Mulut Adem, Khusyuk Beribadah di Bulan Ramadhan | OTC Digest

Mulut Adem, Khusyuk Beribadah di Bulan Ramadhan

Kalau mulut adem, hati pun adem, dan berpuasa jadi lebih khusyuk. Mulut yang adem berarti adem secara fisik maupun secara spiritual. Secara fisik, tentu saja musuh utama kita: halitosis alias bau mulut. Selama berpuasa, tidak ada kegiatan mengunyah dan minum selama +13 jam, sehingga membuat kondisi ini mulut menjadi kering. “Saat mulut kering, bakteri lebih mudah berkembang biak. Apalagi kalau setelah sahur tidak sikat gigi. Kuman kan tidak ikut puasa,” papar drg. Ratu Mirah Afifah, GCClinDent., MDSc.

Sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan sehabis sahut akan menjadi makanan bagi bakteri di mulut. Selama 13 jam kita berpuasa, bakteri-bakteri ini berpesta pora. “Akhirnya, mulut menjadi asam, dan timbul aroma tidak sedap di mulut,” imbuh drg. Mirah, dalam diskusi Menjaga Mulut dan Hati Tetap Adem Selama Ramadhan bersama Pepsodent Herbal Sahur Amal 2019 di Jakarta, Jumat (26/04/2019).

Asam yang berasal dari fermentasi sisa makanan akan membuat email gigi yang keras menjadi lunak, sehingga gigi rentan berlubang. Adapun aroma tidak sedap berasal dari gas yang dihasilkan oleh bakteri di rongga mulut.

Lalu, apa maksudnya mulut adem secara spiritual? “Mulut adalah pintu gerbang dari segala kebaikan yang bisa kita berikan bagi tubuh sendiri maupun bagi orang lain,” terang Ustadzah Aini Aryani, LC. Maka, penting untuk memperhatikan segala asupan yang masuk ke mulut kita. “Hendaknya memenuhi nilai halalan thayyiban sehingga berpuasa bisa menjadi amalan yang sempurna, dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh,” imbuhnya.

Tak kalah penting, menjaga lisan—baik yang diucapkan secara langsung maupun yang kita ketikkan di ponsel pintar. Kurang-kurangilah “julid” di media sosial. Daripada energi yang harus dihemat selama berpuasa malah habis untuk untuk berkata-kata negatif, lebih baik melakukan hal yang lebih berfaedah. Fokus bekerja misalnya; itu pun termasuk ibadah juga kan.

Berbagi rezeki dengan orang yang membutuhkan juga akan membuat puasa kita lebih bermakna. Urunan bersama teman-teman untuk membagikan hidangan sahur atau buka puasa gratis mungkin tidak seberapa bagi kita, tapi sangat berarti bagi mereka. Yang pasti, berbagi makanan dengan sesama jauh lebih berarti, daripada berbagi makanan dengan bakteri di mulut.

 

Agar mulut selalu adem

Menjaga mulut adem secara fisik selama berpuasa, caranya sederhana. “Selalu sikat gigi setelah sahur dan sebelum tidur malam,” tegas drg. Mirah. Boleh saja menyikat gigi setelah berpuasa, agar mulut segar saat ke masjid. Namun jangan lupa untuk sikat gigi lagi bila setelah tarawih kita kembali makan, meski hanya segelas kecil kolak atau beberapa butir kurma. Ingat, segala sisa makanan yang tersimpan di rongga mulut akan dimakan oleh bakteri.

Untuk mencegah dehidrasi yang akan membuat mulut makin kering, jangan lupa untuk mengompensasi asupan minum selama sahur dan buka puasa hingga sebelum tidur. Saat berwudhu pun, berkumurlah dengan seksama. Tapi jangan sampai tertelan ya.

(Foto: dokumen Pepsodent Herbal)

Selanjutnya, kurangilah minuman yang bisa memicu dehidrasi tinggi seperti kafein, serta minuman tinggi gula karena bersifat diuretik (memicu banyak kencing). Banyak kencing berarti banyak cairan yang dikeluarkan dari tubuh, membuat cadangan air di dalam tubuh makin berkurang. Sebaliknya, banyak-banyaklah makan makanan yang akan merangsang keluarnya air liur. “Yaitu makanan berserat seperti buah dan sayur,” terang drg. Mirah.

