The forgotten killer (pembunuh yang terlupakan). Ini julukan bagi pneumonia atau infeksi/radang paru. “Dikira pilek, flu, sesak nafas sedikit. Eh, dua tiga hari kemudian anak meninggal,” ujar Prof. Dr. dr. Cissy Kartasasmita, Sp.A., M.Sc dari RS Hasan Sadikin, Bandung, dalam diskusi bersama forum NGOBRAS, memeringati Hari Pneumonia Sedunia di Jakarta, 17 November 2016.
Pneumonia membunuh anak <5 tahun tiap 30 detik. Pada 2015, 5,9 juta anak balita meninggal; 15% di antaranya (938.000 anak) karena pneumonia. “Sebanyak 99% kematian anak akibat pneumonia terjadi di negara berkembang,” terang dr. Christina Widaningrum, Mkes, Kasubdit ISPA Kementerian Kesehatan. Di Indonesia, 23 balita meninggal setiap jam, 4 karena pneumonia. Pneumonia bisa karena infeksi bakteri, jamur atau virus, ditularkan melalui udara.
Baca juga: Pneumonia Sebabkan Kematian Mendadak Balita
Di paru ada kantung-kantung udara (alveoli), tempat terjadinya pertukaran CO2 dan oksigen. “Pada kondisi normal, alveoli kosong sehingga udara bisa keluar masuk, bertukar antara yang kotor dengan yang bersih,” terang Prof. Cissy. Pada kondisi pneumonia, terjadi peradangan sehingga lendir, sel-sel mati dan lain-lain tertumpuk di alveoli. Anak jadi sulit bernafas, terengah-engah dan frekuensinya cepat. “Ini salah satu tanda pneumonia,” tegas Prof. Cissy.
Maka, begitu anak batuk, pilek, sulit bernafas, meski tidak demam, perlu dihitung nafas saat ia tidur atau tenang. Patokannya, 40, 50 dan 60. “Pada anak di bawah dua bulan, jangan lebih dari 60 kali/ menit,” ujar Prof. Cissy. Pada anak usia 2 bulan – 1 tahun tidak boleh >50/menit, usia 1-5 tahun tidak boleh >40/menit. “Kalau lebih, berarti nafas cepat. Itu tanda bahaya dari paru-paru,” imbuhnya.
Baca juga: Pneumonia, Pembunuh yang Terlupakan
Penghitungan dilakukan selama satu menit (60 detik), bukan 15 detik lalu dikali 4, karena ritme nafas anak selalu berubah. Ulang 3x hitung ulang nafas. Bila nafas cepat, segera bawa ke pusat layanan kesehatan. Dokter akan kembali menghitung nafas. Bila positif nafas cepat, bayi akan diberi oksigen untuk mebantu pernafasannya, dan antibiotik untuk membunuh kuman yang menginfeksi.
“Orangtua harus tahu cara menghitung nafas. Kalau di Puskesmas tidak dilakukan hitung nafas, bisa protes,” tandas dr. Christina. (nid)