Risiko Penyakit Ginjal dan Kehamilan | OTC Digest
kehamilan_preeklampsia_ginjal

Risiko Penyakit Ginjal dan Kehamilan

Kehamilan tentunya merupakan saat yang membahagiakan bagi perempuan. Kehamilan adalah proses yang alami, dan tidak seharusnya ibu hamil diperlakukan seperti orang sakit. Namun bukan berarti terlalu cuek hingga malas memeriksakan kehamilan. Bagaimanapun, terjadi perubahan pada tubuh, sehingga muncul risiko penyakit tertentu. Salah satunya, gangguan pada ginjal.

Ada kaitan timbal balik antara kehamilan dan fungsi ginjal. “Ibu hamil yang mengalami preeklampsia berisiko terhadap PGK dan sebaliknya, bila ibu memiliki PGK maka berisiko mengalami preeklampsia saat hamil,” tutur Ketua Pernefri (Perhimpunan Nefrolog Indonesia) Dr. dr. Aida Lydia, Sp.PD-KGH dalam diskusi di Jakarta beberapa waktu lalu.

Ibu hamil dengan PGK menghadapi risiko abortus (keguguran), bayi meninggal dalam kandungan, atau terjadi gangguan pertumbuhan janin. Ketika bayi lahir, bisa mengalami BBLR (berat bayi lahir rendah). “Bila bayi BBLR, maka dia berisiko mengalami PGK di usia dewasa, karena jumlah nefron di ginjalnya lebih sedikit,” papar Dr. dr. Aida.

Baca juga: Risiko Penyakit Ginjal pada Perempuan

Sebaliknya, kehamilan bisa memunculkan gangguan gagal ginjal akut atau acute kidney injury (AKI). Risiko lainnya, apa lagi kalau bukan preeklampsia. Ini masih menjadi masalah besar di Indonesia. Di negara berkembang, angkanya berkisar 4-18%. Di Indonesia, mencapai 30-40%.  Preeklampsia atau keracunan kehamilan ditandai dengan tiga hal: hipertensi, proteinuria (adanya protein dalam urin), dan bengkak.

Penyebab utama preeklampsia adalah plasentasi  (pembentukan struktur dan jenis plasenta) yang abnormal. Preeklampsia membahayakan keselamatan ibu maupun janin. “Preeklampsia bisa menyebabkan komplikasi berupa gagal ginjal akut,” ujar Dr. dr. Suskhan Djusad, Sp.OG(K) dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Kalau ketahuan sejak awal, peeklampsia bisa diobati. “Tapi kalau nggak ketahuan, penyakit akan berjalan terus, dan berlanjut menjadi gagal ginjal kronik,” imbuhnya.

Baca juga: Cara Aman Hamil dengan Hipertensi

Ibu yang mengalami gangguan ginjal akibat preeklampsia, lesi (jaringan abnormal) di ginjal harusnya hilang saat persalinan, atau maksimal satu minggu setelah melahirkan. Kondisi ibu masih perlu dipantau. Bila ibu mengalami proteinuria yang persisten >3 bulan, dokter mungkin perlu melakukan biopsy ginjal, untuk melihat lebih jelas fungsi ginjal ibu.

Selain itu, ibu dengan riwayat preeklampsia berisiko 2-3 kali lipat mengalami gagal ginjal kronis stadium akhir. Adapun risiko gagal ginjal kronis meningkat 40%.

 

Preeklampsia bisa diatasi

“Risiko komplikasi preeklampsia bisa dicegah,” tegas Dr. dr. Suskhan. Bila muncul tiga tanda (hipertensi, proteinuria, bengkak), dokter akan segera melakukan pengobatan. Pada preeklamsia ringan, akan diberikan obat untuk melebarkan pembuluh darah agar aliran darah kembali lancar.

Ibu perlu mengurangi garam, untuk menghindari bengkak berlebih dan mencegah tekanan darah bertambah tinggi. Asupan protein perlu ditambah, sebaliknya cairan dibatasi (1.500 cc/hari). Bila terjadi preeklamsia berat atau eklamsia, maka ibu harus dirawat. Diberikan obat untuk menurunkan tekanan darah hingga mencapai target. 

Ini pentingnya memeriksakan kehamilan secara berkala, agar tensi selama kehamilan bisa terus dipantau. Bila tensi ibu ditemukan tinggi, maka bisa segera dilakukan pemeriksaan penunjang lain, sehingga seandainya ditemukan preeklampsia, bisa segera ditangani.

Baca juga: Mengatasi Preeklampsia

Bengkak selama hamil itu wajar, karena terjadi penambahan cairan tubuh. Namun bengkak makin parah dan sampai seluruh tubuh, apalagi disertai gejala lain seperti penglihatan kabur, sakit kepala tak tertahankan, sesak nafas, dan urin berkurang, jangan tunda lagi. Segeralah ke dokter, karena mungkin itu adalah tanda preeklampsia.

Jangan lupa untuk mencukupi kebutuhan nutrisi, baik makronutrisi maupun mikronutrisi. Terutama kalsium; penelitian menemukan, ibu yang kekurangan kalsium lebih berisiko mengalami preeklampsia. Tentunya, upayakanlah berlatih fisik secara rutin, teratur dan kontinyu. (nid)