Prevalensi anak di dunia menderita asma, alergi rinitis dan eksim semakin meningkat. Penyakit-penyakit tersebut adalah “perubahan” bentuk dari alergi susu sapi yang tidak tertangani dengan baik sewaktu bayi.
Prof. Yvan Vandenplas, pakar gastroenterologi dan nutrisi anak dari Vrije Universiteit Brussel Belgia saat berkunjung di Jakarta mengatakan, alergi ini menyebabkan penghilangan beberapa tipe makanan dari pola makan, yang adalah makanan dengan nilai nutrisi tinggi, seperti susu dan telur.
“Adanya pembatasan diri yang ekstrim terhadap makanan menyebabkan keengganan untuk mengembangkan diet,” tambah Prof. Yvan.
Statistik menunjukkan bayi < 6 bulan dengan alergi susu sapi 16,5% menjadi kurus, 13,9% sangat kurus dan 27,8% mengalami stunting.
Baca : Apa Bedanya Alergi dan Alergi Susu Sapi?
Sebuah penelitian cross-sectional di Amerika Serikat oleh Robbins KA (2014) yang dilakukan pada 6.189 anak usia 2-17 tahun memperlihatkan secara signifikan bahwa anak-anak alergi makanan yang sebelumnya alergi susu sapi memiliki rerata tinggi badan, berat badan dan indeks massa tubuh (IMT) lebih rendah dibanding anak dengan alergi makanan tanpa sejarah alergi susu sapi.
Penelitian lain oleh Tikkanen tahun 2000 atau riset RA Wood (2003) menyimpulkan bahwa asma, rinitis alergi dan eksim lebih sering terjadi pada anak-anak dengan alergi susu sapi dibanding pada populasi umum.
Manisfestasi utama alergi akan muncul di kulit, seperti biduran atau bahkan eksim. Pada saluran pencernaan ditunjukkan dengan diare, sembelit, gumoh dan muntah. Terjadi sumbatan saluran napas, ditunjukkan dengan napas yang berbunyi (wheezing) bahkan sampai asma.
Gejala umumnya seperti susah tidur, gelisah, kolik dan gagal berkembang. Sebagian besar mengenai saluran cerna, mulai dari bengkak dan gatal di bibir sampai lidah, nyeri dan kejang perut, muntah sampai diare berat dengan tinja berdarah.
Apakah akan menetap?
Alergi susu sapi sekitar 75% akan menghilang atau menjadi toleran sebelum usia 3 tahun. Ini artinya 25% berisiko akan menetap atau berkembang berkembang menjadi alergi pada sumber makanan lain.
“Bayi penderita alergi susu sapi 2 x lipat berisiko kena (berkembang) menjadi asma yang menetap sampai dewasa,” terang Prof. Yvan.