Berat badan si kecil tidak bertambah atau bahkan turun? Jangan anggap sepele. Penurunan atau kenaikan berat badan (BB) yang tidak sesuai adalah tanda awal dari malnutrisi. “Begitu berat badan tidak naik, jangan tunggu lama, langsung bawa ke dokter,” ujar Dr. dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K), Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik FKUI/RSCM. Ia menegaskan, sampai usia 2 tahun, tidak boleh BB anak turun tanpa diketahui penyebabnya.
Penurunan BB dalam rentang usia 2 tahun disebut weigt faltering atau failure to thrive (FTT). Kita menyebutnya gagal tumbuh, “Tapi istilah yang lebih tepat adalah kenaikan berat badan yang tidak adekuat.” Ini tidak boleh disepelekan karena dampaknya bersifat permanen bila terjadi dalam 1000 hari pertama kehidupan anak.
Ketika anak kekurangan asupan nutrisi dan kalori, maka yang pertama kali terlihat adalah terjadi penurunan BB atau BB stagnan. Bila weight faltering dibiarkan, akhirnya terjadi ketidakseimbangan hormonal sehingga anak menjadi pendek. Ini juga merupakan salah satu mekanisme ‘kompensasi’. “Kalau tinggi terus tumbuh, anak kelihatan kurus kan. Makanya kemudian tinggi distop, supaya anak tidak kurus. Jadi deh stunting. Kalau dilihat, anak stunting itu nggak kerempeng, cuma pendek,” papar Dr. dr. Damayanti dalam diskusi "Penyebab dan Dampak Gagal Tumbuh pada Balita" yang diselenggarakan Forum Ngobras di Jakarta, Senin (13/08/2018) di Jakarta.
Baca juga: "Stunting", Anak Gagal Tumbuh karena Kurang Nutrisi
Penurunan BB tidak selalu karena asupan makan kurang. Bisa juga asupan nutrisi bagus, tapi anak sakit-sakitan. Akhirnya, nutrisi yang masuk dipakai untuk menyembuhkan tubuh, bukan untuk tumbuh. Karenanya, harus dokter yang menentukan, betulkah anak mengalami weight faltering. Dokter juga akan memeriksa kondisi anak apakah ada penyakit tertentu, serta menilai lingkungan tempat tinggal anak. Misalnya apakah ada yang merokok di rumah. Asap rokok akan membuat anak mudah batuk-batuk.
Untuk mendeteksi weight faltering, BB anak harus ditimbang dengan betul. “Pakaian anak harus dilepas. Selisihnya bisa 0,5 kg kalau ditimbang memakai baju,” ujar Dr. dr. Damayanti. Celana dalam dan popok masih boleh dipakai. Pada anak yang sudah agak besar, boleh memakai kaus dalam.
Tak hanya BB, tinggi badan pun harus diukur. Ini harus dilakukan oleh tenaga kesehatan (nakes). Pada anak <2 tahun pengukuran dilakukan dalam posisi berbaring, dan pada usia >2 tahun sambil berdiri. Untuk mengukur anak <2 tahun, seorang nakes akan memegangi kedua kaki anak agar betul-betul lurus. Satu orang nakes lain menahan tubuh anak sambil menempelkan pengukur ke kepala anak. Ujung kepala dan telapak kaki harus benar-benar menempel pada alat pengukur, agar hasilnya akurat.
Baca juga: Terancamnya Masa Depan Anak Gara-gara "Stunting"
Sangat disayangkan, alat pengukur TB tidak tersedia di Posyandu; hanya ada di Puskesmas. Padahal, tiap bulan ibu membawa anak ke Posyandu untuk timbang BB, vaksinasi, dan lain-lain. Dr. dr. Damayanti berusaha meminta agar alat ini pun tersedia di Posyandu, kita berdoa semoga bisa segera terealisasi.
Hasil pengukuran BB dan TB kemudian dimasukkan ke kurva pertumbuhan. Ini harus dipantau setiap bulan, sampai usia anak 2 tahun, lalu dilanjutkan hingga usia 5 tahun. Dari sinilah bisa terlihat bagaimana penambahan BB dan TB anak; apakah sudah sesuai dengan standar pertumbuhan Organisasi Kesehatan Dunia WHO. “Kalau kurva pertumbuhan anak sudah mulai melenceng, harus segera dibawa ke dokter anak. Jangan tunggu sampai melenceng makin jauh,” tandas Dr. dr. Damayanti.
Yang dikhawatirkan bukan hanya tubuh anak jadi pendek. Yang lebih penting adalah dampaknya ke otak. “Harus segera diatasi sebelum usia 2 tahun, sebelum perkembangan otak berakhir,” pungkasnya. (nid)
________________________________
Ilustrasi: Free-Photos / Pixabay.com