sehat_berawal_usus_probiotik_bantu_mengobati_mencegah_sakit

Sehat Berawal dari Usus, Probiotik Bantu Cegah dan Obati Penyakit karena Ketidakseimbangan Bakteri Usus

Perancis, tahun 1542. Raja Perancis kala itu François I menderita diare berat. Tidak ada dokter yang mampu menyembuhkannya. Tak disangka, pertolongan datang dari sekutunya, Sulaiman Yang Agung. Kaisar Ottoman tersebut mengirim­kan seorang dokter, yang lantas mengobati Sang Raja Perancis dengan yogurt. Ajaib, Raja François I sembuh. Manfaat yogurt pun mulai dikenal di dataran Eropa. Kini Perancis merupa­kan negara yang paling banyak mengonsumsi yogurt di dunia, dengan 280 gelas/orang/tahun.

Manfaat yogurt maupun susu fermentasi lainnya memang telah lama dikenal di berbagai kebudayaan. Tradisi Persia meyakini, Ibrahim memiliki produktivitas tinggi dan usia panjang karena rutin makan yogurt. Awal tahun 1900, peraih Nobel asal Rusia, Elie Metchnikoff menemukan bahwa bakteri asam laktat Lactobacillus berperan dalam kesehatan dan usia panjang orang-orang Bulgaria. Sehari-hari, mereka menyantap yogurt yang mengandung bakteri tersebut. Untuk membuktikan temuan­nya, Metchnikoff ikut mengonsumsi susu fermentasi setiap hari, hingga ia tutup usia tahun 1916, pada usia 71.

Salah satu negara Asia yang kini paling banyak mengonsumsi yogurt adalah Jepang (105,5 gelas/orang/tahun), meski tradisi kuno Jepang tidak mengenal susu fermentasi. ‘Perkenalan’ bangsa Jepang dengan yogurt, boleh jadi dimulai tahun 1930-an. Seorang peneliti Dr. Minoru Shirota resah, banyak anak yang meninggal akibat kolera. Kala itu, Jepang masih merupakan negara miskin dengan masalah gizi buruk dan penyakit infeksi. Terinspirasi oleh teori Metchnikoff, Dr. Shirota yakin bahwa kesehatan dan umur panjang berawal dari usus yang sehat, dan mencegah jauh lebih baik daripada mengobati.

Ditelitinya bakteri berman­faat di usus, hingga akhirnya ia berhasil membiakkan bakteri asam laktat untuk dimanfaat­kan bagi kesehatan. Ia mene­mukan strain unggul yang tahan terhadap asam lambung dan cairan empedu sehingga bisa mencapai usus dalam keadaan hidup. Bakteri temuan­nya ini kemudian dina­ma­kan L. casei Shirota strain.

 

Keseimbangan bakteri

Berpuluh tahun kemudian, konsep tentang bakteri bermanfaat dikenal sebagai ‘probiotik’. Pemanfaatan probiotik untuk pengobatan preventif (pencegahan) juga makin banyak diteliti. Intinya, bakteri bermanfaat akan menyehatkan usus dan dari usus yang sehat, kondisi seluruh tubuh ikut sehat. Secara alamiah, bakteri bermanfaat seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium mulai menghuni usus sejak kita bayi. Namun seiring berjalan waktu, kita terpapar obat, stres dan makanan kurang baik (tinggi lemak, gula, garam, minim serat). Hal-hal tersebut akan mengganggu keseimbangan flora usus. Diperlukan asupan probiotik dan prebiotik (makanan bagi probiotik) untuk memelihara bakteri bermanfaat.

Di usus, selalu terjadi kompetisi antara bakteri bermanfaat dan bakteri yang berpotensi patogen (meru­gikan) untuk memperebutkan makanan dan tempat tinggal. Keseimbangan bakteri usus tercapai bila populasi bakteri bermanfaat 85% dan bakteri patogen 15%. Bakteri bermanfaat merupakan lini pertama dari tiga lini perta­han­an usus. Ia berfungsi sebagai barrier (penghalang) yang mencegah bakteri patogen menempel pada dinding saluran cerna. Asam laktat yang dihasilkannya membuat lingkungan usus menjadi asam sehingga bakteri patogen sulit berkem­bang biak.

