Siapa yang tidak kaget melihat anaknya tiba-tiba kejang dan dinyatakan epilepsi. Apa yang salah dengan anak saya? Begitu kira-kira pikiran tiap orangtua.
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti 'serangan', dulu orang menyebutnya dengan ayan. Dimaknai sebagai kejang berulang 2 kali atau lebih tanpa penyebab yang jelas dalam waktu lebih dari 24 jam.
Ia dapat menyerang siapa saja dari bayi sampai dewasa. Penyebabnya ialah lonjakan aliran listrik di otak yang berakibat rusaknya sel-sel saraf otak. Biasanya terjadi pada anak dengan riwayat gangguan perkembangan otak, kekurangan oksigen saat dilahirkan, pernah mengalami perdarahan di kepala, riwayat radang otak / radang selaput otak.
Tapi bisa juga sebabnya tidak diketahui. Dalam jurnal Epilepsy Foundation disebutkan 7 dari 10 penderita epilepsi anak sebabnya tak teridentifikasi.
Terdapat beberapa kriteria epilepsi. Pertama, epilepsi umum yang bisa tanpa kejang kaku. Gejalanya mulai dari bengong, mata melotot / berkedip-kedip, dan napas terengah-engah. Serangan terjadi beberapa detik dan sering tanpa disadari.
Pada epilepsi umum yang disertai kejang kaku, kelojotan, mulut berbusa biasanya berlangsung maksimal 2 menit. “Saat ini terjadi, pasien tidak sadar juga tidak bernapas, sehingga memiliki risiko kegawatan. Ini yang dulu disebut ayan,“ papar spesialis saraf RS. Jakarta, dr. Satya Hanura.
Kriteria kedua ialah kejang parsial yang menyerang satu sisi tubuh. Di tingkat sederhana tidak terjadi penurunan kesadaran. Misalnya jari tangan atau mulut bergerak sendiri layaknya kedutan.
Tapi di tahap kompleks biasanya sebelum kejang diawali gejala seperti mual. “Itu yang disebut aura. Bisa berupa aura visual, seperti berada di tempat yang berbeda. Atau auditori seperti mendengar bunyi bel atau gemerincing, tapi sumber bunyinya tidak ada. Itu mendahului sebelum terjadinya serangan,“ imbuh dr. Satya. Kriteria lainnya adalah epilepsi umum sekunder, percampuran antara epilepsi parsial dan umum.
Kementerian Kesehatan menegaskan pentingnya sarapan bagi penyandang epilepsi untuk mencegah kejang. “Kalau tidak sarapan, atau makan siangnya telat dapat merangsang lambung perih sehingga merangsang serangan,“ ujar dr. Satya.
Selain oleh layar TV /lampu berkedip, kejang dapat dipicu oleh kelelahan fisik. Penyandang epilepsi tidak boleh terlalu capek, sehingga pihak sekolah perlu diberi tahu untuk memberi kelonggaran saat olahraga. Kualitas tidur dan kestabilan emosi perlu dijaga. Emosi yang meledak-ledak bisa memicu kejang.
Lebih jauh dr. Satya menegaskan, bahwa penyandang epilepsi dapat hidup normal karena epilepsi bukan penyakit, tapi suatu kumpulan gejala dan bisa disembuhkan. “ Karena itu tidak perlu takut, ia tidak menular dan tidak diturunkan,“ tegasnya. (jie)