Peran Perempuan dalam Revolusi Kesehatan
peran_perempuan_dalam_kesehatan

Peran Perempuan dalam Revolusi Kesehatan

Tanggal 8 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Sedunia. Peran perempuan di berbagai sektor sangatlah besar, tak terkecuali di bidang kesehatan. Dr. Dra. Lucia Rizka Andalusia, Apt., M.Pharm., MARS., Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengungkapkan, perempuan memainkan peran penting dalam bidang kesehatan, baik sebagai tenaga kesehatan maupun sebagai penerima layanan kesehatan.

“Data Kementrian Kesehatan 2024 menunjukkan, jumlah tenaga medis di Indonesia mencapai 1,5 juta orang, dan 77% di antaranya adalah perempuan. Dominasi perempuan ini menunjukkan kontribusi besar mereka dalam menjaga kesehatan masyarakat,” ucap Dr. Rizka. Hal ini diutarakannya dalam Diskusi Publik bertajuk “Membangun Kepemimpinan Perempuan di Sektor Kesehatan” yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) dan PT Takeda Innovative Medicines di Jakarta (7/3/2024).

Perempuan memiliki peranan krusial karena tidak hanya menjaga kesehatan diri sendiri, tapi juga keluarganya. “Peranan perempuan dalam meningkatkan derajat kesehatan keluarga antara lain melalui pemantauan kehamilan, vaksinasi dan pemantauan tumbuh kembang anak, serta menjaga kebugaran keluarga,” imbuhnya.

Peran Perempuan dalam Kesehatan terkait Perubahan Iklim

Lebih jauh lagi, perempuan juga berperan besar dalam mengelola dampak kesehatan dari perubahan iklim. Secara umum, ibulah yang paling aktif untuk menyediakan air bersih untuk keluarga, mengelola limbah rumah tangga, hingga memastikan ketahanan pangan keluarga.

Terlebih, Indonesia tengah menghadapi masalah serius terkait perubahan iklim. Suhu udara makin meningkat, musim hujan dan kemarau tidak lagi bisa diprediksi dengan pasti, dan cuaca ekstrim menjadi tantangan kita. Hal ini membawa dampak yang signifikan terhadap kesehatan masyarakat. Misalnya saja, distribusi penyakit menular seperti demam berdarah dengue (DBD) dan malaria, makin luas dan cepat.

Sebagai contoh, untuk DBD saja, tahun lalu Direktorat Penyakit Menular Kementerian Kesehatan mencatat 114.435 kasus di Indonesia dengan 894 kematian. “Ini masih sangat jauh dari target kita 10/10.000 penduduk untuk mencapai nol kematian akibat dengue pada tahun 2030,” tutup Rizka.

Hal senada disampaikan oleh Dr. Lestari Moerdijat, S.S., M.M., Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. “Perempuan memiliki peran besar dalam hal kesehatan masyarakat, oleh karena itu inklusi sangatlah penting dalam upaya optimalisasi penguatan sektor kesehatan,” tandasnya. Ini sejalan dengan tema Hari Perempuan Internasional yaitu “Inspire Inclusion”, yang menegaskan bahwa perempuan berperan penggerak kunci untuk bisa menggerakkan masyarakat untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan.

Terkait perubahan ilkim, El Nino turut berkontribusi dalam peningkatan kasus DBD di berbagai wilayah di Indonesia. “Kami mengimbau semua lapisan masyarakat untuk memperkuat pencegahan DBD dengan komprehensif yaitu 3M Plus dan juga vaksinasi dengue sebagai opsi pencegahan pilihan," lanjutnya.

Ketimpangan masih Terjadi

Menurut Lenny N. Rosalin, SE, MSc, MFin., Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KPPPAI) kesehatan masyarakat menjadi komponen kunci bagi Indonesia untuk membangun manusia. Sayangnya, indeks pembangunan manusia (IPM) di beberapa provinsi masih di bawah IPM Nasional. “Jika bicara kebjiakan publik, termasuk di bidang kesehatan, maka ada empat hal yang penting untuk diperhatikan yaitu AMPK - Akses, Manfaat, Partisipasi dan Kontrol. Di keempat aspek ini, perempuan masih di bawah laki-laki,” ujarnya.

Lenny juga menyayangkan, perempuan masih mengalami ketimpangan gender, meski pran perempuan begitu besar dalam membangun masyarakat. “Jumlah perempuan di Indonesia mencapai 49%, atau hampir separuh dari populasi penduduk, tapi ketimpangan gender masih terjadi hamipr di semua lini kehidupan,” ucapnya.

Lenny mengajak para perempuan di Indonesia untuk terus belajar, mengasah diri, dan menjadikan setiap tantangan sebagai kesempatan untuk meningkatkan kapasitasnya. Ia juga mengapresiasi inisiatif yang dilakukan oleh PKJS UI dan Takeda, sebagai mitra strategis KPPAI.

Michelle Erwee, Global Head of Access to Medicines, PT Takeda Innovative Medicines menegaskan komitmen Takeda untuk mendorong kepemimpinan perempuan yang menginspirasi inklusi. “Kami setuju dengan pernyataan bahwa keberagaman adalah sebuah fakta, dan inkslusi adalah sebuah tindakan. Inklusivitas adalah bagaimana kita menciptakan lingkungan yang dapat mendorong perempuan bertumbuh,” ujarnya.

Hal tersebut merupakan inti dari budaya kami di Takeda, “Dan kami terus mengupayakan inklusivitas untuk menggali potensi seluruh perempuan di Takeda di seluruh dunia.” Setengah dari Global Takeda Executive Leadership Team adalah perempuan, bahkan di Indonesia lebih banyak lagi. “Takeda di Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan secara berkelanjutan kami akan terus menjadi mitra terpercaya bagi masyarakat. Karena itulah, kami menginisiasi acara ini bersama dengan PKJS-UI,” pungkas Michelle. (nid)