Dodi : Dikira Kanker, Tenyata Harus Potong Usus 40 Cm (Bagian 2) | OTC Digest

Dodi : Dikira Kanker, Tenyata Harus Potong Usus 40 Cm (Bagian 2)

Ia syok saat dokter menyatakan bahwa ia terserang kanker kelenjar getah bening. Ternyata ia mengidap radang usus, hingga ususnya harus dipotong. 

Ucapan dokter, “Membuat saya syok dan tentu saja jadi ngedrop.” Buru-buru ia memberi kabar kepada istri rumah dan kepada ibunya. “Ibu saya bilang: ndonga wae yo le (berdoa saja ya nak),” kenangnya. 

“Setelah itu saya searching di internet semua hal tentang kanker kelenjar getah bening. Penyebabnya apa, pencegahannya, seberapa cepat meningkat dari stadium satu ke stadium berikut, sampai kira-kira berapa lama lagi sisa usia saya.” 
 
Karena syok,  ia sampai tidak terpikir untuk mencari second opinion, atau mencoba pengobatan alternatif. Pokoknya, “Harus secepatnya ditangani, sehingga masalah ini segera selesai,” ujar pria kelahiran Kota Gudeg ini. 

Ia bersyukur karena tidak kena kanker getah bening, meski akhirnya ususnya harus dipotong. Setelah masa pemulihan operasi selama 2 minggu, pehobi barang-barang tua ini kembali bertugas. Kebetulan, saat itu Gunung Merapi di Yogyakarta kembali bergejolak hendak meletus. “Sempat paranoid juga, bagaimana kalau pas lagi liputan mendadak kebelet dan tidak bisa menahan, apalagi di daerah bahaya seperti itu,“ ia terkekeh. 

Sejak ususnya dipotong, selain jadi gampang lapar, ia gampang buang air besar (BAB) terutama setelah makan, apalagi makan pedas. 

Baca juga : Bagian 1

Usus merupakan organ pencernaan dan penyerapan nutrisi makanan ke dalam tubuh. Seseorang yang menjalani operasi pengangkatan (reseksi) usus, maka nutrisi yang diserap tubuh berkurang. Pada beberapa orang, seperti yang mengalami obesitas, operasi  sengaja dilakukan untuk menghambat penyerapan makanan, sehingga berat badan lebih cepat turun. Dodi sendiri, setelah ususnya dipotong,  tampak langsing dan cenderung kurus.

Dokter kurang informatif

Sesuai saran dokter, ia kini mengubah pola makan. Tidak ada makanan yang dipantang, hanya saja perlu diperhatikan kebersihannya. 

“Sekarang kalau jajan saya pilih warung yang kelihatannya bersih. Makan buah-buahan sebagai pengganti sayur, karena jarang bisa ketemu sayur jika makan di luar,” katanya. Kalau dulu seminggu sekali minum beer, ia berhasil tidak minum alkohol selama 6 bulan. Sekarang sedang berusaha mengurangi rokok. “Paling tidak, saya nggak ngerokok kalau di rumah,” ia tertawa. 

Olahraga mulai dilakukan lagi, minimal seminggu sekali main futsal, di samping ikut tren gowes alias naik sepeda. Istri mendukung dengan memasak tanpa penyedap makanan. Ia optimis kesehatannya akan baik-baik saja meski ususnya sudah dipotong sebagian. 

Ia bersyukur masih diberi kehidupan oleh-Nya. Yang agak disayangkan, “Dokter kurang memberikan informasi yang jelas kepada pasien. Kalau tidak ditanya, tidak menjelaskan. Ini banyak dilakukan dokter.” 

Apalagi waktu mau operasi. Sebagai orang awam, ia merasa wajar kalau bertanya apa yang harus disiapkan sebelum operasi, haruskah ia berpuasa. “Kata dokter, yang harus disiapkan adalah: uang. Dengan begitu, dokter memberi kesan bukan penyembuhan pasien yang diutamakan. Adalah tugas dokter untuk menjelaskan sejelas-jelasnya kepada pasien,” katanya

Di sisi lain, masyarakat Indonesia tidak biasa pergi ke dokter jika tidak sakit. Sehingga, seseorang tidak bisa memantau kondisi kesehatannya sendiri. “Check up medis belum membudaya di Indonesia.”  (jie)