Kerap kita mendengar tudingan bahwa BPA menyebabkan infertilitas atau gangguan kesuburan pada perempuan, menyebabkan mikropenis pada laki-laki, bahkan bisa berhubungan dengan persalinan prematur. Bagaimana faktanya? “Berdasarkan studi meta-analisis, tidak ada korelasi antara BPA dengan gangguan kesuburan,” ungkap dr. Ervan Surya, Sp.OG.
Dokter spesialis kandungan dan kebidanan dari Tzu Chi Hospital tersebut memaparkan mengenai studi meta-analisis oleh Konstantinos Stavridis, dkk (2022), yang menganalisis 37 studi terkait BPA dan fertilitas perempuan sepanjang 2013 – 2022. “Studi meta-analisis ini meneliti kaitan antara BPA dan fertilitas perempuan dengan melihat tiga parameter: kebutuhan akan IVF (in-vitro fertilization) atau bayi tabung, PCOS (polycystic ovarian syndrome) dan endometriosis. Ternyata tidak ditemukan hubungan antara BPA dengan endometriosis, IVF dan PCOS,” ujar dr. Ervan, dalam diskusi media yang diselenggarakan oleh Forum Ngobras di Jakarta, Senin (14/10/2024).
dr. Ervan Surya, Sp.OG (kanan) dalam diskusi media / Foto: dok. Forum Ngobras
Demikian pula dengan persalinan prematur. Studi meta-analisis oleh Zhitong Zhou, dkk (2019), mengulas 7 penelitian mengenai kaitan antara paparan BPA saat kehamilan dengan kelahiran dan kondisi bayi, dengan total 3.004 partisipan. “Ternyata kesimpulannya, tidak ada kaitan antara paparan BPA dengan usia kandungan, panjang bayi, dan lingkar kepala bayi,” papar dr. Ervan.
Lebih lanjut, ia juga mengungkapkan soal misinformasi yang menyatakan bahwa BPA menyebabkan infertilitas dan mikropenis pada laki-laki. Memang secara in vivo atau penelitian pada hewan lab, hal ini berkaitan. “Tapi pada manusia, tidak ditemukan keterkaitannya. Mungkin membutuhkan penelitian lebih lanjut. Hubungan antara BPA dengan mikropenis pun belum belum saya temukan,” jelas dr. Ervan
Penyebab Infertilitas yang Sesungguhnya
Pada dasarnya, infertilitas bisa dialami oleh laki-laki dan perempuan. Infertilitas sendiri diartikan sebagai tidak terjadinya kehamilan setelah satu tahun menikah, dengan hubungan seksual rutin 2-3 kali seminggu, dan tanpa kontrasepsi.
Pada perempuan, masalahnya bisa terletak pada organ genitalia, dan bisa juga secara sistemik misalnya kondisi hormon yang tidak seimbang. “Penyebabnya, 40% gangguan pada tuba fallopi dan panggul, 40% lagi disfungsi ovulasi, dan 10% yang tidak biasa misalnya autoimun,” jelas dr. Ervan.
Pada laki-laki, infertilitas berhubungan dengan gangguan sperma. “Kualitas dan kuantitas sperma bisa terganggu karena pelebaran pembuluh darah atau varises pada testis (varikokel). Bisa pula karena ada gangguan pada pabrik sperma, dan disfungsi seksual,” papar dr. Ervan.
Ia menegaskan, yang telah terbukti bisa memicu infertilitas adalah rokok dan alkohol. “Kausalitas antara rokok dan infertilitas sudah jelas, tapi banyak yang tetap merokok. Sedangkan pada BPA yang belum pasti, kita malah ketakutan,” imbuhnya.
Terkait mikropenis, penyebabnya banyak. “Bisa kongenital, atau gangguan perkembangan organ seksual pada janin. Jangan jadikan satu hal sebagai kambing hitamnya, kita harus lihat berbagai kemungkinan,” papar dr. Ervan.
Bagaimana dengan persalinan prematur? Menurut dr. Ervan, penyebabnya cukup beragam. “Yang paling sering antara lain infeksi saluran kemih (ISK) dan infeksi vagina,” ucapnya.
BPA Menyebabkan Infertilitas Tidak Terbukti - Bagaimana Agar Terhindar dari Misinformasi?
Menurut pengamat sosial dari Universitas Indonesia, DR. Devie Rahmawati, M.Hum, ada berbagai alasan mengapa seseorang bisa membagikan informasi yang belum jelas kebenarannya. Ia merangkumnya dalam 5P: pahlawan, pengetahuan dan pengalaman lemah, pergaulan terdekat, personalitas dan platform.
“Orang ingin menjadi ‘pahlawan’ dengan membagikan konten tersebut ke orang-orang terdekat agar mereka tahu. Niatnya tidak jahat,” ujar Devie. Terlebih bila konten tersebut bernuansa negatif. “Konten negatif membangunkan kewaspadaan dalam diri kita, apalagi bila menyentuh emosi,” imbuhnya.
P kedua yaitu pengetahuan dan pengalaman lemah. “Bila kita punya pengetahuan dan pengalaman, misinformasi tidak gampang merasuk. Sebaliknya bila tidak ada, kita akan mudah terpeleset informasi yang tidak jelas,” ungkap Devie.
Ia juga menyebutkan, kedekatan personal dengan seseorang membuat kita lebih mudah percaya dengan informasi yang disampaikan oleh orang tersebut. Selain itu, ada pula sifat/personalitas tertentu yang lebih mudah percaya pada informasi yang tidak tepat.
Terakhir, platform. “Penyebaran misinformasi bukan hanya karena masalah individual, tapi juga persoalan struktur di media sosial, yang memang dirancang untuk membuat kita terus menerus terikat dan terpikat dengan algoritma yang diciptakan oleh platform digital,” papar Devie.
Ia menekankan dampak berbahaya dari misinformasi. “Bisa terjadi kebingungan, kegagalan, kebodohan, sampai konflik sosial,” tegas Devie. Lantas, bagaimana kita bisa mencegah penyebaran misinformasi? “Perlu kolaborasi antara penulis, konten kreator, pesohor, platform, dan pembaca. Ada banyak cara untuk melakukan cek fakta; ini bisa dimanfaatkan,” tegasnya.
Yuk, lebih cermat memilah informasi. Jangan sampai tenggelam dalam misinformasi, seperti tudingan bahwa BPA menyebabkan infertilitas karna faktanya, belum ada penelitian ilmiah yang menyimpulkan hal tersebut. BPOM telah batas maksimal migrasi BPA maksimal 0,6 bpj (600 mikrogram/kg) dari kemasan polikarbonat. “Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM terhadap kemasan galon AMDK yang terbuat dari Polikarbonat (PC) selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa migrasi BPA di bawah 0.01 bpj (10 mikrogram/kg) atau masih dalam batas aman,” pungkas dr. Ervan. (nid)
_____________________________________________
Ilustrasi: Image by freepik