Arie Ardian Priyadi, Cuci Darah Gara-Gara Soda (Bagian 1) | OTC Digest

Arie Ardian Priyadi, Cuci Darah Gara-Gara Soda (Bagian 1)

Pulang sekolah, Arie Ardian Priyadi yang duduk di bangku SMP, hari itu merasa sangat lelah. Orangtua membawanya ke dokter keluarga, dan kemudian dirujuk Prof. dr. Rully MA. Rusli, SpPD-KGH., ahli ginjal dan hipertensi di Bandung. Dilakukan tes, untuk melihat adanya protein dalam urine, peningkatan kadar ureum dan kreatinin – hasil metabolisme protein - dalam darah, juga anemia.

Diketahui bahwa ada masalah dengan ginjalnya. “Saya diminta membuat grafik harian selama seminggu. Makannya apa saja, tensinya jam segini berapa, nanti jam berikutnya berapa, kemudian dievaluasi,” papar Arie (40 tahun) yang saat diwawancara sedang melakukan hemodialisa (HD / cuci darah) di Rumah Sakit Khusus Ginjal Ny. RA Habibie, Bandung.  

Selama satu tahun, pola makannya dikontrol ketat. Sampai masuk SMA, kondisinya stabil tanpa keluhan. Suatu saat, hasil tes menyimpulkan Arie harus cuci darah karena fungsi ginjalnya tinggal 10%.

“Dunia seperti kiamat. Bayangan masa remaja yang suram menghantui. Aku menangis, menjerit-jerit malah, karena sebelumnya perkembanganku bagus,” kenang Arie.

Prof. Rully berusaha menenangkan dan menyatakan bahwa gagal ginjal bukan akhir segalanya. Masih ada upaya yang bisa dilakukan, untuk bertahan hidup.

Gara-gara soda

Di SMP, Arie punya seabreg kegiatan: Paskibra, pengurus OSIS, olahraga. Banyak beraktivitas, ia tidak mensuplai tubuhnya dengan cukup minum air putih; ia lebih senang minum soda.

Kelihatannya sepele, namun berdampak besar. Ia jadi gampang lelah, kalau makan lambat. Untuk menghabiskan sepiring nasi dengan lauk ayam, butuh waktu satu jam.

Tanggal 10 April 1994 adalah kali pertama ia cuci darah. Sebuah jarum kecil (cimino) di-implant di lengan kanan, sebagai “pintu” untuk menyambungkan selang berisi darah yang mau “dicuci”.

Sakit? Tentu, dibarengi sensasi mual dan pusing saat proses hemodialisa berlangsung. Jika tekanan darah turun, kondisi fisik ikut turun setelah HD. Selama 2 tahun pertama, pemantauan ekstra ketat dilakukan untuk mengukur kadar hemoglobin, kalsium, kalium, fosfor dan lainnya.

Masa awal hemodialisa adalah masa yang berat bagi Arie. Pola makan diatur, minum tidak boleh sembarangan karena minum air putih terlalu banyak membuatnya lebam. Ia juga tidak boleh kelelahan.

Makan ikan atau ayam harus ditimbang, disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Hampir semua buah terlarang jika dalam jumlah besar, terutama pisang dan apel. Hanya sawo dan pepaya yang tidak masuk hitungan. Harus ada asupan makanan tiap satu jam, dengan porsi kecil.

Jika bandel makan buah lebih dari takaran, terjadi hiperkalemia (kelebihan kalium) dan membuatnya sesak napas. Hiperkalemia juga menyebabkan gangguan irama jantung, bahkan bisa menyebabkan jantung berhenti berdetak.

Belum lagi jika asmanya kambuh, di mana jumlah obat yang dikonsumsi bertambah, membuat badannya tambah tidak nyaman. Ini sempat membuatnya rehat sekolah selama satu tahun, untuk memulihkan kondisinya.

Untuk pola makan sehat, sang ibu membawakan makanan dan snack buat bekal ke sekolah. Teman-teman memperlakukan Arie “istimewa” serba melayani Arie, yang  justru membuatnya merasa seperti “bayi”.

Menghindari pengobatan alternatif

Ketika Arie dinyatakan gagal ginjal, banyak yang memberi informasi tentang pengobatan alternatif. “Walau ingin mencoba, kami memilih konsultasi dulu dengan Prof. Rully,” ujar Ny. Emma Djuwita, ibunda Arie.

Prof. Rully menjawab, “Jangan, nanti malah tambah merusak ginjal.” Nah, seorang kolega diam-diam mendaftarkan Arie ke salah satu pengobatan alternatif. Arie diberi kapsul berisi minyak bumi, bersama pisang agar tidak terasa bau. Minumnya menggunakan air kelapa.

“Malam harinya, beberapa jam setelah makan obat itu, Arie gelisah. Ia seperti orang mau tenggelam, kehabisan napas dan minta teh manis. Pukul 3.00 pagi, Arie dibawa ke masuk rumah sakit dan kemudian menjalani cuci darah untuk pertama kalinya. 

Dari pengalaman itu, keluarga memilih jalan medis untuk Arie. “Paling ditambah  pijat refleksi, untuk melancarkan peredaran darah dan meningkatkan stamina Arie,” ujar Ny. Emma.

Bagaimana kelanjutan kisah Arie? Baca di bagian 2