Bubur Saring Bukan Berarti Disuapi | OTC Digest

Bubur Saring Bukan Berarti Disuapi

Manfaat maupun risiko BLW belum dibuktikan melalui studi yang mumpuni, sehingga tidak bisa dikatakan dengan tegas bahwa BLW benar bermanfaat, atau BLW berbahaya. “Semua yang diungkapkan baru sebatas diduga,” ujar dr. Lucia Nauli Simbolon, Sp.A dari RSAB Harapan Kita, Jakarta. Sebagai dokter anak, ia tetap menyarankan metode konvensional, yang sudah terbukti aman dan bermanfaat, serta sesuai dengan guidelines dari Organisasi Kesehatan Dunia WHO dan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia).

Panduannya yakni makanan cair (ASI eksklusif) usia 0 – 6 bulan. Selanjutnya mulai diperkenalkan MPASI (makanan pendamping ASI). “Pemberian MPASI harus tepat waktu. Tidak boleh terlalu cepat dan tidak boleh terlalu lambat, karena akan berpengaruh pada kemampuan oromotoriknya,” tegas dr. Lucia.

Pada metode konvensional, MPASI dimulai dengan bubur saring, hingga usia 8 bulan. Ibu bisa membuat nasi tim dengan hari ayam dan bayam misalnya, lalu disaring dengan sedikit tambahan air. Tidak perlu banyak-banyak, hanya untuk mempermudah proses penyaringan bubur.

Perlu diperhatikan, memberikan bubur bukan berarti menyuapi bayi. “Yang betul itu ibu dan bayi duduk bersama, makan bareng,” terangya. Ajari bayi cara memegang sendok, dan contohkan bagaimana cara menggunakannya. Bayi memiliki refleks imitatif, “Lama-lama dia akan meniru.”

Jangan berharap bahwa bayi bisa langsung menyendok dan menyuap sendiri makanannya. Di awal, pasti berantakan. Ibu harus banyak bersabar dalam proses ini. Bila makanan yang masuk cuma sedikit, pada akhirnya booleh disuapi. Namun tetap amati reaksinya. Bila bayi menunjukkan tanda kenyang misalnya memundurkan tubuhnya,maka  jangan memaksanya menghabiskan makanan. Pelan-pelan, terus ajari ia makan sendiri. “Bayi kan nggak langsung pintar. Tiap anak pasti beda,” tegas dr. Lucia.

Masuk usia 9 – 10 bulan, makanan bisa ditumbuk, lalu 10 – 12 bulan dicacah. Usia >12 bulan, diharapkan anak sudah bisa makan makanan keluarga. Jangan khawatir bila pada usia tersebut gigi bayi belum lengkap. Buatlah penyesuaian, misalnya tekstur nasi disiapkan lebih lunak, ayam dan daging disuwir-suwir. Memang belum terbukti secara ilmiah bahwa BLW meningkatkan risiko tersedak atau invaginasi. “Namun, pemberian makanan secara bertahap dari lunak ke makanan padat, akan mempermudah penyerapannya di usus,” terang dr. Lucia.

 

Metode kombinasi?

Bolehkah metode konvensional dikombinasi dengan BLW (Baby-Lead Weaning)? Pertanyaan ini cukup sering dilontarkan. Dijelaskan oleh dr. Lucia, “Metode BLW artinya melewatkan metode konvensional, yaitu meniadakan makanan halus. Metode konvensional dan BLW merupakan dua hal berbeda. Tidak ada istilah mixing (kombinasi).”

Mungkin yang dimaksud kombinasi yakni memberikan bubur saring saat mulai MPASI, tapi juga mengajarkan bayi untuk mulai memegang sayur atau buah sendiri. Ini tetap disebut metode konvensional, bukan mixing. Menurut dr. Lucia, hal ini boleh saja dilakukan. Sayuran kukus atau buah potong bisa menjadi pengganti teether (gigitan) bayi di usia 8 bulan, saat lidah bayi sudah bisa menggeser makanan.

