Perempuan dengan kelainan ASA (anti-sperm antibody) tinggi, tubuhnya menolak kehadiran sperma suami sehingga tidak mungkin terjadi kehamilan. Untuk itu, dilakukanlah imunisasi dengan darah putih suami atau PLI (paternal leukocyte immunization). Dalam sel darah putih ada leukosit yang mengandung T-Reg (T-Regulatori). “T-Reg suami akan memicu T-Reg istri, sehingga bisa meregulasi atau mengatur antibodi sperma yang ada di tubuh istri. Sel darah putih suami diambil sesaat sebelum imunisasi, jadi fresh from the husband,” papar dr. Indra Gusti Mansur DHES., Sp.And dari RSIA Budhi Jaya, Jakarta.
Umumnya, PLI dilakukan 6 kali, dengan jarak antar PLI 3 – 4 minggu. “Setelah tiga kali PLI kita tes kembali untuk melihat apakah ada perbaikan. Bila ASA tidak juga turun, harus dievaluasi apakah ada sebab lain,” ujar dr. Indra. Bila hasilnya baik, dilanjutkan hingga ASA-nya normal. Bila ASA sangat tinggi PLI bisa dilakukan hingga 9 kali atau bahkan lebih.
Baca juga: Sulit Punya Anak karena Gula
Tentu ada ketentuan dalam menggunakan darah suami untuk PLI. Bila darah suami mengandung virus atau penyakit misalnya hepatitis atau HIV, darahnya tidak boleh digunakan untuk PLI karena bisa menulari istri. “Sebagai gantinya, bisa digunakan darah dari saudara kembar atau saudara kandung. Bila tidak ada, dicari ke atas: orang tua. Seperti transplantasi, dicari kerabat yang hubungannya paling dekat,” terangnya.
Tidak perlu khawatir karena yang didonorkan hanya darah, bukan sperma. Ini juga bisa dilakukan bila suami berada di jauh dari tempat istri tinggal. Pernah ada pasien dr. Indra yang suaminya sedang melanjutkan studi di negara lain. Maka digunakan darah ibu si suami untuk PLI.
Cara lain yakni dengan obat imunosupresor (penekan sistem imun). “Ini jarang dilakukan karena begitu obat tidak ada, sistem imun bisa ‘meledak-ledak’. Dan selama mengonsumsi obat, daya tahan tubuh secara umum menurun, tentu kurang baik bagi si ibu,” tutur dr. Indra.
Baca juga: Awas, Stres bisa Memicu Infertilitas pada Laki-Laki
Perlu diingat, efek PLI tidak permanen. Istri menjadi toleran terhadap sperma suami hanya selama 6 bulan, “Seperti kita kalau diberi nasihat, kan lama-lama lupa. Jadi harus kembali melakukan PLI untuk kehamilan berikutnya.”
Selama hamil, ibu perlu menghindari makanan dan minuman yang bisa memicu respon antibodi. Untuk mengetahui apa saja yang memicu antibodi, harus dilakukan tes karena tiap orang berbeda. Belum tentu makanan tersebut memicu reaksi alergi, tapi di dalam, ia memicu sistem imun. “Umumnya jamur perlu dihindari, dan perempuan yang memiliki alergi perlu menghindari faktor pencetus alerginya. Diet harus dijaga ketat; ada pasien yang makan seenaknya karena sudah berhasil hamil, lalu ASA-nya naik lagi,” tegas dr. Indra.
Selewat usia kehamilan 5 bulan biasanya sudah aman. Toleransi terhadap sperma suami sudah baik sehingga diet bisa lebih longgar. Selama diet ketat, dikhawatirkan ibu jadi kurang nutrisi. “Misalnya tidak boleh minum susu. Seiring pertambahan usia kehamilan, ibu makin berisiko terhadap osteoporosiss karena kekurangan sumber kalsium. Maka selewat usia kehamilan 5 bulan, boleh minum susu,” ucapnya. Atau bila ibu tampak kurang protein, maka bisa makan telur lagi setelah.
Baca juga: Sulit Punya anak, Bayi Tabung bisa Menjadi Pilihan
Darah juga perlu diperiksa secara berkala tiap 1 – 2 bulan untuk memantau kadar ASA. Bukan tidak mungkin PLI perlu dilakukan lagi selama hamil, bila ditemukan ASA kembali naik hingga ke level lampu kuning.
Ibu dengan ASA tinggi bisa melahirkan secara normal. “Tapi umumnya, usia mereka sedikit berisiko karena sudah menanti kehamilan bertahun-tahun bahkan lebih dari 10 tahun. Berisiko untuk melahirkan secara normal,” ucap dr. Indra. Bila usia ibu masih di bawah 32 tahun masih boleh melahirkan normal. (nid)
____________________________________________
Ilustrasi: People photo created by freepik - www.freepik.com