit Langka, obat bisa masuk tanpa dikenai pajak; tapi harus dibeli keluarga pasien karena belum ditanggung BPJS Kesehatan.
Hingga hampir dua dekade lalu, penyakit langka belum mendapat perhatian di Taiwan. Atas upaya dua orangtua yang anaknya berpenyakit langka, terbentuk Yayasan Taiwan Foundation for Rare Disorders pada 1999. Yayasan ini berhasil mengumpulkan donasi dari masyarakat, prusahaan dan pemerintah; sebagian besar digunakan untuk pelayanan pasien penyakit langka. Sejak tahun 2000, pemerintah mengeluarkan perlakukan khusus untuk pasien penyakit langka. Asuransi kesehatan nasional menanggung 70% biaya pengobatan dan 100% untuk pembelian suplemen nutrisi. Sejak 2006, semua bayi baru lahir diskrining untuk 20 penyakit langka.
Indonesia bisa mengikuti jejak Taiwan. Untuk menarik minat swasta, perusahaan yang mau membuat atau mengimpor orphan drug/food, bisa mendapat keistimewaan. “Mungkin dimudahkan semuanya. Persyaratan tidak rumit dan pajak dibebaskan sehingga harganya terjangkau. Ada tren ke arah sana,” ungkap Dr. dr. Damayanti.
Anak dengan penyakit langka memiliki hak yang sama untuk hidup dan mendapat pengobatan yang layak seperti anak lain. Pemerintah perlu membuat jalur khusus, agar mereka bisa tertolong. “Penyakit boleh langka, tapi harapan tidak boleh langka,” pungkas Dr. dr. Damayanti. (nid)
Baca juga: Penyakit Langka Ancam Anak-anak