Kurma yang disunahkan untuk dimakan saat berbuka, ternyata memang sangat bermanfaat. Selain kaya akan serat, kurma juga mengandung kalsium dan fluoride yang sangat baik untuk kesehatan gigi.

Menjaga kesehatan dan kebersihan mulut juga selaras dengan ajaran Islam. Seperti dikisahkan dalam sebuah hadits: Jika tidak memberatkan bagi umatku, maka aku akan menyuruh mereka untuk bersiwak setiap shalat (H.R. Abu Daud). Maka sebelum berwudhu untuk shalat Subuh, sikatlah gigi terlebih dulu. “Selain untuk membersihkan makanan sisa sahur, juga niatkan untuk menjalankan sunah Nabi membersihkan mulut sebelum shalat,” ujar Ustadzah Aini.

Ia menambahkan, berkumur tidaklah membatalkan puasa. Yang termasuk membatalkan puasa adalah segala hal yang masuk ke mulut dan tertelan sampai ke tenggotokan. Atau segala yang masuk ke lambung meski tidak lewat mulut, misalnya infus glukosa. “Kita boleh sikat gigi bahkan dengan pasta gigi sampai sebelum Zuhur. Setelah itu hukumnya makruh,” terangnya.

Di masa lampau, Nabi menggunakan siwak untuk membersihkan gigi. Sekarang, kita menggunakan sikat gigi dan pasta gigi. Pasta gigi yang mengandung bahan-bahan alami bisa memberi manfaat tambahan selama berpuasa.

Misalnya garam, yang telah digunakan oleh bangsa Romawi dan Yunani untuk berkumur. “Larutan garam dan air hangat digunakan untuk menjaga kenetralan pH mulut, karena sifatnya basa. Juga menghambat pertumbuhan bakteri, tanpa menimbulkan iritasi di mulut,” papar drg. Mirah.

Bahan lain seperti daun sirih, juga telah lama digunakan, termasuk di Indonesia. Sirih (Piper betle) memang memiliki sifat antiseptik, antibakteri, anti-gigi berlubang, dan minyak esensialnya membantu mencegah bau mulut. Adapun aroma jeruk nipis bisa memberi efek menyegarkan di mulut, sehingga mulut terasa nyaman dan adem selama berpuasa.

Menghindari napas tak sedap juga termasuk hal yang disarankan oleh Rasul. Ada cerita seorang sahabat habis makan makanan mengandung bawang putih, sehingga napasnya berbau bawang putih. “Nabi memintanya pulang untuk membersihkan mulut dulu, baru ke masjid. Makruh mendatangi tempat yang banyak orang kalau mulut tidak bersih,” ujar Ustadzah Aini. Bukan berarti tidak boleh makan makanan menyengat. “Yang penting, bersihkan mulut sebelum bertemu orang. Kalau aroma mulut atau tubuh kita mengganggu orang, berarti kita mengganggu kenyamanan orang lain,” imbuhnya.

Tentunya, yang kita pakai untuk membersihkan mulut pun harus terjamin kemananan dan kehalalannya. Memang pasta gigi tidak kita telan, tapi kita masukkan ke mulut dan bersentuhan langsung dengan mukosa mulut. Akan sangat riskan bila pasta gigi tersebut mengandung bahan yang tidak halal.

Untuk suatu produk mendapat sertifikat halal, semua bahan yang digunakan dalam produk tersebut ditelusuri. Tak hanya zat aktifnya, tapi juga emulsifier hingga ekstraktor (bahan pengekstraksi) yang digunakan untuk mengekstraksi bahan herbal dan aroma/rasa. “Halal itu harus pasti. Dalam produk kosmetik seperti pasta gigi, kemungkinan haramnya tinggi,” tutur Dr. Ir. Lukmanul Hakim, MSi, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).

Produk yang telah mendapat sertifikat halal adalah jaminan bahwa produk tersebut telah lolos uji kehalalan untuk tiap bahannya. Ini membuat kita merasa lebih tenang menggunakannya, terutama di bulan Ramadhan, saat kita benar-benar ingin mendapat kebaikan dan manfaat dari tiap ibadah yang kita jalani.

Rongga mulut yang bersih akan terasa segar dan adem. “Harapannya, mulut adem sehingga kita bisa menjaga lisan, hati adem, dan kita tambah semangat beribadah,” pungkas Distya Tarworo Endri, Senior Brand Manager Pepsodent. (nid)