Rohani Dg Tene, Pantang Menyerah meski Ditolak | OTC Digest

Rohani Dg Tene, Pantang Menyerah meski Ditolak

Penolakan kerap dialami di awal-awal masa tugasnya. “Rata-rata orangtua mereka berkata: dulu saya hamil dan melahirkan tidak periksa ke Puskesmas. Anak tidak apa-apa. Kan ada dukun bayi,” Rohani menirukan perkataan orangtua ibu hamil.

Tahun 1990-an, dukun bayi masih menggunakan alat-alat tradisional untuk menolong persalinan; memakai bambu yang ditajamkan untuk memotong tali pusat bayi. Akibat proses persalinan yang tidak higienis, risiko kematian ibu/bayi tinggi.

Rohani rajin mendatangi keluarga yang istri atau anaknya sedang hamil, lalu diajak periksa ke Puskesmas. Kalau ada ibu yang akan segera melahirkan, dibuat tandu darurat dan dibawa turun gunung.

“Jarak desa ke Puskesmas terdekat sekitar 5 kilo. Kami jalan kaki sekitar dua kilo, sekitar dua jam, sebelum sampai ke jalan yang bisa dijangkau kendaraan umum. Biasanya tandu diangkat anak saya dan keluarga mereka,” papar Rohani.

Tak hanya membawa ke Puskesmas. Rohani menunggui sampai proses persalinan selesai. Tak jarang ia dan keluarga pasien bermalam di Puskesmas sampai tiga malam. Ada yang ia antar pulang ke rumah jalan kaki sekitar 4 jam melewati hutan pinus. 

Pengabdiannya yang tulus pada kesehatan ibu hamil di desanya, membuatnya menerima penghargaan “Heroine of Health”. Ini penghargaan bagi wanita-wanita yang tak kenal lelah meningkatkan status kesehatan masyarakat di sekitarnya. Rohani Dg Tene adalah satu dari 13 orang dari 11 negara (Asia Afrika) yang mendapat penghargaan dari GE Healthcare, yang peduli pada kesehatan.

 

Kehilangan anak

Rohani tak mungkin melupakan anak keempatnya yang meninggal 24 hari pasca lahir, “Karena infeksi tali pusat.” Memahami derita kehilangan anak, membuatnya terpanggil menjadi kader Posyandu. Bukan honor Rp. 75 ribu/bulan sampai ia mau bersusah-susah melakukan ini. Rasa empatinya begitu besar pada ibu-ibu hamil di desanya. Kadang ia diberi oleh-oleh madu hutan sebagai tanda suka cita. 

Setahun setelah kehilangan anak ke empat (tahun 1997), ia kembali hamil. Kali itu tali pusat bayi sudah tak lagi dipotong dengan bambu, melainkan menggunakan pisau khusus yang diberikan bidan di Posyandu.  

“Saya diberi dua pisau untuk potong ari-ari (tali pusat). Pisau itu saya berikan ke dua dukun bayi,” tutur Rohani. “Saya beruntung, suami mendukung kegiatan saya. Kerap saat saya sedang masak atau cuci piring, ada orang datang butuh bantuan. Saya langsung lari, kerjaan di rumah saya tinggal. Suami yang lanjutkan masak,” ia tersenyum.

Senang, tentu, bisa mendapat penghargaan Heroines of Health ”Saya sangat bangga dapat terpilih sebagai penerima penghargaan ini,” katanya terharu.

Baginya, ucapan “terima kasih” sudah cukup membuatnya bahagia. Dan, adalah kebahagiaan yang tiada tara bila ia bisa membantu ibu hamil rutin periksa kesehatan dan mendampingi saat melahirkan, sehingga angka kematian ibu dan bayi bisa ditekan. (jie)