Waspadai Ancaman Penyakit Ginjal Kronis | OTC Digest

Waspadai Ancaman Penyakit Ginjal Kronis

Ginjal berfungsi sebagai saringan dalam tubuh, yakni membuang zat-zat sisa dan air yang berlebihan dari darah. Pada penyakit ginjal kronis, fungsi ginjal terganggu dan kemampuannya menurun.

Kondisi ginjal memburuk, zat-zat sisa akan menumpuk dalam darah hingga membahayakan. Saat itu bisa timbul keluhan seperti sakit kepala, kelelahan, tidak enak badan, kulit gatal dan kering, mual, nafsu makan hilang dan berat badan turun.

Bila kondisi ginjal lebih buruk lagi, muncul bengkak (udema) pada kaki dan tangan, mudah memar dan berdarah, kulit tampak gelap. Namun seringnya tidak ada gejala. Kita bisa kehilangan 90% fungsi ginjal tanpa disadari.

Seseorang disebut mengalami penyakit ginjal kronis (PGK) bila ginjal rusak >3 bulan; yakni ada kelainan struktur atau fungsional. Dengan manifestasi berupa kelainan patologis atau tanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada tes darah, urin atau USG. Atau, terjadi penurunan laju filtrasi glomerular (LFG) <60ml/menit/1,73 m2selama>3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Menurut dr. Dharmeizar, Sp.PD-KGH, dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), meski LFG normal (90 ml/menit) tapi orang tersebut, misalnya penderita diabetes melitus (DM) dan sudah ada protein di urin, serta sudah berlangsung 3 bulan, dinyatakan menderita penyakit ginjal kronis.

Perjalanan PGK terbagi 5 stadium; stadium 1 paling ringan, hingga 5 yang paling berat. Pemburukan penyakit ini umumnya perlu waktu bulanan atau tahunan sehingga, sebenarnya, ada kesempatan untuk mendeteksi sedini mungkin.

Memang, bila sudah terjadi, penyakit akan terus memburuk. Namun dengan deteksi dini, bisa dilakukan upaya untuk memperlambat pemburukan.“Kita berusaha agar jangan sampai masuk stadium 1, karena akan terus memburuk,” ujarnya.

Kelompok berisiko

Hipertensi, DM dan obstruksi infeksi adalah tiga penyebab utama PGK. Berdasarkan IRR (Indonesian Renal Registry) sejak 2007, PGK akibat hipertensi dan DM terusmeningkat. Pada 2010, hipertensi menyumbang 35% dan DM 25%.

Obstruksi infeksi 15%, turundari 21% tahun 2009. Obstruksi infeksi sering terjadi akibat batu ginjal.“Tidakjarang, batu menimbulkan sumbatan lalu terjadi infeksi sehingga ginjal rusak. Untuk itu, mereka yang memiliki batu di ginjal atau sepanjang saluran kemih, harus segera dibuang,” tutur dr. Dharmeizar.

Penyakit ginjal kronis, hipertensi dan DM tipe 2 tidak bisa lepas dari sindrom metabolik. Yakni sekelompok gangguan medis yang meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular).

Sindroma metabolik mencakup obesitas sentral (lingkar pinggang>102 cm untuk laki-laki dan>88 cm pada perempuan), trigliserida>150 mg/dl, tekanan darah>130/85 mmHg, glukosa puasa>110 mg/dl, dan kolesterol ‘baik’ HDL rendah.

Faktor gaya hidup sangat berperan. Banyak makan terutama yang tinggi garam, gula, lemak, rendah serat dan jarang olahraga akan meningkatkan risiko sindroma metabolik.

Pemeriksaan

Perlu serangkaian pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa PGK. “Antara lain laboratorium, USG dan bila perlu, biopsi,” ucap dr. Dharmeizar.

Pemeriksaan lab mencakup urin (antara lain warna, kekeruhan, volume, glukosa, albumin dan sedimen), dan darah (di antaranya ureum dan kreatinin).

Ureum atau blood urea nitrogen (BUN) adalah sisa protein yang tidak terserap tubuh, yang seharusnya dibuang bersama urin. Bila fungsi ginjal kurang baik, ureum akan tetap di darah; nilai normal 5-25 mg/dl.

Kreatinin yang merupakan sisa metabolisme di otot, juga akan menumpuk di darah bila ginjal tidak bekerja baik. Nilai normalnya 0,5-1,5 mg/dl (laki-laki dewasa)dan 0,5-1,3 mg/dl (perempuan).

Tes albumin digunakan untuk mengukur jumlah protein yang bocor dari ginjal,hingga keluar bersama urin. Molekul protein terlalu besar untuk melewati pembuluh darah di ginjal, sehingga seharusnya tidak bisa lolos. Protein dalam jumlah besar di urin menunjukkan kerusakan ginjal. Nilai normal albumin di urin 0-8 mg/dl. (nid)