Alexander Halim - Sehat dengan Teh Organik | OTC Digest

Alexander Halim - Sehat dengan Teh Organik

Usianya kepala 6, tekanan darahnya normal dan kondisinya perima. Ia meyakini, kesehatannya terjaga karena selalu minum teh organik.

Aroma teh tercium samar begitu kami memasuki kantor PT Harendong Green Farm di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Berbagai jenis teh yang sudah dikemas dalam plastik-plastik besar memenuhi sisi ruangan. Aroma teh hanya samar-samar tercium karena kemasannya tertutup rapat, untuk menjaga kualitas teh dan menghindari kontaminasi dari luar.

Di lantai dua, Alexander Halim menjabat erat tangan kami. CEO PT Harendong Green ini tampak nyentrik. Rambutnya yang memutih agak gondrong, diikat ke belakang. Penuh semangat ia berbicara tentang teh dan perkebunan teh organik yang dia kelola. Tak terkesan  sedikit pun bahwa usianya sudah 62 tahun.

“Ayo diminum tehnya,” ujarnya, saat seorang pegawai membawakan sepoci teh hangat dan cangkir-cangkir mungil. Teh oolong terasa ringan di tenggorokan, dengan sedikit rasa manis dan aroma bunga di dalamnya. Sedap sekali.

Kata Alex, ia tidak punya latar belakang agrobisnis. Setelah 25 tahun tinggal di Jerman, tahun 1994 ia kembali ke Tanah Air. Seorang paman memintanya bergabung di perusahaan temannya, yang bergerak dalam pembuatan filter udara. “Cocok karena sekolah saya dulu di bidang mesin. Tapi saya bilang, kerja paling lama dua tahun karena saya ingin membangun bisnis sendiri.”

Bisnis di bidang IT ia mulai tahun 1997, dan tetap berhubungan baik dengan paman maupun temannya. Tahun 2005, mereka menawari untuk mengelola perusahaan agrobisnis yang hendak dibangun. “Awalnya saya menolak karena perusahaan saya sedang berkembang pesat,” ujarnya.

Belakangan, Alex menyerahkan perusahaannya kepada sang adik, lalu bergabung ke perusahaan agorbisnis dan mengembangkan perkebunan teh organik. Tantangan bagi Alex, untuk berbuat sesuatu bagi orang lain. Lagi pula, “Kebun organik berarti berkontribusi kepada alam.” 

 

Teh organik

Ada dua jenis teh: assamica asal India, dan sinensis dari Tiongkok. Teh sinensis  diproduksi menjadi empat macam teh: teh hijau, teh oolong (light dan medium) dan teh merah (teh hitam). Teh dikemas dengan merk Banten Tea. Lainnya dijual ke berbagai negara (khususnya Eropa) dan mereka membuat brand sendiri. Alex satu-satunya produsen teh sinensis organik di Indonesia.

Alex belajar dan mencoba memahami betul seluk beluk teh. Kebetulan, bapak 2 anak dan kakek 2 cucu ini peminum teh sejak dulu. Tentang ilmu teh, ia learning by doing. Ia baca  literatur dan ikut berbagai pelatihan tentang teh di luar negeri.

Ia berusaha keras untuk mendapat sertifikat organik dari IMO. Kini, perusahaan yang dia kelola sudah mengantongi ketiga sertifikat organik, mulai dari perkebunan (pembibitan, pengelolaan, pemetikan), proses produksi (tidak dicampur wewangian dan bahan kimia lain), serta penjualan (hanya ke pasar yang menjual produk organik).

 Teh organik sehat karena tidak diberi berbagai vitamin dan pupuk kimia. Memang, pertumbuhan tanaman lebih lambat. Namun unsur hara, cacing dan mikroorganisme bermanfaat di tanah tetap terpelihara, sehingga perkebunan organik bisa terus ditanami hingga 80 tahun bahkan ratusan tahun. Pupuk dibuat sendiri. Kotoran sapi yang untuk pupuk diperiksa oleh IMO. Hewan-hewan tersebut harus dilepas, tidak boleh berada di kandang >8 jam/hari.

