5 Mitos Seputar Susu, Pahami Kebenarannya Secara Ilmiah | OTC Digest
mitos_susu

5 Mitos Seputar Susu, Pahami Kebenarannya Secara Ilmiah

“Jangan kebanyakan minum susu, nanti gendut”. Ini salah satu mitos yang sering kita dengar tentang susu. Setidaknya, ada empat mitos lain yang akrab kita jumpai. Namun, bagaimana tinjauannya secara ilmiah? Inilah yang dibahas dalam diskusi FFI MilkVersation: Kupas Tuntas Kebaikan Susu untuk Tunjang Kesehatan Tubuh, Membahas Mitos Vs Fakta Tentang Susu yang diselenggarakan oleh Frisian Flag Indonesia di Jakarta, Rabu (15/05/2019) di Jakarta. Berikut ini paparannya.

Susu bikin gemuk. Susu memang mengandung lemak. Dalam segelas susu 250 ml, terkandung energi sebesar 146 kkal, dengan asupan makronutrisi lengkap yakni lemak 7,9 gr (12% dari kebutuhan harian), dan 12,8 gr karbohidrat (4%) ); protein 7,9 gr (16%). Ini membuat susu padat gizi, tapi belum tentu bikin gemuk.

“Yang bikin gemuk itu total asupan harian yang melebihi kebutuhan,” tegas dr. Spesialis Gizi Klinis dr. Diana F. Suganda, M.Kes, Sp.GK. Justru bila dikonsumsi dengan bijak, susu bisa memberi kita banyak nutrisi sekaligus menurunkan berat badan (BB), karena asupan gizi kita terkontrol. Susu yang kita konsumsi sebagai snack cukup membuat kita kenyang dengan nutrisi yang baik, sehingga kita tidak perlu lagi mencari-cari cemilan tinggi kalori tapi rendah gizi.

Penelitian di International Journal of Obesity (2004), kandungan kalsium dan protein dalam susu justru dapat membantu penurunan berat badan pada orang dewasa yang obes. Responden dibagi menjadi dua kelompok, yang sama-sama mendapat diet rendah kalori. Namun satu kelompok mendapat diet rendah kalsium (400-500 mg/hari), sedangkan kelompok lain mendapat asupan tinggi kalsium (1.000-1.200 mg/hari). “Kelompok yang mendapat tinggi kalsium kehilangan berat badan, lemak tubuh, dan lemak abdominal secara signifikan dibanding kelompok rendah kalsium,” paparnya.

Susu hanya untuk anak-anak. Banyak yang bilang, susu hanya cocok untuk anak-anak; orang dewasa tidak perlu lagi minum susu karena sudah tidak punya enzim untuk mencerna susu. Faktanya, anak-anak memang membutuhkan kalsium dari susu untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Namun, orang dewasa pun membutuhkan susu.

Berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yang dikeluarkan oleh Permenkes RI No. 75/2013, usia dewasa membutuhkan asupan kalsium 1.000-1.200 mg/hari. Memang, kalsium bisa digantikan dari sumber-sumber lain seperti ikan teri, brokoli, dan sayuran hijau gelap lainnya. “Namun menurut penelitian pada responden dewasa, bila produk susu digantikan dengan sumber kalsium lain, ternyata asupan nutrisi harian lainnya jadi berkurang,” ujar dr. Diana. Asupan nutrisi jadi kurang protein, kalium, magnesium, fosfor riboflavin, vitamin A, dan vitamin B12. “Kalsiumnya sih terganti, tapi nutrisi yang lain tidak dapat,” imbuhnya.

Susu hanya baik untuk kesehatan tulang. Kandungan nutrisi dalam susu bukan hanya kalsium, sehingga manfaat susu pun tak sebatas kesehatan tulang. “Penelitian yang dipublikasi di Journal of American College of Nutrition (2009) menyebutkan, konsumsi susu yang disertai dengan diet rendah garam bisa membantu menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi,” terang dr. Diana. Ini karena susu mengandung kalium dan magnesium, yang membantu mengontrol tekanan darah (tensi). Dengan tensi terkontrol, risiko terhadap penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke pun berkurang.

Penelitian lain dari Journal of Clinical Nutrition (2015) dilakukan pada orang lanjut usia (65 tahun ke atas). “Ternyata, mereka yang rutin minum susu memiliki antioksidan glutathione yang lebih tinggi pada otak,” ucap dr. Diana. Glutathione adalah antioksidan yang berperan penting melindungi otak dari ROS (reactive oxygen species) dan radikal bebas yang bisa merusak sel-sel otak dan menyebabkan stres oksidatif. ROS dan radikal bebas yang menumpuk di otak berhubungan dengan penyakit yang memengaruhi fungsi otak seperti Parkinson, Alzheimer, dan dimensia karena sebab lain.

Susu menyebabkan diare. Sebuah metaanalisis dari 21 penelitian (dipublikasi di Journal of Nutrition - 2006) membandingkan efek susu dengan plasebo pada individu tanpa gangguan pencernaan. Ternyata ditemukan bahwa laktosa bukan penyebab masalah/gejala saluran cerna seperti diare. Ada banyak penyebab diare, misalnya karena infeksi atau iritasi. “Produk susu yang difermentasi justru bisa digunakan untuk terapi diare,” ucap dr. Diana.

Susu bisa menyebabkan diare hanya pada mereka dengan intoleransi laktosa. Pada orang dengan kondisi ini, minum susu dengan segala rasa maupun produk susu lainnya (kecuali yogurt) bisa menimbulkan diare.

Hanya jenis susu tertentu yang baik untuk tubuh. Banyak yang menghindari susu full cream dan lebih memiliki susu skim atau susu rendah lemak. “Justru dari penelitian Skandinavian Journal of Primary Health 2013, susu full cream membuat kita lebih kenyang sehingga asupan yang lain berkurang,” tutur dr. Diana. Jadi, jangan takut minum susu full cream. Asal, sesuaikan dengan asupan total harian.

Jangan mudah percaya mitos tanpa bukti ilmiah. Dengan segala mitos yang beredar, susu justru sangat kaya nutrisi dan bermanfaat bagi kesehatan. Tak hanya mengandung makronutrisi, susu juga kaya akan mikronutrisi seperti vitamin A, vitamin D, riboflavin, asam folat, kalsium, magnesium, fosfor, dan kalium. “Selain itu juga asam lemak esensial seperti omega-3 dan omega-6 yang penting untuk metabolisme tubuh,” tandasnya.

Selama bulan Ramadhan, susu bisa dikonsumsi saat sahur atau sebelum tidur malam, setelah shalat tarawih. Ini membantu kita memenuhi asupan nutrisi sekaligus cairan dalam waktu yang terbatas. Kandungan protein dalam susu akan memelihara cadangan protein tubuh sehingga kita tidak kehilangan massa otot selama berpuasa, serta membantu menahan rasa lapar. (nid)

_________________________________

Ilustrasi: Wood photo created by freepik - www.freepik.com