Bakteri bermanfaat juga membantu menetralisir racun di usus sehingga menurun­kan risiko keganasan, dan meningkatkan gerakan usus sehingga kita terhindar dari sembelit. Bakteri bermanfaat yang menghuni usus besar membentuk asam lemak rantai pendek seperti butyrate, yang akan digunakan oleh sel-sel usus besar menjadi energi. Zat ini kemudian mengalir melalui vena porta langsung ke hati sehingga dapat langsung digunakan oleh hati sebagai energi. Asam lemak rantai pendek juga mem­bantu penyembuhan luka pada usus. Lebih jauh lagi, bakteri bermanfaat mendukung sistem imun sehingga lebih aktif membasmi infeksi dan sel kanker, serta meredakan alergi.

 

Mencegah dan mengobati

Buang air besar (BAB) yang teratur setiap hari dengan bentuk feses (tinja) yang padat tapi lembut adalah indikasi bahwa pencernaan kita sehat. Sembelit atau konstipasi yakni BAB tidak setiap hari dan feses keras adalah tanda, saluran cerna tidak bekerja dengan baik. Dapat terjadi penumpukan racun dan sisa makanan di usus, yang dalam jangka panjang bisa memicu terbentuknya kanker usus besar.

Probiotik membantu meningkatkan gerak peristaltik usus besar sehingga proses pembu­angan berjalan lancar dan memicu rasa mulas untuk BAB. Mazlyn, MM, dkk (2013) meneliti efek probiotik terhadap orang sehat yang menderita konstipasi. Selama 4 minggu, 47 orang mendapat probiotik dengan kandungan bakteri L. casei Shirota strain, dan 43 orang mendapat plasebo (minuman yang serupa tapi tanpa kandungan bakteri). Hasilnya, kuantitas dan konsistensi feses membaik secara signifi­kan pada kelompok probiotik di minggu keem­pat. Efeknya tidak instan, tapi terus meningkat secara perlahan. Rasa tidak lampias setelah BAB pun berkurang pada kelompok probiotik.

Seperti Raja François I yang sembuh dari diare dengan mengonsumsi yogurt, banyak anak yang mengalami hal serupa. Misalnya di Kol­katta, India, yang diteliti oleh Dipika Sur, dkk (2011). Sebanyak >3.500 anak usia 1-5 tahun dilibatkan dalam studi ini. Selama 12 minggu, 1.802 anak mendapat probiotik dengan kandung­an L. casei Shirota strain, dan 1.783 anak mendapat minuman bernutrisi tanpa kandungan probiotik (kelompok kontrol), lalu di-follow up selama 12 minggu berikutnya. Selama total waktu penelitian 24 minggu, disimpulkan bahwa probiotik memberikan perlindungan terhadap diare, dan bisa berperan dalam pencegahan diare.

Pengaruh probiotik terhadap sistem imun, antara lain terlihat pada sel NK (natural killer), salah satu bagian dari sistem imun yang bertugas mem­basmi sel tumor/kanker dan infeksi. Banyak penelitian yang mem­buk­tikannya. Misalnya yang dilakukan oleh Dong, dkk (2013), yang melibatkan 30 orang tua sehat, yang dibagi ke dalam dua kelompok. Selama 4 minggu, satu kelompok menda­pat minuman probiotik yang mengandung L. casei Shirota strain dan kelompok lain mendapat plasebo. Ini dilanjut­kan dengan 4 minggu periode tanpa probiotik atau placebo. Selan­jutnya ditukar; kelompok yang awalnya mendapat probiotik jadi mendapat plasebo dan sebaliknya. Hasilnya menunjukkan, konsumsi probiotik berhubungan dengan peningkatan aktivi­tas sel NK yang signifikan, dibandingkan sebelum mengonsumsi probiotik.

Yakult mengandung lebih dari 6,5 milyar L. casei Shirota strain. Untuk memelihara kesehatan saluran cerna, Yakult perlu dikonsumsi secara rutin dan kontinyu setiap hari. Bukan berarti konsumsi rutin probiotik akan menjamin kita terhindar dari berbagai penyakit, tapi risiko menga­lami sakit akan lebih rendah ketimbang yang tidak/jarang mengonsumsinya. (nid)