Pestisida alami dibuat dari tumbuh-tumbuhan seperti daun sirsak, sereh, cabai, bawang. “Sifatnya hanya menghalau atau membuat hama tidak nyaman, tapi tidak membunuh,” terangnya. Penyemprotan dengan pestisida nabati dilakukan 2-3 hari sekali, lebih sering ketimbang pestisida biasa. Bahan yang digunakan terus menerus diganti karena lama kelamaan, hama akan kenal dan tidak takut lagi. Tiap 2-3 meter terdapat tanaman lain, “Karena hama di pohon ini merupakan predator bagi hama pohon teh.” Misalnya kumbang, akan memakan kutu di daun teh. Tanaman berbunga seperti kaliandra, mengundang burung yang akan memakan hama pohon teh.

Harga teh organik lebih mahal ketimbang teh non organik, karena biaya pemeliharaan sejak teh ditanam, lebih mahal. Dan teh biasa umumnya mengandung kadar pestisida. Sedikit memang, “Tapi bila diminum setiap hari akan terakumulasi. Bisa di hati, ginjal dan lain-lain, dan perlahan-lahan akan merusak organ tersebut.”

Ia menyarankan, bila minum teh non organik sebaiknya jangan didiamkan terlalu lama. Makin lama direndam akan makin banyak pestisida keluar dari daun teh. Apalagi teh dalam kantung. “Seduh teh sesingkat mungkin, sehingga zat-zat kimia pada kantong teh tidak banyak terurai ke dalam minuman.”

 

Pecicilan

Alex tidak betah duduk di kantor. Ia biasa naik-turun bukit perkebunan teh seluas 40 hektar, untuk mencek kondisi perkebunan, menemani tamu atau kalau mau rapat. Ke mana-mana ia berjalan kaki, diselingi berenang, “Dulu main golf, sekarang sudah tidak ada waktu.”

Tidak ada diet khusus atau memantang makanan dan lebih banyak mengonsumsi ikan sebagai sumber protein, ketimbang ayam. “Daging merah jarang sekali,” tambahnya. Porsi sayur diperbanyak. Pola makan seperti ini sudah lama dijalankan bersama istri, sejak tinggal di Eropa.

Sadar bahaya yang mengintai dari penggunaan pestisida, sebisa mungkin ia menggunakan bahan pangan organik. Sayur dan beras organik relatif mudah ditemukan. “Telur juga tapi daging organik sulit.”

Tidak rutin cek kesehatan, “Saat periksa, hasilnya bagus. Tekanan darah normal.” Ia percaya, kesehatannya yang selalu terjaga karena ia turin minum teh organik. Seorang koleganya ada yang memiliki hipertensi; tekanan darahnya selalu di atas 175. “Sejak minum teh, turun. Itu efek dari polifenol,” ujar Alex.

Tiap macam teh memiliki khasiat sendiri. Teh hijau banyak mengandung asam amino; katekin belum berubah jadi polifenol karena porses oksidasinya singkat. “Baik untuk regenerasi sel dan mencegah kanker,” jelasnya. Teh oolong yang mengalami 45% oksidasi, memiliki sebagian aktekin dan polifenol. Teh ini baik untuk pencernaan, menjaga kadar kolesterol dan menstabilkan tekanan darah. Sedangkan teh merah yang mengalami oksidasi 100%, kaya akan polifenol. “Dalam jangka panjang, bisa membantu mencegah Alzheimer dan Parkinson.”

Alex sendiri paling suka teh oolong. “Selain aromanya enak, punya khasiat seperti teh hijau,” ucapnya. Bekerja di bidang teh, banyak teh yang harus dia coba; dalam sehari, ia bisa minum sekitar 1 liter teh, sehingga, “Pencernaan jadi lancar.” (nid)