Hal ini diamini oleh drg. Andria Diarti, Sp.KGA, “Pemberian finger food sangat tepat karena tekanan akan merangsang pertumbuhan gigi.” Teether juga berguna untuk menyalurkan rasa tidak nyaman atau gatal saat gigi mau tumbuh. “Saat gigi mau tumbuh, bayi suka gemas dan gigit-gigit. Finger food bisa berperan,” tambahnya.

Baik drg. Andria maupun dr. Lucia sama-sama mengingatkan ibu untuk selalu waspada saat memberikan finger food. “Takutnya makanan tergigit sampai putus dan ukurannya besar, bisa tersedak,” jelas drg. Andria. Finger food bisa diberikan sebagai camilan. Makanan utamanya tetap bubur saring atau makanan agak padat, sesuai usianya.

Seandainya anak diberikan BLW tapi ternyata gizinya tidak mencukupi, lalu orangtua memutuskan untuk mencoba metode konvensional. Makanan apa yang harus diberikan? “Tetap kita lihat dulu usianya,” ucap dr. Lucia. Pemilihan makanan mengikuti ketentuan jenis makanan berdasarkan range usia pada metode konvensional. Juga disesuaikan dengan kemampuan oromotorik anak. Selain itu dilihat, sejauh mana anak menelan makanannya saat BLW; ini berkaitan dengan kesiapan si anak menerima makanan.

 

Tanda-tanda bayi siap makan

Apapun metode yang dipilih, MPASI harus diberikan saat bayi sudah menunjukkan tanda-tanda siap makan. Antara lain refleks ekstrusi (menjulurkan lidah) sudah berkurang, lidah sudah bisa mendorong makanan ke belakang. Kepalanya sudah tegak, bisa duduk tanpa atau dengan sedikit bantuan. Tanda ini biasanya muncul di usia 6 bulan.

“Bila bayi belum bisa duduk usia 6 bulan, ini warning sign. Harus dicari ada kelainan apa,” jelas dr. Lucia. Harus segera dilakukan terapi. Selama periode terapi, MPASI tetap harus mulai diberikan. Pangkulah bayi untuk duduk, lalu suapi bubur saring dengan perlahan.

Adapun tanda kesiapan secara psikologis misalnya bayi mulai meniru (imitatif), sehingga bisa mengikuti gerakan makan. dia sudah mandiri dan menunjukkan tanda eksplopratif, dan menunjukkan keinginan makan dengan cara membuka mulut. “Lihat sinyal laparnya. Misalnya saat dipancing makanan dia memajukan tubuhnya, mungkin itu tandanya dia tertarik,” papar dr. Lucia.

Lakukanlah pendekatan responsive feeding. Hindari distraksi/gangguan (misalnya gadget) saat makan. “Sekarang, banyak anak diberikan gadget supaya teralih dan menganga mau makan. ini tidak pas dan tidak disarankan,” tegasnya. Yang pasti, makan harus terjadwal dan dilakukan dalam lingkungan yang menyenangkan.

Baik metode konvensional maupun BLW prinsipnya sama, tidak boleh ada pemaksaan. Bila anak menunjukkan tanda-tanda tidak mau makan atau dalam 10 – 15 menit ia tidak mau makan, maka akhiri saja.  Jangan beri ia makanan apapun, lalu tawarkan kembali untuk makan 2 – 3 jam kemudian. Harapannya, anak sudah merasa lapar dan mau menerima makanan.

Yang pasti, dorong anak untuk makan sendiri, dengan “dipancing”. “Kita makan dari piring kita, anak makan dari piringnya. Dia akan meniru. Idealnya makan itu bersama-sama,” tandas dr. Lucia.

Ia melanjutkan, “Metode pemberian makan anak itu hak prerogatif orangtua sepenuhnya.” jelas dr. Lucia. Pilihan kembali ke ibu. Pelajarilah dengan teliti sebelum menentukan metode tertentu.  Sebelum menjalankan BLW, Andien terlebih dulu membaca bukunya sampai tuntas. Ia juga berkonsultasi dengan dokter anak yang mendukung BLW, sehingga ia paham betul bagaimana mengaplikasikannya, serta sudah menimbang baik-baik manfaat dan risikonya. Jangan hanya meniru atau sekadar ikut-ikutan tren tanpa benar-benar memahaminya. Salah-salah, kesehatan dan keselamatan anak jadi taruhannya. (nid)