Menghindari Kanker Kolorektal | OTC Digest

Menghindari Kanker Kolorektal

Sering atau pernah buang air besar (BAB) berdarah serta berlendir? Studi epidemiologi di China menemukan, hal itu merupakan salah satu dari dua variabel penyebab kanker kolon (usus besar). Variabel lain yakni ketidaktersediaan air bersih; keduanya berhubungan erat dengan infeksi usus besar.

Kanker kolorektal (kolon dan rektum/anus) merupakan kanker peringkat ketiga terbanyak di dunia (9% dari total insiden kanker), dan merupakan penyebab kematian nomor 4. Angkanya antara laki-laki dan perempuan hampir sama. WHO menyebutkan, sekitar 700.000 pasien/tahun dan 2.000 pasien/hari meninggal akibat kanker kolorektal. Diperkirakan, setiap tahun, ada 1,5 juta orang di dunia yang menderita kanker ini.

Amerika Serikat (AS) adalah salah satu negara dengan insiden kanker kolorektal terbanyak. Tahun 2013 ini diperkirakan ada 142.820 kasus baru kanker kolorektal, dengan 50.830 kematian. Kanker ini memang banyak berjangkit di negara-negara maju. Bukan berarti Indonesia “aman”. Seperti di dunia, kanker kolorektal menduduki peringkat 3 kanker terbanyak di Indonesia. Pada laki-laki, insidennya 19,1/100.000 dan 15,6/100.000 pada perempuan.

Ada yang berbeda antara insiden kanker kolorektal di negara maju dengan di Indonesia. Di AS dan Eropa, 90% kanker kolorektal menyerang orang usia 50 tahun ke atas, dan umumnya berhubungan dengan faktor genetik. Di negara kita, 51% terjadi pada usia <50 tahun, bahkan hampir 30% terjadi pada usia <40 tahun. Dan, lebih banyak berhubungan dengan gaya hidup; faktor genetik sangat kecil pengaruhnya.

Maka, masyarakat yang hidup di kota-kota besar perlu lebih berhati-hati. Terjadi perubahan gaya hidup di masyarakat perkotaan. “Orang kota” jarang beraktivitas fisik. Sehari-hari akrab dengan makanan siap saji yang lezat, tapi tinggi lemak, minyak, garam, gula dan bahan pengawet. Sebaliknya, minim serat. Bagi orang Indonesia, makanan “modern” ini bisa  mengganggu kesehatan usus karena berbeda dengan pola makan asli bangsa kita. Usus jadi “kaget”.

Usus orang Indonesia di masa lalu terbiasa menerima sayuran (gado-gado, lalapan), tahu dan tempe. Akan cepat meradang bisa mengonsumsi pola makan yang kebarat-baratan dengan menu daging. Bisa memicu tumbuhnya benjolan-benjolan kecil pada usus (polip). Dalam jangka panjang, polip bisa berubah sifat menjadi ganas (kanker). Radang sendiri merupakan salah satu pemicu tumbuhnya sel-sel kanker.

 

Peranan bakteri

Usus kita dihuni oleh trilyunan bakteri. Ada yang bersifat patogen (menyebabkan sakit), ada yang baik, ada yang berada di antaranya (mengikuti sifat bakteri yang dominan). Yang bersifat patogen bisa menyerang, membuat racun, atau keduanya, bila ada kesempatan. Bakteri baik menjaga agar populasi bakteri patogen tetap terkendali, tidak berlebihan. Makanan tinggi lemak, gula dan lain-lain serta minim serat sangat disukai bakteri patogen sehingga mereka berpestapora. Sebaliknya bakteri baik tersisihkan.

Perlahan tapi pasti, populasi bakteri baik menyusut, sebaliknya bakteri pathogen cepat berkembang biak. Terjadi peradangan pada usus, dan bisa timbul masalah: diare, sembelit (susah BAB), kolitis ulseratif (radang usus besar), dan lain-lain. Infeksi dan radang bisa memicu kanker. Penumpukan racun dan sisa makanan akibat sembelit, akan mengiritasi sel-sel usus sehingga lebih rentan terhadap kanker.

