Dari sekitar 100 jenis rematik, artritis reumatoid (AR) lebih sering menyerang perempuan. AR termasuk penyakit autoimun; sistem kekebalan menyerang organ dan jatingan tubuh sendiri. Terjadi peradangan yang bersifat menahun (kronis), terutama di daerah sendi, dan bersifat progresif atau makin lama penyakit bertambah berat. “Kerusakan sendi terjadi dalam 6 bulan sejak AR menyerang, dalam 2-3 tahun terjadi cacat jika tidak diobati,” terang Prof. Harry Isbagio dari FKUI/RSCM, Jakarta.
Dibandingkan laki-laki, perempuan berisiko 3-4 kali lebih tinggi terhadap penyakit ini, diduga berhubungan dengan faktor hormonal. Perempuan yang menyusui berisiko lebih kecil; makin lama menyusui makin rendah risikonya. Mereka yang siklus haidnya tidak teratur, berisiko lebih tinggi. Ini menurut penelitian jangka panjang.
Peradangan akibat AR membuat sendi-sendi bengkok hingga fungsinya menurun, dan akhirnya rusak. Pasien jadi cacat dan tidak bisa beraktivitas bila penyakit sudah lanjut.
Dari luar, pasien RA bisa terlihat seperti orang biasa, tapi di dalam, mereka sangat kesakitan. Kesenggol sedikit saja, sendi terasa nyeri. Tidak jarang hubungan dengan suami rusak karena pasien tidak bisa lagi berhubungan intim. Bila lutut yang terkena AR, berjalan pun susah. Pada kondisi berat, mungkin pasien hanya bisa berbaring saja.
Peradangan tidak hanya mengenai sendi; bisa terjadi di seluruh tubuh sehingga pasien berisiko mengalami penyakit lain, termasuk gangguan jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular). “Pasien AR juga mengalami gangguan profil lemak. Trigliserida dan LDL (kolesterol jahat) naik, sebaliknya HDL turun,” tutur dr. Laniyati Hamijoyo, Sp.PD-KR dari FK UNPAD/RS Hasan Sadikin, Bandung.
Belum ada cara mencegah AR. Terapi tidak bisa menyembuhkan AR atau memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. “Namun, terapi yang tepat dalam 1 tahun pertama bisa memperbaiki fungsi sendi dan mencegah cacat,” tegas Prof. Harry.
Baca juga: KENALI DAN OBATI ARTRITIS REUMATOID