obesitas di indonesia
obesitas di indonesia

1 Dari 3 Orang Dewasa Di Indonesia Obesitas, Konsumsi Minuman Manis Sangat Tinggi

Kasus obesitas di Indonesia semakin tinggi dari tahun ke tahun. Salah satu pemicu yang diketahui adalah tingginya konsumsi minuman/makanan manis masyarakat. 

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi obesitas di Indonesia adalah 21,8% dari total penduduk. Jumlah ini setara dengan satu dari tiga orang dewasa Indonesia mengalami obesitas. 

Wakil Menteri Kesehatan Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, SpPD-KEMD, PhD, mengungkapkan wilayah dengan penduduk obesitas tertinggi ternyata bukan Jakarta, melainkan daerah sekitarnya. 

“Studi menunjukkan angka obesitas di Jakarta tidak terlalu tinggi. Justru tertinggi di daerah penopangnya seperti Depok, Bekasi dan Tangerang,” ujar Prof. Dante kepada media.

Ia menambahkan, tingginya obesitas di daerah tersebut kemungkinan disebabkan oleh peningkatan pendapatan yang dibarengi dengan perubahan gaya hidup dan pola makan yang kurang sehat.

Obesitas menjadi faktor risiko terjadinya penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes melitus, jantung, kanker, hipertensi dan penyakit metabolik maupun non metabolik lainnya. 

Obesitas juga dianggap berkontribusi pada penyebab kematian akibat penyakit kardiovaskular (5,87% dari total kematian), diabetes dan ginjal (1,84% dari total kematian). Obesitas saat ini telah digolongkan sebagai penyakit yang perlu diintervensi secara komprehensif.

Obesitas berkaitan erat dengan konsumsi gula, garam, lemak berlebih. Khusus konsumsi gula, Riskesdas 2018 juga mencatat 5 dari 100 orang di Indonesia mengonsumsi gula lebih dari rekomendasi (50 g/hari; setara 4 sendok makan). Dengan wilayah tertinggi adalah Yogyakarta (16,9%).  

Perlu juga dipahami bahwa, tingginya konsumsi gula di Indonesia berkorelasi dengan tingginya kejadian diabetes. Bahkan, Indonesia menempati peringkat lima di dunia dengan kasus diabetes tertinggi di dunia dengan jumlah 19,5 juta kasus.

Prof. Dante juga mengungkapkan bahwa tingkat konsumsi minuman manis dalam kemasan (MBDK) masyarakat Indonesia sangat tinggi. Salah satu faktor tingginya konsumsi minuman manis kemasan, menurutnya karena harganya yang sangat murah dan akses yang mudah. 

“Di Indonesia sendiri data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) menunjukkan rumah tangga mengeluarkan Rp 90 triliun rupiah pada tahun 2022. Tumbuh sekitar 9 % dari estimasi nilai belanja nasional MBDK di tahun 2017,” ungkap Prof Dante.

Baca informasi nilai gizi makanan kemasan

Dalam kesempatan berbeda, Pratiwi Yuniarti Martoyo, STP, MP, selaku Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Muda, Badan POM RI menghimbau agar kita menerapkan prinsip gizi seimbang dalam kehidupan sehari-hari agar terhindar dari penyakit tidak menular, termasuk obesitas dan diabetes. 

“Untuk memastikan makanan yang kita konsumsi bergizi seimbang, makanlah sesuai dengan prinsip Isi Piringku dan membaca label gizi untuk menentukan pilihan makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi kita,” katanya dalam peringatan Hari Obesitas Sedunia, 4 Maret 2024 lalu.  

Makanan kemasan wajib mencantumkan setidaknya empat informasi nilai gizi dalam label kemasan. Yaitu jumlah sajian per kemasan, energi total per sajian, zat gizi (lemak, lemak jenuh, protein, karbohidrat (termasuk gula), garam (natrium)) dan persentase AKG (Angka Kecukupan Gizi) per sajian.

“Biasakan membaca Informasi Nilai Gizi (ING) sebelum membeli produk makanan atau minuman yang sesuai dengan kebutuhan gizi kita. Cermati dan batasi konsumsi gula, garam dan lemak sehari sesuai dengan anjuran dalam pesan kesehatan,” jelas Pratiwi.

Perlu diperhatikan, satu kemasan pangan dapat memiliki lebih dari 1 takaran saji atau dapat dikonsumsi lebih dari 1 kali waktu makan. Kandungan energi dan zat gizi yang tertulis adalah untuk satu takaran saji, bukan per kemasan.

Sebagai ilustrasi, jika Anda dianjurkan untuk membatasi konsumsi gula oleh dokter, tetapi ingin mengonsumsi minuman teh kemasan, cermati kandungan gula dalam tabel ING. “Kemudian pilih yang kandungannya lebih rendah,” pungkas Pratiwi. (jie)

Baca juga: Mungkinkah Gemuk Tapi Sehat? Ini Penjelasan Ahli