Tidak mudah mempertahankan pola makan sehat. Jadi, bila hari ini mengonsumsi makanan ‘berdosa’, besoknya usahakan makan makanan sehat. Idealnya, setiap hari kita makan sehat atau minimal 5 hari dalam seminggu.

Untuk membantu menjaga populasi bakteri baik, bisa dibantu asupan dari luar berupa ‘probiotik’.  Probiotik akan merangsang pertumbuhan bakteri baik, yang secara alamiah berada di usus. Probiotik membantu menetralisir racun di usus, serta mengurangi peradangan. Bakteri ini juga membantu usus besar bekerja optimal. Proses BAB pun lancar dan tidak ada lagi ampas / sisa makanan dan racun yang menumpuk di usus.

Secara spesifik, probiotik bekerja secara sinergis dengan sistem imun tubuh, yang 80%-nya berada di usus. Ditengarai, probiotik ‘melatih’ sistem imun mengenali sel-sel kanker dan menyerangnya, serta memicu terjadinya apoptosis (program pematian sel) pada sel kanker. Bakteri probiotik seperti Lactobacillus dapat mengikat, menonaktifkan dan menurunkan kadar karsinogen (zat pemicu kanker) di saluran cerna.

 

Penelitian

Manfaat probiotik terhadap kanker kolorektal dibuktikan dalam berbagai penelitian, seperti dilakukan Hideki Ishikawa, dkk (2005). Sebanyak 398 orang yang telah bebas dari tumor kolorektal dan telah menjalani operasi pengangkatan tumor kolorektal sedikitnya dua kali, dibagi  dalam 4 kelompok. Satu kelompok mendapat terapi berupa gandum utuh, kelompok lain mendapat

L.  casei Shirota strain, kelompok berikutnya mendapat keduanya, dan kelompok terakhir tidak diberi apa-apa. Mereka kemudian menjalani pemeriksaan kolonoskopi untuk melihat, apakah ada tumor baru dalam 2 dan 4 tahun.

Setelah 4 tahun, kelompok gandum memiliki lebih banyak tumor berukuran besar. Sebaliknya, tumor derajat sedang-berat jauh lebih rendah pada mereka yang mendapat L. casei

Shirota strain. Disimpulkan, L. casei Shirota strain mencegah atipia (sel-sel abnormal) pada tumor kolorektal.

Hayatsu (1993) meneliti efek pemberian L. casei Shirota strain terhadap mutagenisitas (perubahan genetik sel) di urin, setelah mengonsumsi daging goreng. Penelitian yang melibatkan 6 orang sehat dan tidak merokok ini menemukan, pemberian L. casei Shirota strain menekan mutagenitas di urin.

Probiotik juga meningkatkan sel NK (natural killer), yang bertugas membasmi sel tumor/kanker dan infeksi. Studi Kazuyoshi Takeda dan Ko Okumura (2007) melibatkan 9 orang berusia 30-45 tahun dan 10 orang usia lanjut/lansia (55-75 tahun), yang dibagi menjadi 2 kelompok. Selama 3 minggu, satu kelompok mengonsumsi 4x1010 L. casei Shirota strain hidup setiap hari, kelompok lain mendapat placebo (obat kosong).

Pada kelompok probiotik usia muda, aktivitas sel NK segera naik begitu konsumsi dimulai, dan tetap tinggi selama 3 minggu berikutnya. Efek ini terlihat jelas pada mereka dengan sel NK rendah. Pada lansia, L. casei Shirota strain mem-pertahankan aktivitas sel NK.

Yakult mengandung 6,5 milyar L. casei Shirota strain. Konsumsi Yakult secara rutin dan kontinyu setiap hari, dapat menjaga keseimbangan bakteri usus dan kesehatan saluran pencernaan. Dan, sistem imun lebih aktif memusnahkan sel kanker. (nid)