Mencegah dan Mengontrol Alergi | OTC Digest

Mencegah dan Mengontrol Alergi

Berbagai penelitian menunjukkan, anak yang mendapat ASI (air susu ibu) eksklusif selama 6 bulan berisiko lebih kecil mengalami alergi. Usahakan untuk memberi si kecil ASI eksklusif, terutama bila ada riwayat alergi dalam keluarga. “Ini pencegahan primer,” tegas Prof. Dr. dr. Sofyan Ismael, Sp.A(K) dari FKUI/RSCM. ASI membantu mematangkan saluran cerna anak dan sistem imunnya, sehingga risiko alergi bisa ditekan.

ASI mengandung antibodi antibodi Imunoglobulin (Ig)A, yang akan membentuk lapisan pelindung pada mukus di usus, hidung dan tenggorokan bayi.Tanpa lapisan pelindung ini, dinding usus bisa mudah meradang dan jadi ‘bocor’ sehingga protein yang belum tercerna bisa keluar dari dinding usus dan masuk ke aliran darah; timbullah reaksi alergi. Ditengarai, alergi berhubungan dengan defisiensi IgA. ASI juga mengandung bifidus factor, yang akan memicu pertumbuhan bakteri yang bersifat probiotik seperti Bifidobacterium.

Selain itu, kandungan protein di dalam ASI sesuai dengan kebutuhan bayi, dengan rasio 40% whey dan 60% kasein. Ini membuat protein mudah dicerna. Sangat berbeda dengan protein susu sapi yang mengandung 60-80% kasein; lebih sulit dicerna oleh bayi sehingga bisa memicu reaksi alergi.

Ada anak yang diberi ASI eksklusif, tetap alergi. “Jangan-jangan ibu mengonsumsi makanan yang memicu reaksi alergi,” terang Dr. dr. Zakiudin Munasir, Sp.A(K) dari FKUI/RSCM, Jakarta. Bukan berarti ibu harus memantang semua jenis makanan yang bisa memicu alergi karena akan menurunkan mutu ASI dan membuat bayi tidak terbiasa dengan berbagai jenis makanan. “Ibu boleh pantang hanya makanan yang menimbulkan alergi pada bayi yang disusui,” imbuhnya. Selepas 6 bulan, tetap berikan ASI, dengan makanan pendamping yang bebas dari bahan alergi yang diderita si kecil.

Jaga agar rumah selalu bersih dan bebas asap rokok. Sebaiknya hindari penggunaan karpet tebal di rumah. Bila tetap menggunakannya, maka bersihkan setiap hari dengan vacuum cleaner. Ganti sprei, selimut dan gorden secara teratur, agar tidak menjadi sarang tungau debu rumah, pemicu pilek alergi.

 

Tahapan pengobatan

Bila gejala alergi sudah muncul, ada beberapa tahap pengobatan. “Pertama, menghindari pencetus,” ujar Dr. dr. Zaki. Sebisa-bisa, hindari semua faktor pencetus. Memang, agak sulit bila pencetusnya tungau debu rumah. Kebersihan rumah terutama yang bisa menjadi sarang tungau debu rumah harus sering diganti dan dijaga kebersihannya.

Bila faktor pencetus tidak bisa dihindari, mungkin diperlukan obat. Ada dua macam obat: yang menghilangkan gejala dan obat untuk pencegahan jangka panjang. Obat jenis pertama hanya diberikan saat timbul serangan alergi. Sedangkan obat kedua diberikan secara rutin selama periode waktu tertentu meski tidak ada serangan, dengan monitoring dokter untuk menilai keberhasilan. Misalnya pada pasien asma, ada obat yang bisa digunakan setiap hari untuk mengurangi iritasi dan pembengkakan saluran udara di paru-paru.

Pilihan lain yakni imunoterapi; yakni memberikan faktor pencetus alergi dalam dosis kecil yang sudah diatur, dan dinaikkan secara bertahap sedikit demi sedikit. Biasanya zat disuntikkan atau diletakkan di bawah lidah. “Harus dilakukan secara medis (dengan dokter). Berbahaya bila dilakukan sendiri,” ungkap Dr. dr. Zaki.

Secara teori, alergi tidak bisa disembuhkan, tapi bisa dikontrol. Upaya pencegahan dan mengatasi bila sudah timbul reaksi alergi, sangat diperlukan untuk mencegah alergi berkembang menjadi berat. (nid)

 

Bersambung ke: Susu Hipoalergenik