Turun Berok bisa Dideteksi | OTC Digest

Turun Berok bisa Dideteksi

Ibu, bagaimana proses persalinan anak pertama? Apakah ketika pembukaan sudah lengkap, Ibu belum juga berhasil melahirkan sehingga perlu dibantu alat, misalnya vakum? Apakah  terjadi robekan pada otot di sekitar vagina, atau dokter terpaksa mengguntingnya agar bayi bisa keluar? Kondisi-kondisi tersebut adalah faktor risiko POP (prolaps organ panggul), yang kerap disebut turun berok atau hernia. Bisa terjadi gangguan pada saluran kemih atau otot anus, sehingga tidak bisa menahan buang air kecil (inkontinensia urin/ngompol) atau buang air besar. 

Faktor risiko lain yakni jika bayi besar (>3,5 kg), tubuh gemuk (IMT di atas 24), batuk kronis, dan sering mengangkat beban berat. Risiko meningkat jika ibu melahirkan di usia tua. Pada usia <35 tahun, risikonya 15-27%, dan pada >35 tahun mencapau 42%.

Ibu dengan kondisi tersebut, ada baiknya memeriksakan diri, apakah terjadi gangguan pada organ di daerah panggul. Dr. dr. Budi Iman Santoso, Sp.OG dari FKUI/RSCM, Jakarta, menyatakan idealnya pemeriksaan dilakukan setelah melahirkan anak pertama. “Bila diketahui  sudah ada gangguan, sebaiknya tidak melahirkan lagi secara normal,” tuturnya.

Pemeriksaan relatif sederhana dan tidak menyakitkan. Pertama, dokter akan melakukan anamnesis (tanya jawab) mengenai riwayat penyakit, serta berbagai faktor risiko seperti yang telah disebutkan. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik.

“Bisa dilakukan pemeriksaan penunjang, misalnya dengan USG,” ujar Dr. dr. Budi. Perlu pemeriksaan dengan USG 4 dimensi (4D), karena bisa direkam sehingga bisa dilihat berulang-ulang, untuk memastikan diagnosis. Dilakukan dengan USG translabial (pada bibir vagina). Selain melihat kondisi rahim, juga untuk melihat otot levator ani (otot di sekitar anus); apakah ada robekan, ataukah jahitan saat melahirkan dulu kurang optimal.

Pemeriksaan USG juga bisa dilakukan saat hamil. “Menurut literatur, pada 7% kehamilan terjadi gangguan levator ani,” terang Dr. dr. Budi. Pemeriksaan bisa dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan USG pada bayi, pada trimester 3. Pemeriksaan berlangsung 30-60 menit, karena berbarengan dengan pemeriksaan bayi. Jika dilakukan di luar kehamilan, 15-20 menit. Ibu juga perlu melakukan gerakan “menjepit” otot vagina, untuk melihat apakah ada gangguan di levator ani.

Untuk kasus ngompol, perlu pemeriksaan urin dengan urodinamik. Pasien diminta buang air kecil di balik gorden, dokter atau perawat akan mendengarkan aliran air kencing untuk menilai tekanan urin yang keluar. USG juga bisa digunakan. “Kita lihat apakah ada perubahan mobilitas urin,” Dr. dr. Budi menambahkan.

Jika dianggap perlu, dokter akan menilai fungsi ginjal dengan pemeriksaan rontgent perut BNO IVP (blass nier oversich intravenous pyelogram). Dilakukan dengan bantuan kontras (cairan warna) yang sebelumnya disuntikkan di lengan pasien.

Dianjurkan monitoring 1x setahun. Usia bertambah, otot makin kendur. Jika sudah menopause, risiko POP maupun inkontinensia makin tinggi. (nid)