“Si baby rewel terus, apa karena ASI-ku kurang ya?” Kekhawatiran ini sering dirasakan oleh ibu menyusui, apalagi yang baru pertama kali punya anak. Problema klasik ini diangkat dalam drama “Sahabat Andalan Ibu” yang diselenggarakan DKT Indonesia untuk menyambut Pekan ASI Sedunia, yang diperingati tiap 1 – 7 Agustus.
Memang, ibu di Indonesia yang berhasil memberi ASI eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya masih relatif rendah. Berdasarkan temuan Pusat Data & Informasi Kementerian Kesehatan RI 2017, hanya 35%.
Menurut Konselor Laktasi dr. Ameetha Drupadi, CIMI, masalah utamanya karena ibu belum terinformasi dengan baik soal menyusui. “Ketika baru melahirkan, ibu masih kesakitan, lalu ASI belum keluar, sementara bayi menangis terus. Ibu pun bingung, stres, dan merasa gagal. Padahal ASI masih berproses, dan baru akan keluar pada hari ketiga setelah melahirkan,” tuturnya, saat dijumpai di pementasan drama di Jakarta, Kamis (01/08/2019).
Seandainya ibu mendapat informasi yang tepat sejak awal, bisa lebih tenang menghadapinya. “Bayi menangis bukan berarti lapar. Begitu lahir, dia merasa tidak nyaman di lingkungan yang asing baginya,” ucap dr. Ameetha menenangkan. Berkonsultasilah dengan konselor ASI sejak hamil, untuk memastikan mendapat informasi yang tepat.
Tempat yang paling nyaman adalah dada ibu. Maka, peluklah si kecil dengan penuh cinta. “Kulit ibu itu sebagai termoregulator atau pengatur suhu tubuh bayi. Karenanya, penting dilakukan IMD atau inisiasi menyusui dini, dilanjutkan dengan upaya menyusui. Sehingga tercipta skin to skin contact,” lanjutnya.
Ibu sudah tenang, IMD sudah dilakukan, upaya menyusui pun terus berjalan. Tapi kok sepertinya ASI masih “macet” saja? Coba cek posisi bayi menyusui dan perlekatan mulut bayi dengan puting.
Posisi kepala dan bayi bayi harus lurus, sepenuhnya menghadap ke ibu. Tidak tepat bila hanya kepala bayi yang menghadap ibu tapi tubuhnya ke menghadap atas. “Istri saya bilang, ‘coba saja kepala nengok, lalu menelan. Nggak enak kan?’ Sama, bayi juga begitu. Bagaimana dia bisa menyusu kalau hanya kepalanya yang menengok ke dada ibu?” tutur Sogi, pelawak dan penyiar radio yang juga Ayah ASI, yang turut tampil dalam pementasan drama.
Perlekatan mulut bayi dengan payudara juga harus tepat. Tidak hanya puting; aerola juga harus masuk semua ke mulut bayi. Tujuannya, agar aerola ikut terpijat saat bayi menghisap, sehingga ASI keluar dengan lancar. Bila hanya puting yang dihisap, ASI susah keluar sehingga bayi harus menghisap dengan kuat. Dampaknya, puting ibu lecet. Kalau sudah begini, tentu sakit sekali saat menyusui.
Nutrisi seimbang dan galaktagog
Pada dasarnya, ibu membutuhkan asupan nutrisi dengan gizi seimbang. Baik makronutrisi (karbohidrat, protein, lemak) dan mikronutrisi (vitamin dan mineral). Hanya saja, jumlah kalori yang dibutuhkan lebih banyak, yakni 2.500 – 2.800 kkal. Jangan lupa asupan cairan, untuk mendukung produksi ASI.
Ada anjuran turun-temurun untuk akan daun katuk agar ASI lancar. Boleh-boleh saja. Daun katuk, pare, teh kamomil, daun bangun-bangun, hingga fenugreek dipercaya bisa membantu meningkatkan produksi ASI, atau istilahnya sekarang ASI booster. Secara medis, daun katuk dan lainnya berfungsi sebagai galaktagog. “Galaktagog adalah senyawa yang bisa merangsang prolaktin, hormon untuk memproduksi ASI. Penelitian sudah menemukan, konsumsi galaktagog seperti daun katuk bisa meningkatkan kadar volume ASI hingga 50,47%,” terang dr. Ameetha.
Yang terpenting, ibu harus bahagia, rileks dan tidak stres. “Kondisi pikiran ibu sangat menentukan. Kalau ibu happy dan rileks, ASI akan banyak. Sebaliknya kalau ibu stres, ASI tidak keluar,” tegas dr. Ameetha. Bila dirasa butuh suplemen galaktagog, silakan konsumsi sesuai aturan. (nid)