Memperbaiki Status Nutrisi Sebelum dan Sesudah Operasi
memperbaiki_nutrisi_sebelum_sesudah_operasi

Memperbaiki Status Nutrisi Sebelum dan Sesudah Operasi

Perawatan nutrisi perioperatif diawali dengan pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) anak, dan status kesehatan secara umum. Terapinya adalah perbaikan gizi dengan koreksi nutrisi, untuk mencukupi berat badan (BB) ideal. “Misalnya anak usia 2 tahun harusnya 14 kg, tapi dia hanya 7 kg. Kita beri nutrisi untuk anak 14 kg, bukan untuk 7 kg,” jelas dr. Tinuk Agung Meilany, Sp.A(K) dari RSAB Harapan Kita, Jakarta. Untukbisa  dilakukan operasi, BB tidak harus sampai 14 kg; mencapai 11,5 kg sudah bagus, “Yang penting syarat minimal operasi terpenuhi.”

Dokter akan mewawancara ibu, bagaimana asupan makanan yang bisa diterima anak. “Kita harus tahu asupan makanan sehari-hari seperti apa. Kalau BB ideal 14 kg, harusnya asupan 1.400 kkal/hari; ternyata si anak hanya mengasup 500 kkal/hari. Maka, kita naikkan secara bertahap,” tuturnya.

Mengoreksi anak dengan gizi kurang harus bertahap. Tidak boleh ada perubahan tiba-tiba karena semua alat tubuh anak akan kaget, dan ia bisa meninggal. Asupan nutrisi dinaikkan dulu hingga jadi 1.000 kal/hari, lalu 1.200 kal, dan seterusnya.

Masalahnya, bila untuk mengasup 500 kkal saja sulit, bagaimana caranya memberikan 1.000 kkal? Terlebih bila anak menderita penyakit tertentu, misalnya penyakit jantung bawaan (PJB). Anak dengan PJB sulit makan banyak karena nafasnya pendek-pendek sehingga ia mudah lelah. Akibatnya, jumlah nutrisi yang diterimanya kurang, dan berlangsung terus dari hari ke hari sejak ia lahir. Bila tidak dilakukan dukungan nutrisi, ia bisa kurang gizi bahkan mengalami gizi buruk. Sebelum dilakukan operasi untuk mengoreksi kelainan jantungnya, status nutrisi harus diperbaiki dulu.

Butuh alat bantu bila anak kesulitan mengasup makanan dari mulut. “Anak tetap makan dan minum seperti biasa semampunya, dan kekurangannya diberikan melalui selang sonde atau nasal gastric tube (NGT), dari hidung langsung ke lambung (enteral),” terang dr. Tinuk. Kombinasi oral dengan enteral bisa 50:50. Bila masih juga kurang atau kurang efektif, barulah nutrisi diberikan melalui infus, lewat aliran darah. Ini cara terakhir karena risikonya besar.

Sonde perlu diganti setiap minggu, sekalian kontrol. Pihak rumah sakit (RS) yang akan memasang dan melepas sonde, dan orang tua diajari cara memberikan makanan lewat sonde.

Nutrisi enteral bersifat pasif; nutrisi tetap masuk meski anak sedang tidur. Yang diberikan adalah makanan cair. “Jadwal, dosis, cara dan posisi tubuh anak yang aman agar tidak tersedak, berbeda pada tiap anak. Perlu monitoring, apakah anak muntah, mencret, ada komplikasi, atau anak menolak. Terapi nutrisi pada anak berbeda-beda,” lanjutnya.

Untuk bayi, nutrisinya sudah pasti ASI (air susu ibu). Pada anak yang lebih besar, bisa berupa makanan padat misalnya telur, tepung, gula, serta zat gizi lain (nasi dan lauk pauk). Semua ini kemudian diencerkan dengan susu, lalu diblender. Makanan seperti ini bisa dibuat oleh dapur gizi RS, dan orang tua bisa belajar.

Ada pula makanan cair yang sudah jadi, kadang disebut susu tinggi kalori. Tiap 1 cc susu mengandung 0,67 kal, mengacu pada ASI. Sedangkan pada makanan cair, tiap 1 cc mengandung 1 kal. “Ada yang kalorinya lebih tinggi, yakni 1,5 kal per 1 cc. Ini terutama membantu pada anak dengan PJB yang harus membatasi asupan cairan,” ucap dr. Tinuk. Anak dengan PJB harus membatasi asupan cairan; maka dengan susu tinggi kalori, ia mengonsumsi volume cairan yang sama, tapi mendapat kalori lebih banyak.

Bukan berarti makanan cair lebih baik dibandingkan makanan padat, atau susu tinggi kalori lebih unggul dibandingkan susu biasa. “Kepentingannya adalah mencukupi kebutuhan kalori, agar syarat minimal BB untuk operasi tercapai. Bila hanya mengandalkan makanan padat atau susu, sementara asupan cairan harus dibatasi, maka tidak akan tercapat. Ini adalah seni mengutak-atik makanan,” tegas dr. Tinuk.

Seandainya sebelum operasi, anak berhasil mencapai 80% dari BB ideal, maka setelah operasi selesai masih ada ‘PR’ 20% lagi. Seminggu pertama setelah operasi, anak masih dirawat di RS. Nutrisi, cairan dan obat masih diberikan lewat infus. Kalau kondisi anak sudah stabil, terapi nutrisi pun dilanjutkan, “Mulai diberikan makanan yang masuk ke lambung, boleh mulai minum susu lagi. Setelah dua minggu, anak boleh pulang.” Terapi diteruskan di rumah hingga BB ideal tercapai. (nid)

_____________________________________________

Ilustrasi: Food photo created by tirachardz - www.freepik.com