Tantangan Angkie Yudistia sebagai Ibu yang Berkebutuhan Khusus | OTC Digest
angkie_yudistia_ibu_kebutuhan_khusus

Tantangan Angkie Yudistia sebagai Ibu yang Berkebutuhan Khusus

“Kalau ingin sesuatu, tendang saja kaki Mama, agar Mama bangun.” Ini ‘mantra’ yang selalu dibisikkan Angkie Yudistia kepada putrinya, Kayla Almahyra Prasetyo, saat baru lahir. Ajaib. Sejak usia 0 bulan, Kayla sudah mengerti. Membantu mempercepat pemulihan Angkie dari periode baby blues yang sempat dialaminya. Kayla kini sudah berusia 3 tahun, dan Angkie tengah mengandung anak kedua.

Angkie Yudistia, perempuan hebat pendiri dan CEO Thisable Enterprise, memiliki masalah gangguan pendengaran. Maka, tidak bisa mendengar jeritan bayinya saat ingin susu atau minta ganti popok adalah salah satu kekhawatiran terbesarnya. Ia sungguh bersyukur, suaminya selalu ada untuknya, menjadi ‘telinga’ baginya.  

Masa kehamilan dijalani oleh Angkie dengan penuh sukacita. Tentu, ada kekhawatiran sebagaimana ibu muda yang mengandung anak pertama. “Apalagi sebagai calon ibu dengan keterbatasan telinga, wajar bila saya panik dan bingung. Antara siap dan tidak siap, terutama menjelang persalinan,” tulisnya di blog pribadinya. Beruntung, dokter kandungannya di sebuah RS besar di Jakarta, bisa memahami kekhawatiran Angkie, sehingga ia bisa melalui masa kehamilan selama 8 bulan dengan nyaman.

Baca juga: Angkie Yudistia, Pejuang Kesetaraan Hak Tuna Rungu 

Selewat 8 bulan, ia terpaksa berganti dokter karena memutuskan untuk melahirkan di Bogor, agar dekat dengan ibunya. Dokter demi dokter di berbagai RS di Bogor disambanginya, demi mendapatkan dokter yang benar-benar bisa membuatnya nyaman. Setidaknya, ia sampai  delapan kali ganti dokter, sampai merasa pas dengan dokter yang bersangkutan.

Bukannya ia lebay. “Saya mencari dokter yang paham berkomunikasi dengan orang tuli,” tegas peraih penghargaan Most Fearless Female Cosmopolitan 2008. Ini sangat penting terutama saat proses melahirkan nanti; dokter harus bisa membuat Angkie memahami instruksinya, agar tidak terjadi miskomunikasi. Syukurlah, ia akhirnya menemukan dokter yang ‘klik’.

Sayang, keinginannya untuk melahirkan secara normal pupus. “Waktu mau melahirkan terasa heboh, karena saya tidak boleh memakai alat bantu dengar. Jadi, saya tidak dengar dokter ngomong apa, apakah saya disuruh ngeden atau apa.” 

Setelah diinduksi sebanyak tiga kali selama 24 jam, tetap tidak ada kontraksi bahkan pembukaan pun tak kunjung bertambah. “Padahal sudah lewat due date. Usia kehamilanku sudah 41 minggu, atau 10 bulan 1 minggu,” ujarnya. Akhirnya diputuskan untuk mengambil tindakan sectio caesarean (operasi caesar), demi keselamatan bayi dalam kandungan Angkie.

 

Dag-dig-dug usai melahirkan

Memasuki ruang operasi, Angkie merasa gugup. Ruangan operasi yang dingin, alat-alat kedokteran yang tampak asing baginya, serta dokter dan perawat yang sibuk, menambah kegelisahannya. Ia coba menenangkan diri dengan membaca ayat-ayat suci Al-Quran dalam hati.

Tim dokter yang menangani operasi caesarnya patut diacungi jempol. Mereka sudah memahami kondisi Angkie. “Jadi, diinstruksikan kalau ingin menyampaikan sesuatu harus melepaskan masker, karena aku harus melihat gerakan bibir,” ucap Angkie.

