Khitan dapat mencegah penyakit infeksi menular seksual termasuk HIV. Di usia berapa sebaiknya khitan dilakukan?
Sunat atau khitan bukan hanya di kalangan Islam. Di Amerika Serikat, banyak anak yang disunat saat bayi. Penelitian WHO (2007) menyatakan, khitan dapat mencegah penularan HIV dan infeksi menular seksual (IMS) lain. Rongga antara kulit penutup (kulup) dengan kepala penis (glans), sangat disenangi bakteri dan kuman. Ujung kulit penis banyak mengandung sel-sel langerhans, yang mudah dimasuki HIV.
Sunat (sirkumsisi) dapat dilakukan di semua usia. Bayi dengan phimosis atau kulup yang sempit, sebaiknya segera disunat. “Karena kencing tidak bisa lancar, hingga terjadi infeksi,” terang dr. Saleh Setiawan, Sp.B, Kepala Divisi Bedah RS Islam Jakarta Pondok Kopi.
Jika tidak ada keluhan, sebaiknya khitan dilakukan saat si anak meminta. “Idealnya di usia 6-10 tahun, saat anak sudah bisa diajak komunikasi, “ kata Fajar Harguna, Direktur Pengembangan dan Operasional Rumah Sunatan di Matraman, Jakarta.
Anak yang hiperaktif, autis atau obesitas, perlu konsultasi sebelum dikhitan. Bila obesitas (kegemukan), timbunan lemak perut yang menutupi sebagian badan penis dapat menyebabkan kulup tertutup kembali. Disarankan menguruskan badan lebih dulu, agar penis tidak tertutup.
Bila ada kelainan di penis, khitan sebaiknya dilakukan oleh dokter. “Anatomi penis perlu dilihat. Kadang lubang kencing tidak di ujung, melainkan di tengah batang penis,” tutur dr. Saleh. Cirinya, kulup menumpuk di bagian atas penis. Untuk kasus seperti ini perlu dibuat saluran ke titik yang seharusnya, dan kulup perlu dalam pembuatannya.
Teknologi khitan dapat mengurangi risiko infeksi. Metode khitan yang tergolong baru adalah electric cauter, alat dari besi yang dialiri listrik sehingga menimbulkan panas, untuk memotong kulup. Metode ini dapat meminimalisir perdarahan.
Metode lain, SmartKlamp berupa tabung plastik pelindung glans sekali pakai. Alat ini menjepit kulup yang akan dipotong. Pendarahan sangat sedikit dan cukup waktu <10 menit. Kulup yang terpotong ditekan hingga menempel, menggunakan klem. Tidak ada jahitan sehingga mengurangi risiko infeksi atau penyebaran hepatitis. Proses ini mengadopsi teknik pemotongan pusar pada bayi. (jie)