KJSA 2019 Goes Digital: Dorong Anak Manfaatkan Gawai untuk Jadi Inovator | OTC Digest

KJSA 2019 Goes Digital: Dorong Anak Manfaatkan Gawai untuk Jadi Inovator

Gawai atau gadget tidak melulu negatif untuk anak-anak. Bila diarahkan dengan benar, justru gawai bisa menjadi alat bagi anak untuk berinovasi. Tengoklah Muhammad Hafizh Bayhaqi (12 tahun). Di usia yang masih sangat belia, Hafizh telah mencipta gim Quiz Matematika, aplikasi Good Math, Puzzle Kartini, hingga platform e-learning untuk website sekolah Pintar Online.

Awalnya memang Hafizh menggunakan gawai untuk sekadar bermain. Lama kelamaan, muncul rasa ingin tahunya untuk mengembangkan gim yang bisa membuat teman-teman seusianya menyenangi matematika. “Aku suka matematika, tapi banyak anak gak suka. Jadi aku bikin aplikasi yang menyenangkan supaya mereka senang belajar,” ujar Hafizh, saat dijumpai dalam diskusi bertajuk “Sains Digital Dari dan Untuk Anak Indonesia” hari ini, Jumat (6/9/2019).

Teknologi digital memang tak bisa lagi dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, terutama bagi anak-anak. Alih-alih melarang mereka menggunakan gawai, lebih baik mengajarkan mereka cara menggunakan gawai dengan tepat, sehingga tak lagi sekadar hiburan melainkan jadi kegiatan yang produktif, seperti yang dilakukan Hafizh.

Terlebih, laporan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) 2018 menyebutkan, 65% anak yang sekarang duduk di bangku SD, nantinya akan bekerja di bidang yang hari ini bahkan belum ada. “Jadi hanya 35% pekerjaan yang masih tersisa. Yang 65% dituntut untuk jadi pencipta kerja, bukan pencari kerja,” ungkap Indra Charismiadji, Pengamat dan Praktisi Pendidikan dan Sains.

Maka bisa dibilang, inovator adalah pekerjaan masa depan. Alangkah baik bila anak Indonesia sejak awal terekspos dengan inovasi dan pola pikir kreatif. Hal inilah yang diupayakan oleh PT Kalbe Farma Tbk melalui Kalbe Junior Scientist Award (KJSA), lomba karya sains untuk siswa SD dan SMP se-Indonesia yang diselenggarakan setiap tahun sejak 2011. “Kita harapkan anak-anak berpikir kreatif dan inovatif. Ujungnya, mereka bisa menghasilkan barang-barang yang bermanfaat untuk masyarakat, dan membuat kehidupan jadi lebih baik dan nyaman,” ucap Pre Agusta, Direktur R&D Kalbe Group.

KJSA Goes Digital dipilih sebagai tema KJSA kesembilan. “Tahun ini kita coba digitalnya diperbanyak. Memang tidak harus yang canggih sekali, yang penting yakni cara berpikir logis untuk menghadapi era digital, misalnya menggunakan algoritma sederhana,” tutur Pre.

Peran orang tua dan pendidik sangat besar untuk merangsang anak berinovasi menggunakan gawai/teknologi digital. Anak harus dibebaskan untuk berpikir kreatif. Sudah bukan zamannya lagi era manufaktur, di mana tiap persoalan hanya memiliki satu jawaban yang benar. Sebuah kajian di Amerika Serikat menemukan, 98% anak usia 3-5 tahun memiliki tingkat kecerdasan jenius. Namun begitu anak-naka tersebut dites lagi di kemudian hari, begitu lulus kuliah tinggal 2% yang tetap jenius.

Indra berpendapat, keputusan Hafizh untuk berhenti sekokah lalu meneruskan home schooling saat kelas 3 SD boleh jadi jalan penting yang menjadikan Hafizh seorang inovator. “Kalau tetap di sekolah formal mungkin tidak begitu, karena disuruh ulangan dan ikut bimbel terus,” ujarnya.

Bukan berarti semua anak lantas harus home schooling untuk bisa menjadi pencipta. Yang terpenting, upaya orangtua dan pendidik agar sekolah jangan sampai membunuh kreativitas anak. Terkait gawai dan digital, banyak orang tua dan pendidik menganggapnya sebagai hal negatif, karena tidak tahu sisi positifnya. “Waktu kecil kita tidak pakai gawai, jadi sebetulnya orang tua dan anak-anak, sama-sama tidak tahu caranya pakai gawai, jadi harus sama-sama belajar,” papar Indra.

Ia menganalogikan, kita lahir di era berburu, lalu anak-anak kita lahir di era bertani. Ketika ia melihat teman-temannya menggunakan cangkul, anak pun meminta kita mengajarinya. Namun alih-alih mengajari, kita malah menyangsikan kegunaan cangkul, dan bersikeras mengajarkan anak untuk menggunakan tombak. “Sekarang, cangkulnya adalah laptop, smart phone, dan lain-lain. Kalau anak tidak disiapkan bahwa gawai alat untuk bekerja, ya jadinya negatif, hanya untuk hiburan,” imbuh Indra.

Bangkitkan rasa ingin tahu anak, dan keinginannya untuk memecahkan masalah. Beri mereka tantangan. Misalnya anak suka bermain gim, beri tantangan untuk membuat gim seperti yang dimainkannya.

Ada banyak pemrograman sederhana yang bisa digunakan anak, misalnya Scratch. “Saat mereka menemukan keasyikan, mereka akan kecanduan yang produktif. Jadi sebetulnya tinggal menggeser saja. Dari yang sekadar pengguna, sekarang jadi pencipta. Kuncinya di orangtua,” tandas Indra.

Yuk, dorong anak-anak kita untuk menjadi inovator. Daftarkan putra/i Anda yang duduk di kelas 4-6 SD dan kelas 7-9 SMP atau sederajat. Karya sains yang didaftarkan yakni bidang IPA dan teknologi terapan. Silakan daftar ke www.kalbe-kjsa.com, ditunggu hingga 15 September 2019. (nid)