Untuk mengurangi ketegangan Angkie, dokter anestesi menunjukkan foto-foto anaknya. Angkie pun membayangkan, anaknya akan secantik anak si dokter itu. Ini juga cara si dokter untuk membuat Angkie tetap terjaga, karena ia merasa ngantuk setela dibius, sedangkan ia tidak boleh tidur. “Dokter ahli anestasinya baik banget, ia nungguin dan ngajak ngobrol. Saya memperhatikan gerakan bibir dokter itu supaya tidak ketiduran,” katanya.

Pukul 10.27 pagi, 7 Februari 2015, lahirlah Kayla, dengan berat 3,6 kg dan panjang badan 52 cm. Angkie segera minta untuk mengenakan alat bantu dengarnya. “Oh, ini toh suara bayi. Satu lagi cita-cita saya terkabul: bisa mendengar suara anak saya,” kenang Angkie Yudistia.

Angkie sempat dihantui rasa takut bahwa tuli akan menurun pada buah hatinya. Ia pasrah.  Jika nanti si kecil lahir menderita tuna rungu seperti dirinya, apa boleh buat, itu mungkin sudah kehendak Tuhan. Dan ternyata, “Terima kasih Tuhan. Pendengaran anak saya normal.”

 

Si bawel Kayla

Kesulitan muncul saat Kayla belum lancar bebicara. Pelafalan ucapan oleh anak usia 1-2 tahun belum sempurna sehingga sulit dimengerti oleh Angkie. Tak jarang Kayla menangis karena ibunya tidak mengerti apa yang diutarakannya. Angkie mengajarkan si kecil Kayla untuk menggunakan bahasa tubuh. Cukup yang sederhana duu, misalnya menunjuk gelas bila mau minum.

“Suatu saat nanti kalau sudah besar, dia akan tahu kalau ibunya berkebutuhan khusus. Saya nggak mau dia malu atau benci dengan ibunya,” Angkie Yudistia mengungkapkan kekhawatirannya.

Namun rasanya Angkie tak perlu lagi mengkawatirkan hal itu. Justru, gadis kecilnya kini menjadi ‘telinga kedua’ bagi Angkie, seperti suaminya. “Kayla bawel sekali, dan ikut membantu saya. Ia akan menepuk bahu saya bila ada yang memanggil tapi saya tidak mendengar,” tuturnya.

Sesekali Angkie mengajak serta Kayla dalam berbagai kegiatannya. Tidak lain agar Kayla itu mengerti bahwa meski ibunya memiliki keterbatasn, tapi juga tetap bisa bekerja dan berkarya seperti ibu lainnya.

Dalam akun Instagramnya (@angkie.yudistia), tak jarang Angkie membagikan foto si rambut kriwil Kayla dan foto dirinya bersama Kayla. “Setiap hari aku selalu sering mengucapkan "i Love you Kayla" dan selalu dijawab "i Love You, Mamih" + lalu kita saling pelukan. Sepele ya, tapi ini moodbooster banget,” tulisnya di salah satu keterangan foto.

 

Subchorionic hematoma

Angkie Yudistia kini tengah mengandung anak kedua. Namun kehamilannya kali ini tidak semudah yang pertama. Dalam Instagramnya ia menjelaskan kondisi yang dialaminya: “Subchorionic Hematoma adalah akumulasi dari perdarahan yang terjadi dibawah membran chorion yang mengelilingi Embrio/janin. Hematoma Subchorionic juga dapat mengakibatkan terjadinya pelepasan Plasenta dari dinding rahim, sehingga dapat meningkatkan resiko keguguran”, begitu tulisnya.

Penggumpalan darah membuat janinnya belum sepenuhnya menempel ke dinding rahim, meski usia kandungannya sudah melewati trimester pertama. Ia bolak-balik mengalami kontraksi, hingga harus ke dokter setiap minggu.

Akibat kondisinya ini, ia sering kali harus bed rest selama berhari-hari. Kegiatannya keluar ‘direm’, sampai ia merasa bosan bekerja dari rumah. Keberangkatannya ke Swedia untuk mengikuti gelaran Stockholm Women In Tech pun terpaksa dibatalkan.

Semoga cepat pulih ya Angkie. Semoga baby-nya sehat terus dan kuat seperti mamanya. Doa terbaik selalu. (jie-nid)

________________________________

Foto diambil dari akun Instaram Angkie