Diare bisa dialami siapa saja. Tapi, tidak selamanya diare itu buruk. Diare sebenarnya adalah mekanisme pertahanan tubuh, untuk mengeluarkan racun dari dalam tubuh dan dibuang keluar bersama dengan tinja yang encer.
Normalnya, makanan dan minuman yang kita konsumsi diproses di lambung, usus dua belas jari dan usus kecil. Kemudian, makanan dan cairan yang telah selesai diproses akan diserap oleh usus kecil dan usus besar, sehingga bentuk tinja makin lama makin padat. Diare terjadi jika ada gangguan di saluran pencernaan.
“Bisa akibat infeksi, pengeluaran cairan berlebihan, gangguan penyerapan atau karena gerakan usus yang terlalu cepat sehingga waktu penyerapan terganggu,” jelas Prof. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD, KGEH, dari FKUI/RSCM.
Selain bentuk tinja yang lembek atau cair dan meningkatnya frekuensi buang air besar (BAB) yang tidak wajar, diare bisa disertai berbagai gejala. Antara lain, tinja berlendir atau berdarah; perut mulas berkepanjangan; demam, terutama pada diare akibat infeksi; kembung; mual dan muntah; perut sering berbunyi; gejala kekurangan cairan tubuh (dehidrasi), seperti kulit kering, mata cekung, tubuh lemas.
Banyak penyebab
Pada diare akut (berlangsung kurang dari satu minggu) umumnya disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau parasit.
Penyebab lain seperti keracunan makanan, terutama makanan yang tidak disimpan dengan baik; kelebihan vitamin C atau konsumsi buah-buahan tertentu; konsumsi makanan yang asam, pedas, atau bersantan secara berlebihan; terlalu banyak minum kopi atau alkohol.
Atau karena efek samping obat, misal obat penurun kolesterol, antibiotik, antasida yang mengandung magnesium, obat anti radang.
Sedangkan untuk diare diare kronis (berlangsung lebih dari dua minggu), antara lain disebabkan oleh intoleransi makanan, seperti intoleransi laktosa, fruktosa, lemak; penyakit peradangan usus, antara lain colitis ulseratif (radang di usus besar) atau penyakit Crohn.
Bisa karena infeksi parasit; penyakit hormonal, misal hipertiroid; Irritable bowel syndrome (usus yang mudah terangsang); kanker usus dan radang pancreas. Atau karena penggunaan obat pencahar yang tidak wajar.
Bahaya diare
Pada saat diare menyerang, sebenarnya usus besar tidak hanya mengeluarkan air secara berlebihan tetapi juga mengeluarkan elektrolit. Kehilangan cairan dan elektrolit melalui diare, dapat menimbulkan dehidrasi (tubuh kekurangan cairan). Dehidrasi dapat dideteksi dari frekuensi buang air kecil (BAK) yang bekurang, kulit kering dan bila dicubit kulit tidak segera kembali ke kondisi semula, mata cekung dan tampak kering, serta lemas.
Dehidrasi antara lain dapat menimbulkan gangguan irama jantung dan menurunkan kesadaran pasien. “Jangan anggap sepele dehidrasi, kalau tidak diatasi segera, bisa menyebabkan kematian,” ujar Prof. Ari.
Mengganti cairan tubuh
Sebagian besar penderita diare, biasanya akan sembuh setelah beberapa hari tanpa melakukan pengobatan. Cukup hanya dengan memberikan cairan dan makanan. Pada orang dewasa, diare biasanya sembuh setelah dua hingga empat hari, sedangkan pada anak-anak, diare biasanya berlangsung lebih lama; antara lima hingga tujuh hari.
Menurut Prof. Ari, prinsip pengobatan diare adalah memberikan cairan untuk mencegah dehidrasi dan mengatasi penyebab diare. Penderita diare harus mengonsumsi cairan lebih banyak dari biasanya, untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang.
Cairan yang dikonsumsi sebaiknya dicampur dengan elektrolit untuk menyediakan garam yang dibutuhkan dan sejumlah nutrisi. Oralit adalah pengobatan pilihan utama, yang terbukti mampu menyelamatkan jiwa penderita diare.
Oralit mudah larut dalam air dan berfungsi untuk menggantikan garam, glukosa dan mineral yang hilang dalam tubuh akibat diare. Jika tidak ada oralit kemasan, cairan oralit dapat dibuat sendiri. Caranya dengan melarutkan satu gelas (200 ml) air matang dengan satu sendok kecil gula dan ¼ sendok kecil garam. Oralit diminum setiap kali setelah BAB dan setelah 3 jam diare.
Selain oralit, untuk kasus diare pada anak, badan kesehatan dunia WHO menetapkan kebijakan dalam hal pengobatan diare. Yaitu dengan pemberian oralit dan zinc selama 10-14 hari. Hal ini didasarkan pada penelitian selama 20 tahun (1980-2003), yang menunjukkan bahwa pengobatan diare dengan pemberian oralit disertai zinc, lebih efektif dan terbukti menurunkan angka kematian akibat diare pada anak-anak sampai 40%.
Zinc dapat membantu memperbaiki sel epitel usus, membantu menyerap natrium di usus sehingga membantu terjadinya penyerapan air. Juga mencegah keluarnya klorida dari tubuh. Selain itu, zinc meningkatkan sistim kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah risiko terulangnya diare selama 2-3 bulan, setelah anak sembuh dari diare. (puj)