Penggunaan CTR untuk Operasi Katarak pada Mata Minus Tinggi
operasi_katarak_mata_minus

Penggunaan CTR untuk Operasi Katarak pada Mata Minus Tinggi

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), ada sekitar 1,6 juta kebutaan di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 81,2% atau 1,3 juta di antaranya disebabkan oleh katarak. Operasi untuk mengatasi katarak, telah lama dilakukan. Namun operasi katarak pada mata minus tinggi ternyata memerlukan pendekatan khusus, agar hasilnya lebih optimal.

Katarak sendiri adalah kondisi di mana lensa mata mengeruh atau berkabut. “Katarak bukalnah penyakit, melainkan kemunduran jaringan, atau kondisi degeneratif,” ungkap Dr. dr. Vidyapati Mangunkusumo, Sp.M(K), dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh JEC, Rabu (16/3/2021).

Kondisi degeneratif artinya kesehatan organ tubuh menurun seiring bertambahnya usia. Lensa mata yang awalnya bening, lambat laun menjadi keruh saat usia menua. “Kemunculan usia katarak mulai bergeser. Dulu biasanya di usia 70 tahun. Karena pengaruh lingkungan, komorbid, dan lain-lain, makin maju hingga sekarang mendekati usia 50 tahun,” lanjut Dr. dr. Vidya. Bila kabut makin tebal, akhirnya lensa pun tidak bisa lagi menjalankan fungsinya, dan terjadilah kebutaan.

 

Operasi Katarak pada Mata Minus Tinggi dengan CTR

Operasi katarak dilakukan untuk mengangkat lensa mata yang sudah keruh, dan menggantinya dengan lensa buatan. Secara garis besar, ada tiga jenis operasi katarak yang umum digunakan. Yaitu ECCE (Extracapsular Cataract Extraction), fakoemulsi, dan laser atau FLACS (Famtosecond Laser Assisted Cataract Surgery).

Dulu operasi katarak menggunakan sayatan lebar, dengan teknik ECCE. “Metode fekoemulsi sekarang umum dipakai dan menjadi gold standard karena dinilai lebih aman. Hanya membutuhkan luka sayatan kecil dengan waktu penyembuhan lebih cepat,” papar Dr. dr. Vidya. Adapun metode FLACS sangatlah canggih, tapi tentu biayanya lebih besar.

Operasi katarak pada mata minus tinggi bisa dilakukan dengan metode fakoemulsi. Sayangnya, metode fakoemulsi memberi tantangan tersendiri pada pasien katarak dengan kondisi mata minus atau rabun jauh (miopia) tinggi. “Ada risiko ketidakstabilan area zonula mata,” ujar Dr. dr. Vidya. Zonula adalah serat-serat transparan dan elastis pada otot silier mata, yang “mencengkeram” ekuator kantong/kapsul lensa.

Sebagai informasi pada metode fakoemulsi, lensa mata dipecah menjadi fragmen-framen kecil, lalu disedot keluar. Setelah prosedur ini, terjadilah vakum di kantong lensa, “Vakum pada jaringan manusia selalu merangsang terjadinya pengerutan.” Bila zonula tidak stabil misalnya akibat miopia tinggi, bisa terjadi pengerutan kapsul lensa yang berlebihan.  “Kalau pengerutan itu tidak terkontrol, lensa buatan yang kita tanam di kapsul akan tergelincir,” imbuhnya.

Di sinilah CTR (Capsular Tension Ring) berperan. CTR adalah cincin terbuka berbentuk C yang sangat tipis (0,22 mm). Terbuat dari bahan PPMA, dengan lubang tumpul pada kedua ujungnya.

Setelah lensa mata dikeluarkan, ditanamlah CTR di dalam kapsul lensa mata, sebelum lensa buatan dimasukkan. CTR mengembalikan tegangan pada kapsul lensa dengan menyebarkan gaya sentrifugal ke ekuator kapsul lensa, dan membuat zonula lebih stabil. “CTR memastikan lensa buatan tidak terdorong atau tergelincir, sehingga lensa bisa bekerja optimal,” jelas Dr. dr. Vidya.

 

Penelitian Dr. dr. Vidya

Dr. dr. Vidya melakukan penelitian mengenai operasi katarak menggunakan implantasi CTR, sebagai pendekatan baru operasi katarak pada mata minus tinggi. Penelitian tersebut tertuang dalam disertasi Dr. dr. Vidya, "Peran Capsular Tension Ring Pada Populasi Miopia Tinggi yang Menjalani Fakoemulsifikasi Terhadap Optimalisasi Penglihatan dan Efisiensi Menjaga Kestabilan Area Zonula”.

Penelitian yang berlangsung pada Mei 2019 – Juni 2020, dengan melibatkan 51 subjek ini dipaparkan oleh Dr. dr. Vidya pada Ujian Terbuka Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, secara virtual. Hal tersebut mengantarkan DR. Dr. Vidyapati Mangunkusumo, SpM(K) meraih gelar Doktor.

Pasien dengan miopia tinggi memiliki prevalensi 62% menjadi katarak pada usia lebih dini, yaitu dalam rentang masa produktif. “Dengan penanaman CTR yang tepat, pasien dapat terbebas dari penyakit katarak dan penglihatannya kembali optimal. Dengan demikian pasien dapat kembali mandiri dan produktif,” papar Dr. dr. Vidya.

Pendekatan baru operasi katarak pada mata minus tinggi yang dilakukan Dr. dr. Vidya bisa memberi solusi bagi penderita katarak dengan miopia tinggi agar memiliki opsi tindakan penanganan yang lebih presisi dan aman. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Biometric photo created by rawpixel.com - www.freepik.com